Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
dan Undang-Undang Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002 telah dijelaskan bahwa
tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur merupakan sebuah
kejahatan kesusilaan yang bagi pelakunya harus diberikan hukuman yang setimpal.
Maksudnya dengan dijatuhkan hukuman kepada si pelaku sehingga dapat kiranya
tindakan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dapat dicegah sehingga
perbuatan tersebut tidak terjadi lagi.
Pasal 50 ayat 1 KUHP menyatakan bahwa ada
empat tujuan penjatuhan hukuman yaitu:
- Untuk mencegah terjadinya tindak pidana dengan
menegakkan norma- norma hukum demi pengayoman masyarakat.
- Untuk
memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi
orang yang lebih baik dan berguna.
- Untuk
menyelesaikan komplik yang ditimbulkan oleh tindak pidana (memulihkan
keseimbangan dan mendatangkan rasa damai).
- Untuk
membebaskan rasa bersalah pada terpidana.[1]
Adapun dalam KUHP, pasal- pasal yang
mengatur tentang hukuman bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak di bawah
umur terdapat dalam pasal 287, dan 292
KUHP:
- Pasal 287 ayat (1) KUHP berbunyi:
“Barang
siapa bersetubuh dengan seorang perempuan di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau
sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau umurnya
tidak jelas, bahwa ia belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun”.
Tapi
apabila perbuatan persetubuhan itu menimbulkan luka-luka atau kematian maka
bagi sipelaku dijatuhkan hukuman penjara lima belas tahun, sebagai mana yang
telah ditetapakan dalam pasal 291 KUHP.[2]
- Pasal 292 KUHP:
“Orang
dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang
diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun.”[3]
Sedangkan
di dalam Undang -Undang No 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, ada dua pasal yang mengatur tentang ancaman hukuman
bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur yaitu pasal 81 dan pasal
82.
- Pasal 81 yang
bunyinya:
Setiap orang yang
dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan
dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp.300. 000. 000, 00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp.
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
- Pasal 82 yang
bunyinya:
Setiap orang yang dengan
sengaja melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau
membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling
singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.300. 000. 000, 00 ( tiga
ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60. 000. 000, 00 (enam puluh juta
rupiah).[4]
Dari
paparan pasal- pasal tentang hukuman bagi pelaku pelecehan seksual terhadap
anak di bawah umur tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hukuman bagi
si pelaku bervariasi, bergantung kepada perbuatannya yaitu apabila perbuatan
tersebut menimbulkan luka berat seperti tidak berfungsinya alat reproduksi atau
menimbulkan kematian maka hukuman bagi si pelaku akan lebih berat yaitu 15
tahun penjara. Tetapi apabila tidak menimbulkan luka berat maka hukuman yang
dikenakan bagi si pelaku adalah hukuman ringan.
Tindak pidana pelecehan seksual yang dilakukan
oleh seseorang terhadap orang lain yang bukan isterinya merupakan delik aduan
yang maksudnya adalah bahwa hanya korbanlah yang bisa merasakannya dan lebih
berhak melakukan pengaduan kepada yang berwenang untuk menangani kasus
tersebut.
Hal
pengaduan ini juga bisa dilakukan oleh
pihak keluarga korban atau orang
lain tetapi atas suruhan si korban. Cara mengajukan pengaduan itu ditentukan
dalam pasal 45 HIR dengan ditanda tangani atau dengan lisan. Pengaduan dengan
lisan oleh pegawai yang menerimanya harus ditulis dan ditanda tangani oleh
pegawai tersebut serta orang yang berhak mengadukan perkara .[5]
Adapun
mengenai delik aduan dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu: delik aduan absolut
dan delik aduan relatif.
- Delik aduan
absolut adalah delik (peristiwa
pidana) yang hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan. Dan dalam
pengaduan tersebut yang perlu dituntut adalah peristiwanya sehingga
permintaan dalam pengaduan ini harus berbunyi: “saya meminta agar tindakan
atau perbuatan ini dituntut”. Delik aduan absolut ini tidak dapat dibelah
maksudnya adalah kesemua orang/
pihak yang terlibat atau yang bersangkut paut dengan peristiwa ini harus dituntut. Karena
yang dituntut di dalam delik aduan ini adalah peristiwa pidananya.
- Delik aduan
relatif adalah delik (peristiwa
pidana) yang dituntut apabila ada pengaduan. Dan delik aduan relatif ini
dapat dibelah karena pengaduan
ini diperlukan bukan untuk menuntut
peristiwanya, tetapi yang dituntut di sini adalah orang-orang yang bersalah
dalam peristiwa ini.
Berdasarkan penjelasan tentang delik
aduan di atas, maka penulis menggolongkan bahwa tindak pidana pelecehan seksual
terhadap anak di bawah umur merupakan delik aduan relatif, karena yang dituntut
di sini adalah orang yang telah bersalah dalam perbuatan tersebut.
