Alkisah, plato muda
sedang berjalan-jalan dengan gurunya. Dalam perjalann tersebut plato bertanya
pada gurunya.
“Guru, apa itu cinta?”
Sang guru berdiam
sejenak dan memandang lekat kepada plato. “datanglah kamu ke kebun bunga, kemudian
petiklah salah satu bunga yang paling cantik menurut kamu.”
“Akan tetapi ada satu
syarat.”
“Apa itu guru?”
“kamu harus berjalan
lurus tanpa boleh berbalik dan kembali.”
Plato pun ke kebun
bunga dan mencari bunga yang menurutnya paling indah dan menarik di pandang
mata. Namun apa yang terjadi. Plato tidak memetik bunga satupun, dan kembali
kepada gurunya dengan tangan kosong.
“Mana bunga yang kamu
petik?” tanya gurunya.
“Saya tidak memetik
satu bungapun, karena saya menyangka bakalan ada yang lebih menarik lagi
didepan. Ternyata tidak ada sehingga saya tidak memetik satupun dari bunga yang
ada dikebun.”
“hmmm....., itulah
cinta”.
“Apa makna dari itu
semua guru?” tanya plato dengan rasa penasaran akan perkataan gurunya.
“kamu berjalan dikebun,
itu perumpamaan dunia yang kamu tapaki”
“sekian banyak bunga
merupakan perumpamaan banyaknya wanita yang sangat menarik dan indah, baik dari
jumlah maupun kecantikan dan keunikan mareka.”
“jalan yang kamu tapaki
selama berada dikebun, merupakan jalan kehidupan yang kamu lalui selama kamu
hidup.”
“sedangkan syarat yang
aku berikan, itu merupakan perputaran waktu, setiap detik yang kamu lalui tanpa
kamu bisa mengembalikannya kemasa dimana kamu sangat menginginkannya.”
“Aku tahu kamu pasti
mencari yang paling menarik diantara bunga-bunga itu sehingga kamu tidak
membawa pulang sebatang bungapun. Sadarilah, semua dari bunga itu mempunyai
kelebihan dan keunikan mareka masing-masing. Lihat saja keunikan dan keindahan
antara bunga mawar dan melati.”
“Itulah cinta...”
Plato merasa menyesal
dan merasa dia tidak akan memiliki cinta seperti yang digambarkan gurunya. Pada
hari berikutnya, plato kembali bertanya kepada gurunya.
“guru, apa itu
perkawinan?”
“kamu pergilah ke hutan
dan potonglah sebatang pohon yang menurut kamu indah dan kokoh untuk di buat
menjadi suatu bangunan.”
Platopun melaksanakan
apa yang diperintahkan oleh gurunya. Namun kali ini dia pulang dengan membawa
hasil. Sebatang pohon yang sangat besar, kekar dan kuat. Dengan susah payah
plato membawa pulang Sebatang pohon yang sangat besar, kekar dan kuat untuk
diperlihat kepada gurunya.
Gurunyapun berkata,
“itulah perkawinan...”
“Apa makna dari itu
semua?” plato kembali tidak mengerti dengan apa yang dikatakan gurunya.
“ketika kamu memutuskan untuk memotong pohon
yang engkau anggap indah, kekar dan kokoh itu masa dimana kamu memutuskan untuk
hidup dan menetap dengan orang yang kamu cintai. Orang yang wajahnya akan
selalu menghiasi setiap detik kehidupanmu. Orang yang dengan pola dan tingkah
laku yang sama yang akan selalu mendampingi kamu. Baik kamu dalam keadaan susah
maupun dalam keadaan senang. Masa dimana kamu menguatkan diri untuk mengambil
keputusan yang tidak kamu sesali kemudiannya. Tentu saja keputusan yang kamu
ambil itu dengan melihat berbagai pertimbangan.”
“susahnya kamu membawa
pulang pohon itu merupakan bentuk perumpamaan bahwa kamu akan mengalami banyak
cobaan dalam menetapkan niatmu bahwa tidak salah pilihan yang kamu ambil.
Kedepannya, akan banyak cobaan, halangan dan rintangan yang akan menguji
kekokohan niat kamu.”
“kamu berhasil membawa
pohon itu sampai kepada tujuannya merupakan perumpamaan bahwa kamu mampu
menjalani semua tantangan kehidupan yang menerpa biduk pernikahan kamu, sampai
kamu telah tiada.”
Plato mengangguk dengan
perasaan puas karena kali ini dia telah berhasil melakukan apa yang dikatakan
gurunya.
Bagaimana dengan kamu?
Apa yang kamu pahami dengan dua kata ini, cinta dan perkawinan? Tentu saja kalian
punya definisi masing-masing terhadap dua kata tersebut. Tapi yakinlah, NO BODY’S PERFECT. Semua orang punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kamu
menerimanya atau tidak.
Banda aceh, 9 Desember
2011.
No comments:
Post a Comment