BAB I
PENDAHULUAN
Dalam undang-undang diupayakan seadil-adil mungkin
dalam pembuatannya dan juga penerapan undang-undang tersebut. Dan juga tidak di
kesampingkan hak dari pada terpidana. Ini jelas terlihat dari kesempatan yang
diberikan undang-undang dalam berbagai tingkatan. Misalnya saja seseorang yang
tidak puas dengan keputusan pengadilan maka dia mempunyai hak untuk mengajukan
kembali ketidaksetujuannya itu kepada pengadilan tinggi.
Namun semua itu ada syarat yang telah ditetapkan dalam
UU, misalnya saja ada bukti yang terbaru atau novum yang dapat meringankan atau
bahkan membebaskan si terdakwa dari putusan pengadilan pertama atau pengadilan
negeri. Untuk pengajuan banding itu ada batasan waktu yang jika melewati
batasan tersebut maka putusan pengadilan negeri atau pengadilan tingkat pertama
telah disetujui oleh pihak yang telah di dakwa oleh pengadilan.
Jika sebuah keputusan pada tingkat banding juga tidak
memuaskan salah satu pihak, maka pihak yang merasa tidak puas dengan keputusan
tersebut dapat mengajukan peninjauan kembali (PK) pada tingkatan Mahkamah Agung
(MA) dalam bentuk kasasi.
Maka dalam makalah ini kami mencoba membahas tentang
procedure atau tatacara dalam pengajuan banding dan kasasi atau lebih tepastnya
tentang Upaya-upaya Hukum dalam undang-undang pengadilan di Indonesia,
pengertian dari upaya hukum dan bentuk-bentuk upaya hukum yang telah digariskan
oleh undang-undang (KUHAP) Dan juga, kami mencoba membahas dan menjelaskan tentang
hak dari para pihak yang tidak puas terhadap putusan pengadilan negeri ataupun
pengadilan tinggi.
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian upaya
hukum
Tujuan utama dalam suatu
proses di muka Pengadilan adalah untuk memperoleh putusan Hakim yang
berkekuatan hukum tetap. Akan tetapi, setiap putusan yang dijatuhkan oleh Hakim
belum tentu dapat menjamin kebenaran secara yuridis, karena putusan itu tidak
lepas dari kekeliruan dan kekhilafan, bahkan tidak mustahil bersifat memihak.
Agar kekeliruan dan kekilafan itu dapat diperbaiki, maka demi tegaknya
kebenaran dan keadilan, terhadap putusan Hakim itu dimungkinkan untuk diperiksa
ulang. Cara yang tepat untuk dapat mewujudkan kebenaran dan keadilan itu adalah
dengan melaksanakan upaya hukum. Jadi, Upaya hukum merupakan Upaya atau alat
untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan (Krisna Harahap,
2003 : 114-115).
Upaya hukum merupakan hak
terdakwa yang dapat dipergunakan apabila siterdakwa merasa tidak puas atas
putusan yang diberikan oleh pengadilan. Karena upaya hukum ini merupakan hak,
jadi hak tersebut bisa saja dipergunakan dan bisa juga siterdakwa tidak
menggunakan hak tersebut. Akan tetapi, bila hak untuk mengajukan upaya hukum
tersebut dipergunakan oleh siterdakwa, maka pengadilan wajib menerimanya. Hal
ini dapat dilihat dalam KUHAP pada rumusan pasal 67 yang menyatakan: “terdakwa
atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan
tingkat pertama, kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan
hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan
acara cepat”
KUHAP membedakan upaya hukum kepada dua macam, Upaya hukum
biasa dan upaya hukum luar biasa (istimewa). Upaya hukum biasa terdiri dari dua
bagian, bagian kesatu tentang pemeriksaan tingkat banding, dan bagian kedua
adalah pemeriksaan kasasi. Sedangkan uapaya hukum luar biasa adalah peninjauan
kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
- Upaya Hukum Biasa
1.
Pemeriksaan Tingkat Banding
Dari segi formal ,
pemeriksaan banding merupakan upaya yag data diminta oleh pihak yang
berkepentingan , supaya putusan peradilan tingkat pertama diperiksa lagi dalam
peradilan tingkat banding. Dengan kata lain undang-undang memberi upaya kepada
pihak yang berkepentingan untuk mengajukan permintaan pemeriksaan putusan peradilan tingkat pertama kepada peradilan
tingkat banding.