Dengan demikian untuk dapat di tuntut
dan dilakukan pemidanaan terhadap pelaku
tindak pidana pelecehan seksual, maka syarat utama adalah adanya
pengaduan dari pihak yang dirugikan. Apabila tidak ada pengaduan dari pihak
yang dirugikan maka pelaku tindak pidana
tersebut tidak dapat dituntut atau dijatuhi pidana kecuali peristiwa
tersebut mengakibatkan kematian sesuai dengan pasal 287 KUHP. Pemidanaan bagi
pelaku tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur baru dapat dilakukan apabila syarat-syarat
untuk itu terpenuhi seperti adanya pengaduan dan di pengadilan perbuatan
tersebut terbukti.
Apabila tindak pidana pelecehan
seksual itu dapat dibuktikan bahwa orang yang diadukan benar telah
melakukannya, maka pidana yang diatur dalam Pasal 287 KUHP dapat diterapkan. Kemudian yang menjadi
penentu dijatuhi hukuman adalah terbuktinya perbuatan itu di pengadilan. Dan
dalam pembuktian itu harus ada sekurang-kurangnya dua alat bukti dan disertai
dengan keyakinan hakim.
Mengenai pembuktian ini diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 183 yang
menyatakan bahwa:
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada
seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan
juga hakim memperoleh keyakinan bahwa
suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya”.[6]
Adapun yang dimaksud dengan alat bukti yang
sah adalah alat bukti yang ditetapkan dalam Pasal 184 KUHAP yang menyatakan bahwa:[7]
1. Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan
saksi
b. Keterangan
ahli
c. Alat bukti
petunjuk
d. Keterangan terdakwa.
2.
Hal yang secara umum yang telah
diketahui tidak perlu dibuktikan.
Yang
dimaksud dengan keterangan saksi di sini adalah: apa yang disampaikan atau dinyatakan oleh saksi di sidang
pengadilan tentang peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri,
atau yang ia alami sendiri dengan menyebutkan alasan dari pengetahuannya ini.
Dan keterangan ahli yang dimaksudkan adalah
keterangan yang diberikan oleh
seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang atau jelas
suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan yang dinyatakan di sidang
pengadilan. Sedangkan yang
dimaksud dengan alat bukti petunjuk adalah: perbuatan, kejadian atau keadaan yang
karena persesuaian, baik antara yang satu
dengan yang lainnya, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, bahwa
telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Dan yang dimaksud dengan
keterangan terdakwa adalah: apa yang disampaikan atau yang dinyatakan di sidang
pengadilan tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri.[8] Adapun
yang dimaksud dengan hal yang secara umum telah diketahui adalah keadaan dari
diri si korban yang dapat dilihat langsung yaitu dengan adanya tanda-tanda
kehamilan atau sebagainya.[9]
[2] R. Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada. 2006), hlm 173.
[3] I b i d, hlm 175.
[4] Undang-Undang Republik Indonesia No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak.(Jakarta :
Asa Mandiri 2002) hlm 23.
[6] R.
Soenarto Soedibroto, KUHP dan KUHAP (Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung
dan Hoge Raad), Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.2006. hlm 435.
[8] I b i d, hlm 438.
tapi andika kangen ben cuma 7/8 Bulan,,,gimna itu???>...
ReplyDeletegan mau nanya apakh ketika ada yang melakukan pelecehan seksual kita dapa melaporkannya gitu aja tanpa buktii..
ReplyDeletenanti divisum
DeleteMau tanya. Kalau untuk pengaduan pelecehan seksual. Tapi sebelum lapor dia sudah periksa ke klinik sebelum ny. apakah dari pemeriksaan d klinik tsb bisa jadi bukti visum??
DeleteMau tanya, kalo meminta foto bugil / minta melakukn hubungan seks apakah sudah termasuk dalam pelecehan seksual?
ReplyDeleteTermasuk uu penyalahgunaan IT Kalo tidak salah.
DeleteSy mau nanya ni sy pnya k ponakan cewe umur 4-5 tahun (korban)sedangkn pelaku pencabulannya berumur antara 13 tahun sedangkn dri kluarga cewe mau secara kekeluargaan sudah d laporkan k pores bekasi dpt surat perjanjian tpi sy lupa isi dri perjanjian itu..yang pasti dri keluarga si pelaku tidak mau bertanggung jawab,yang ada malah menantangi si keluarga korban sedangkn laporan yang sudah keluarga korban laporkn berkasnya malah d ulur-ulur oleh petugas ke polisian sedangkn keluarga korban minta k pastian dri k polisian tidak d gubris sama sekali...sy cuma minta pendapatnya gmna y,dan apa saja syarat buat minta perlindungan anak yg harus saya bawa,sedangkn saya sudah pnya bukti surat pisum +surat pengaduan k porles tolong d kasih solusinya...terima kasih.
