Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka,
maka dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian, bentuk
pertama dari pendidkan terdapat dalam kehidupan keluarga.
Pada umumnya pendidikan dalam keluarga itu bukan berpangkal dari
kesadaran dan pengertian yang lahir dari pengetahuan mendidik, melainkan karena
secara kodrati suasana dan strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun
situasi pendidikan, situasi pendidikan itu terwujud berkat adanya pergaulan dan
hubungan pengaruh mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak.
Orang tua turut berperan dalam pembentukan nilai terutama dengan uraian
dan keterangan mengenai keyakinan dalam agama yang dianutnya. Orang tua dapat
membantu anak dengan mengemukakan peranan agama dalam kehidupan masa dewasa,
sehingga penyadaran ini dapat memberi arti yang baru pada keyakinan agama yang
telah diperolehnya. Selain itu orang tua juga memegang peranan penting dan amat
berperangaruh atas pendidikan anak-anaknya, sejak anak lahir, ibunya selalu ada
disampinganya. Bahkan sejak dalam kandunganpun pendidikan harus mulai diberikan
orang tua, yaitu melalui metode pengikutsertaaan ketika mau berwudhu, shalat,
membaca al’quran, hendaknya orang tua selalu mendampinginya.[1]
Pendidikan agama islam itu merupakan pendidikan yang sangat penting
sekali, sehingga orang tua harus mampu mengarahkan pendidikan nya di bidang
keagamaan. Seorang anak sejak dini harus mampu membaca Al-Quran, melakukan
salat, puasa dan sebagainya semua itu tergantung kepada orang tua dalam
mengarahkan dan membimbingnya. Sebagaimana dalam hadist:
عن ابى هريرةرض الله عنه قال:
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : كل مولد يولد على الفطرة فأ بواه يهو دانه اوينصر نه اويمجسا نه. (رواه
البخارى)
Artinya :
Dari Abu Hurairah r.a berkata : Bersabda Rasulullah Saw setiap anak dilahirkan
dalam keadaan fitrah maka kedua orang tua nya lah yang akan menjadikan ia
sebagai yahudi, nasrani atau majusi.(H. R. Bukhari ).[2]
Dari hadist diatas jelas bahwa apabila orang tua mengajarkan dan
membimbing anak dengan prinsip-prinsip iman dan islam maka anak akan tumbuh dan
berkembang dalam akidah dan islam, begitu juga sebaliknya, apabila orang tua
tidak menanamkan prinsip-prinsip keagaman pada diri anak, maka nantinya ia akan
tumbuh dengan mengikuti arah hidup yang berlaku dilingkungan sekitarnya. Dengan
sendirinya anak akan mudah terpengaruh dan terjerumus kedalam hal-hal yang akan
menyesatkannya, yang bisa berdampak negatif bagi kehidupan dan masa depannya.
Demikian pula islam memerintahkan agar para orang tua berlaku sebagai
kepala dan pimpinan dalam keluarganya serta berkewajiban untuk memelihara
keluarganya dari api neraka, sebagai mana firman Allah S.W.T
يأيهاالذين امنواقواأنفسكم واهليكم ناراوقودهاالناس
والحجارةعليهاملا ئكة غلاظ شدادلايعصون الله مآأمرهم ويفعلون مايؤمرون (التحريم : ٦)
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, perihalah dirimu dan keluarga mu dari api neraka
yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat yang kasar, yang
keras, yang tidak pernah mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan (Q.S
Al-Tahrim :6)[3]
Selain berperan sebagai pendidik, orang tua juga memegang peranan lain
yang perlu disadari dan dibina oleh kedua orang tua terhadap anak antara lain
sebagai berikut :
1. Memelihara dan membesarkanya. Dengan memberikan
makanan, minuman, perawatan, agar ia dapat hidup secara berkelanjutan
2. Melindungi dan menjamin kesehatanya, baik secara
jasmaniah dan rohaniah, dari berbagai ganguan penyakit atau bahaya lingkuangan
yang dapat membahayakan dirinya
3. Mendidik dengan berbagai ilmu pengetahuan dan
ketrampilan yang berguna bagi hidupnya, sehingga apabila telah dewasa, ia mampu
berdiri sendiri sendiri dan membantu orang lain.
4. Membahagikan anak untuk dunia dan akhirat dengan
memberikan pendidikan agama sesuai dengan ketentuan Allah sebagai tujuan akhir
hidup muslim.[4]
Lain hal nya dengan pendapat yang dikemukan Ramayulis, ia berpendapat
bahwa:
Ruang lingkup tanggung jawab pendidikan islam yang
meliputi pendidikan tentang kehidupan dunia dan akhirat sangat luas, maka orang
tua tidak dapat memikul sendiri tanggung jawab pendidikan anaknya secara
senpurna lebih-lebih dalam kehidupan masyarakat yang senantiasa berkembang dengan maju.orang tua memiliki keterbatasan
dalam memdidik anak mereka, makanya tugas dan tanggung jawab pendidikan anak
diamanahkan kepada pendidik lainnya yang berada disekolah dan lingkungan
masyarakat.[5]
Dari beberapa peran orang tua yang disebutkan di atas jelaslah bahwa
orang tua bertanggung jawab untuk membimbing anaknya, selain sebagai pembimbing
orang tua juga bertanggung jawab dalam mewujudkan anak-anak yang memiliki
potensi hidup beragama yang kuat, agar nantinya ia bisa mengenal dirinya,
penciptaanya, orang tua nya. Dengan demikian dalam diri anak akan timbul rasa
taat dan patuh serta dan berlaku hormat pada orang tua nya, bahkan akan tidak
berani membantah apalagi membentak hingga menyakitinya, karena kita ketahui
bahwa hal yang demikian sangat dilarang dalam islam dan harus kita hindari. Hal
demikian difirmankan oleh Allah dalam surat
Al-isra : 23-24
وقضى ربك ألا تعبدوا إلاإياه وبالوالدين إحسانا إما
يبلغن عندك الكبرأحدهمآ أوكلاهما فلا تقل لهمآ أف ولاتنهرهما وقل لهما قولا كريما (٢٣) واخفض لهما جناح الذل من الرحمة وقل رب ارحمهما كما
ربيانى صغيرا(٢٤)
Artinya : 23.
Dan tuhan mu telah memerintahkan kamu
supaya jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya, jika ialah seorang diantara keduanya atau
kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepadakepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah
kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
24. Dan rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah wahai tuhan ku,
kasihilah mereka keduanya sebagaimana mereka mendidik aku waktu kecil‘(Q.S. al,
isra, :23-24)[6]
[1] Ibid,
hal. 62.
[3] Soenarjo, Alqur’an
dan Terjemahannya, (Jakarta: Depag RI, 1999), hal. 951.
[5]
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia,
2008), hal. 64.
No comments:
Post a Comment