Ditijau
dari segi tujuan pemeriksaan tingkat banding mempunyai beberapa maksud antara
lain sebagai berikut:
- Memperbaiki kekeliruan putusan tingkat pertama
Pada dasarnya segala
putusan yang dikeluarkan oleh pengadilan mengenai hakim tak luput dari kesalan,
kelalaian, dan kekhilafan. Agar kesalahan dan kelalaian tersebut tidak melekat
pada putusan yang dijatuhkan, undang-undang memberikan kesempatan untuk
melakukan upaya hukum yang bertujuan untuk mengoreksi kekeliruan yang ada dalam
putusan tersebut koreksi atau perbaikan atas kesalahan putusan tingkat pertama
tersebut dibebankan kepada peradilan tingkat banding dalam pemeriksaan tingkat
banding.
- Mencegah kesewenangan dan penyalahgunaan jabatan
Tidak dapat dibayangkan
seandainya undang-undang tidak membuka pemeriksaan tingkat banding, peradilan
tingkat pertama bisa saja terjerumus kepada kesewenangan dan penyalahgunaan
jabatan karena putusan tersebut telah absolut. akan tetapi dengan adanya upaya
banding hal ini mempengaruhi peradilan tigkat pertama untuk lebih berhati-hati
dan korektif karena ada kemungkinan putusan yang dijatuhkannya akan di uji kebenarannya
pada peradilan tingkat banding.
- Untuk Menciptakan keseragaman Penerapan hukum
Yang dimaksud dengan
keseragaman penerapan hukum adalah sesuainya dalam menafsirkan salah atau
tidaknya suatu perbuatan menurut undang-undang . Baik dari sudut pandang
peradilan tingkat pertama maupun peradilan tingkat banding. Hal ini untuk
menghindari terjadinya penerapan putusan peradilan yang saling tidak
bersesuaian antar peradilan .
Mengenai pemeriksaan
tingkat banding dalam KUHAP dapat dilihat pada pasal 233 – 243, diantaranya
dibahas antara lain mengenai :
- Penerimaan permintaan banding.
Penerimaan permohonan banding dilakukan atas alasan
permintaan yang memenuhi persyaratan undang-undang, diantaranya :
- Permohonan banding memenuhi syarat.
Hal ini dapat dilihat dalam pasal 233 yang antara lain memuat :
-
Permohonan diajukan kepada
panitera pengadilan negeri yang memutus perkara tersebut.
-
Permohonan banding diajukan
terhadap putusan yang dapat diminta banding.
-
Permintaan banding diajukan
dalam tenggang waktu yang ditentukan yakni 7 hari sesudah putusan dijatuhkan.
- Tatacara penerimaan banding
-
permohonan permintaan banding
disampaikan kepada panitera pengadilan negeri yang memutus perkara tersebut,
dalam hal ini panitera wajib membuat akta permintaan banding yang di
tandatangani oleh pemohon.
-
Permohonan banding juga dapat
dilakukan tanpa menghadap langsung pada panitera yang mungkin karena pemohon
berhalangan.
-
Yang berhak mengajukan
permintaan banding antara lain terdakwa, orang yang khusus dikuasakan terdakwa,
petuntut umum, terdakwa dengan petuntut umum yang sekaligus sama-sama
mengajukan banding.
- permintaan banding wajib diberitahukan kepada pihak lain agar mereka dapat mempersiapkan diri.
- Tenggang waktu pengiriman berkas paling lambat 14 hari terhitung sejak permohonan banding diajukan.
- Memori dan kontra memori banding adalah uraian atau risalah yang memuat tanggapan keberatan terhadap putusan yang dijatuhkan pengadilan tingkat pertama, hal ini diajukan oleh pemohon untuk mengemukakan kelemahan dan ketidaktepatan penafsiran atau penerapan hukum yang terdapat dalam putusan pengadilan tingkat pertama. Kontra memori banding ini merupakan hak kepada pemohon, bukan kewajiban hukum jadi tanpa memori banding pun perkara tetap diperiksa.
- Pencabutan permohonan banding dapat dilakukan selama perkara banding belum diputuskan oleh pengadilan tinggi, jadi apabila telah dicabut permintaan banding keatas perkara tersebut tidak dapat diajukan lagi.