ReplyDelete@sabyla saman
ReplyDeletebantu jawab,
untuk meminta perlindungan bisa langsung saja dartak K KPAI, ataupun lembaga" perlindungan anak seperti P2TP2A, LAHA, untuk persyaratan langsung saja datang tapi kalau udah ada hasil visum dll bawa saja, nanti pun diarahkan oleh lembaga, dapat perdampingan baik dari segi bantuan hukumnya maupun pisikologinya
salam,
ReplyDeletesaya mau tanya. Kalau tindak cabul seperti sengaja meraba-raba, atau menyentuh bagian-bagian wanita dengan sengaja, seperti kasus yang sering terjadi di tempat umum, apa bisa dikenakan pasal pidana? sedangkan perbuatan tersebut biasanya tidak meninggalkan bekas, dan tidak terdapat saksi sebagai barang bukti. seperti yang terjadi oleh teman saya di tempat kerjanya. Mau dilaporkan ke pihak berwajib juga, gak ada saksi dan gak ada barang bukti. Mohon pencerahannya, supaya orang-orang yang kurang pengetahuan tentang Pasal-pasal tindak pidana seperti saya dapat mengatasi hal semacam ini. Terimakasih
Itu yg bikin repot karna enda ada bukti..
DeletePengadilan enda bisa menjatuhkan hukuman pada pelaku kalau enda ada bukti.
ini hanya seumpama,tapi mungkin juga ada yang pernah terjadi.
ReplyDeleteMisalkan ada seorang wanita sebut saja A yg umurnya 17 tahun,kemudian ada seorang pria B yang umurnya lebih dari 25 tahun/sudah dewasa.kemudian si wanita A dan pria B tersebut bersepakat untuk bertemu dan berhubungan badan,tapi sebelum itu si wanita A tadi pernah juga melakukan hubungan intim dengan pria lain sebut saja C.
Pertanyaanya adalah:
Apakah perbuatan wanita A dengan B tersebut termasu pelecehan gadis dibawah umur...?
Petanyaan selanjutnya adalah,apakah pria C itu juga bisa di kenai pasal jika Pria B ada yang melaporkan...?
Apakah jika laki" umur 24..status singgel
ReplyDeleteDan perempuan janda anak satu umur 32
Melakukan hubungan intim... Tapi atas dasar suka sama suka
Apa bisa di kenakan hukup pencabulan atau pidana lain
Maaf mau nanya,
ReplyDeleteMisalkan ada seorang pendidik dg sengaja memegang payudara,alat kelamin, dan mencium anak didiknya. Itu terjerat hukum yg seperti apa,,? Pasal apa,,?
Maaf mau nanya,
ReplyDeleteMisalkan ada seorang pendidik dg sengaja memegang payudara,alat kelamin, dan mencium anak didiknya. Itu terjerat hukum yg seperti apa,,? Pasal apa,,?
Maaf mau nanya,
ReplyDeleteMisalkan ada seorang pendidik, dg sengaja mencium, memegang payudara, alat kelamin anak didiknya. Itu terjerat hukuman yg seperti apa,? Pasal berapa,?
Maaf mau nanya,
ReplyDeleteMisalkan ada seorang pendidik, dg sengaja mencium, memegang payudara, alat kelamin anak didiknya. Itu terjerat hukuman yg seperti apa,? Pasal berapa,?
Maaf mau nanya,
ReplyDeleteMisalkan ada seorang pendidik, dg sengaja mencium, memegang payudara, alat kelamin anak didiknya. Itu terjerat hukuman yg seperti apa,? Pasal berapa,?
Maaf mau nanya,
ReplyDeleteMisalkan ada seorang pendidik, dg sengaja mencium, memegang payudara, alat kelamin anak didiknya. Itu terjerat hukuman yg seperti apa,? Pasal berapa,?
Kalau ada pelecehan orang tua terhadap anaknya sendiri bagai mana itu,
ReplyDeleteKalau ada pelecehan orang tua terhadap anaknya sendiri bagai mana itu,
ReplyDeleteIya
ReplyDeleteKl pelecehan nya scara verbal atau mngajak utk mlakukan hal trsebut dan diancam akan dikroyok ttp krna wanita itu tdk mau dan memilih mati drpda mlakukam sma org itu krna brsikeras memilih mati drpd mlakukan dgn org itu akhirnya org itu meminta maaf dan mngantar pulang
ReplyDeleteApakah itu bisa dilaporkan??
Tnpa ada bukti
Kl bisa apakah bisa dituntut
Apakah masih bisa tanya jawab?
ReplyDeleteKalo bisa menjawab pertanyaan. Saya .. Alhamdulillah...moga menambah pencerahan. .buat semua.
ReplyDeleteAndai.. ada 2 anak cowok..umur 15 thn..dan cewek 14 THN...dihadapkan dengan situasi..mabuk dan minum bareng. Dengan dibawah pengaruh minuman mereka melakukan persetubuhan..bersama..dan di kemudian hari. Dari pihak si cewek..melaporkan. Dengan alasan di cekekokin minuman ..sedang kan sicewek..terkesan nakal. Di kesehariannya ....
ReplyDeleteDan dia melaporkan tentang pergumulan mereka ...apakah si cowok si A dan si B..bisa terjerat hukum ?
Yg bisa menjawab..secara gamblang..saya ucapkan terima kasih .
ReplyDelete