- Pemeriksaan pada tingkat banding hanya berdasarkan berkas perkara yang terdiri daripada :
-
berita acara pemeriksaan
penyidik
-
berita acara pemeriksaan
disidang pengadilan negeri
-
semua surat
yang timbul selama pemeriksaan sidang negeri sepanjang surat tersebut berhubungan dengan perkara
-
putusan yang dijatuhkan
pengadilan negeri
Walaupun di pengadilan
tinggi pemeriksaan hanya didasarkan atas berkas perkara, namun tidak menuntut
kemungkinan pihak pengadilan tinggi mendengar langsung pernyataan yang dianggap
perlu kepada pihak yang bersangkutan
- bentuk putusan tingkat banding dapat berupa :
1)
menguatkan putusan pengadilan
negeri. Baik secara murni maupun dengan tambahan pertimbangan atau bisa juga
menguatkan putusan dengan alasan pertimbangan lain.
2)
Mengubah atau memperbaiki
putusan peradilan negeri, dapat berupa :
-
perubahan atau perbaikan
kualifikasi tindak pidana
-
perubahan atau perbaikan
mengenai alat bukti
-
perubahan atau perbaikan
pemidanaan
2.
Pemeriksaan Tingkat Kasasi
Kasasi merupakan upaya
hukum tingkat kedua setelah pemeriksaan tingkat banding. Aturan formil menegnai
procedure dalam beracara pada pemeriksaan tingkat kasasi ini dapat dilihat
dalam KUHAP pasal 244 sampai pasal 258.
Terhadap putusan perkara
pidana yang diberikan oleh pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, terdakwa
atau penuntut umum dapat mengajukan kasasi permintaan pemeriksaan kasasi pada Mahkamah
Agung, kecuali terhadap putusan bebas. Upaya-upaya kasasi ini juga merupakan
hak yang diberikan kepada terdakwa maupun penuntut umum.
Tujuan upaya kasasi
antara lain adalah untuk mengoreksi kesalahan putusan pengadilan bawahan, dapat
juga putusan yang dikeluarkan oleh mahkamah agung itu merupakan koreksi
sekaligus menciptakan hukum baru dalam bentuk yurisprudensi. Disamping itu juga
kasasi dari mahkamah agung juga merupakan bentuk pengawasan terciptanya
keseragaman penegakan hukum.
Dalam buku yang dikarang oleh M.Yahya beliau menjelaskan
setidak ada tiga alas an yang dibenarkan oleh UU untuk mengajukan kasasi, di
antaranya:
- Untuk menguji apakah benar suatu peraturan hukum telah diterapkan sebagaimana mestinya atau tidak.
- Untuk menguji apakah benar cara mengadili telah dilaksanakan berdasarkan ketentuan UU.
- Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.
Prosedur permohonan kasasi antara lain meliputi :
-
pengajuan permohonan kasasi
kepada panitera pengadilan yang telah memutuskan perkaranya dalam waktu 14 hari
sesudah putusan dan ditandai dengan adanya tanda terima penyerahan memori
kasasi.
-
permintaan tersebut ditulis
oleh panitera yang kemudian ditandatangani oleh panitera dan pemohon serta
dicatat dalam berkas perkara.
-
Permintaan kasasi wajib
diberitahukan kepada semua pihak yang berkepentingan.
-
Pemeriksaan kasasi dilakukan
dengan sekurang-kurangnya tiga orang hakim meliputi berkas perkara. Tetapi
tidak menutup kemungkinan adanya pemeriksaan tambahan.
3.
Upaya Hukum Luar Biasa
Disebut upaya hukum luar biasa karena:
- Diajukan dan ditujukan terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum yang tetap.
- Upaya ini hanya dapat dilakukan dalam keadaan tertentu, bukan terhadap semua putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum yang tetap.
- Upaya hukum luar biasa diajukan kepada mahkamah agung sebagai pemeriksa, serta pembuat keputusan sebagai instansi pertama dan terakhir.
Upaya hukum luar biasa UU menggolongkannya kepada dua bagian:
- Kasasi demi
kepentingan hukum
Procedure hukum beracara
dalam pemeriksaan tingkat kasasi demi kepentingan hukum dapat dilihat dalam
KUHAP pasal 259 sampai pasal 262. Terhadap semua putusan pengadilan kecuali
putusan mahkamah agung, dapat diajukan kasasi demi kepentingan hukum dengan
syarat putusan pengadilan itu telah berkekuatan hukum yang tetap. Jadi, hanya
terbatas pada putusan pengadilan negeri dan putusan pengadilan tinggi.
Pada dasarnya procedure
pengajuan kasasi demi kepentingan hukum ini sama halnya dengan beberapa upaya
hukum yang telah dijelaskan diatas. Yakni, permohonan nya disampaikan kepada
panitera pengadilan tingkat pertama yang selanjutnya oleh panitera disampaikan
kepada pihak yang berkepentingan yang dilampirkan dalam berkas perkara.
- Peninjauan Kembali (PK)
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap
Tata cara beracara pada peninjauan kembali putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap (PK) dapat dirujuk
pdalam KUHAP pasal 263-269.
Yang membedakan PK dengan
kasasai demi kepentingan hukum adalah bahwa kasasi demi kepentingan hukum
dikecualikan atas putusan mahkamah agung, sedangkan PK dapat diajukan atas semua
bentuk keputusan dan dari segala instansi baik itu putusan dari pengadilan negeri,
pengadilan tinggi, maupun mahkamah agung sendiri. Perbedaannnya juga terdapat
pada pihak yang dapat mengajukan permohonan PK yakni hanya terpidana atau ahli
warisnya, sedangkan Jaksa agung tidak dapat mengajukan PK.
Tetapi pada masa
belakangan ini terutama sejak lahir putusan No. 55 PK/Pid/1996 yang menerima
secara formal permintaan peninjaun kembali oleh penuntut umum dalam kasus
Muchktar Pak Pahan telah menimbulkna perdebatan diberbagai kalangan dan menjadi
preseden bagi penuntut umum untuk mengajukan PK. Bahkan hingga saat ini ada
beberapa permintaan PK yang terdaftar di Mahkamah Agung yang diajukan oleh
penuntut umum.
Alasan pokok yang dapat
dijadikan dasar permintaan PK ialah disebut didalam pasal 263 ayat 2 adalah:
- Novum, yakni adanya keadaan baru yang mempunyai sifat dan kualitas untuk meringankan terpidana. baik itu meringankan dari segi dia bisa bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum atau meringankan dari segi tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau bisa juga meringankan dari segi pidana yang dia terima.
- Apabila terdapat pertentangan dalam berbagai putusan. misalnya adanya pertentangan antara putusan perdata dengan putusan pidana. Sebagai contoh: terdakwa yang berstatus sebagai direktur BPD dijatuhi pidana karena bersalah melakukan kejahatan penggelapan dalam jabatan karena menjual tanah jaminan di bawah tangan tanpa melalui PUPN (pasal 374 KUHP). Tetapi dalam perkara perdata pengadilan perdata menyimpulkan bahwa penjualan dibawah tangan atas barang jaminan yang dilakukan tersebut adalah sah dan tidak bertentangan dengan cara yang ditentukan oleh UU. Nah, dalam kasus seperti ini terpidana dapat menjadikannya sebagai alasan yang mendasari permintaan peninjauan kembali.
- Apabila terdapat kekhilafan atau kekeliruan yang nyata dalam putusan.
Tata cara mengajukan peninjauan kembali meliputi;
a)
Permintaan peninjauan kembali
diajukan baik secara tertulis maupun lisan dengan mengemukakan alasan-alasan
yang mendasari permintaan peninjauan kembali kepada panitera yang memutus
perkara itu pada tingkat pertama tanpa batas waktu.
b)
Kemudian panitera membuat akta
permintaan PK yang ditanda tangani oleh permohonan panitera. Kemudian berkas
tersebut disampaikan kepada mahkamah agung melalaui ketua pengadilan.
BAB
III
PENUTUP
- KESIMPULAN
Upaya hukum merupakan suatu tindakan yang diberikan atau
hak yang diberikan oleh undang-undang kepada para pihak yang tidak puas dengan
keputusan pengadilan diberbagai tingkatan pengadilan.
Ada dua upaya hukum yaitu:
- Upaya hukum biasa; yantermasuk kedalam upaya hukum biasa adalah:
a.
Upaya hukum banding
b.
Upaya hukum kasasi
- Upaya hukum luar biasa; yang termasuk kedalam upaya luar biasa adalah:
a.
Kasasi demi kepentingan hukum
b.
Peninjauan kembali (PK) putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap
Semua upaya hukum ini mempunyai aturan dan tatacara
dalam pengajuannya. Dan juga merupakan hak dari setiap warga negara Indonesia yang
tidak puas dengan keputusan pengadilan.
No comments:
Post a Comment