Metode pendidikan islam itu ada lima
macam yaitu :
1.
Metode
Keteladanan
Metode ini sangat meyakinkan
keberhasilanya dalam mempersiapkan dan membentuk anak di dalam moral, spiritual
dan sosial. Hal ini karena pendidikan adalah contoh terbaik dalam pandangan
anak yang akan ditirunya dalam tindak tanduknya, dan tata santunnya, disadari
atau tidak, bahwa tercetak dalam jiwa dan perasaan suatu gambaran pendidikan
tersebut baik dalam ucapan atau perbuatan, baik meteril atau spiritual.[1]
Sebagaimana Allah telah
menunjukkan bahwa contoh keteladanan dari kehidupan Nabi Muhammad adalah
mengandung nilai paedagogis bagi manusia sebagaimana Firman Allah:
لقد
كان لكم في رسول الله أسوةحسنة لمن كان يرجواالله واليوم الأخروذكرالله كثيرا (الاحزاب
: ٢١)
Artinya : Sesungguhnya telah ada pada
diri rasul itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang-orang yang
mengharapkan rahmat Allah dan hari akhir dan dia banyak mengingat Allah. (Q.S
Al-Ahzab : 21)[2]
Perlu diketahui bahwa faktor keteladanan menjadi
faktor penting dalam hal baik buruknya anak. Jika pendidik jujur, dapat dipercaya,
berakhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang
bertentangan dengan agama, maka sianak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk
dengan akhlak mulia, keberanian dan sikap menjauhkan diri dari perbuatan yang
bertentangan dengan agama. “Dan jika pendidik bohong, khianat, durhaka, kikir,
penakut, dan hina, maka sianak akan tumbuh dalam kebohongan, khianat, durhaka,
kikir, penakut, dan hina pula”.[3]
Berdasarkan semua ini, seorang penyair melontarkan
kecaman yang pedas terhadap pengajar yang tindak tanduknya bertentangan dengan
perkataannya :
Wahai orang yang mengajar orang lain
kenapa engkau tidak mengajari dirimu sendiri
engkau terangkan bermacam obat bagi segala penyakit
agar yang sakit sembuh semua
sedang engkau sendiri ditimpa sakit
obatilah dirimu dahulu
lalu cegahlah agar tidak menular
kepada oran
lain
dengan demikian engkau adalah seseorang yang bijak
maka yang engkau nasehatkan
akan mereka terima dan ikuti
ilmu yang engkau ajarkan
akan bermanfaat bagi mereka.[4]
Demikian pula yang
dikatakan oleh Muhyi Hilal Sarhan, yang dikutip oleh Muhammad Tolhah Hasan,
Sarhan mengatakan:
Bahwa perilaku
kedua orang tuanya, perilakunya, dan keyakinannya mempunyai pengaruh yang kuat
dalam pembentukan anak-anaknya, yang jelas bahwa anak-anak yang hidup yang di dalam
linkungan orang tuanya yang kasar, pemarah, dan jauh dari sikap religius
pertumbuhannya akan berbeda sekali dengan anak-anak yang hidup ditengah
keluarga yang lembut tidak pemarah, sopan, dan berbudi luhur. Dengan demikian
orang tua yang menjadi panutan bagi anak-anak itu harus lebih dulu memberikan
teladan yang serba baik, baik dalam kesopanan berbicara, bergaul maupun didaam
sikap-sikap lainnya.[5]
Selain memberikan
contoh teladan yang baik bagi anak-anak, orang tua juga perlu memberikan
gambaran keteladanan dari diri Rasullah saw, para sahabat, orang yang saleh
terdahulu, serta orang-orang yang mengikuti jejaknya dengan baik, dan
mengamalkan perintah Allah SWT.
Penyusun beranggapan
bahwa pendidikan dengan member teladan secara baik, dari orang tua, maka
pendidikan itu merupakan faktor yang sangat memberi bekas dalam memperbaikai
anak, member petunjuk, dan mempersiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yang
secara bersama-sama membangun kehidupan. Ini semua sangat memungkinkan untuk
dilakukan oleh kedua orang tua kepada sang anak. Dan bagi keduanya hendaknya
mampu untuk menyediakan buah hatinya suasana yang baik, jika memang ada
keinginan keras untuk memperbaiki dan merubah buah hatinya sebagai “ malaikat”
yang berjalan diantara ummat manusia.
2.
Metode
Pembiasaan
Masalah yang sudah
menjadi kata'atan dalam syariah islam bahwa pendidikan anak diciptakan dengan
fitrah tauhid yang murni, agama yang lurus, dan iman kepada Allah, ini sesuai
dengan firman Allah :
فأقم
وجهك للدين حنيفا فطرت الله
التي فطر الناس عليها لاتبديل لخلق الله ذلك الدين القيم ولكن أكثرالناس لايعلمون
(الروم :٣٠)
Artinya : Maka, hadapkanlah dengan lurus kepada
agama Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah anak. (itulah) agama yang lurus tetapi kenyataan manusia
tidak mengetahui (Q.S. Al-Ruum : 30)[6]
Firman Allah bahwa
manusia diciptakan Allah mempunyai “naluri
beragama, yaitu agama tauhid. Jika ada manusia tidak memiliki agama tauhid, hal
itu tidaklah wajar. Mereka tidak
beragama tauhid itu hanyalah karena pengaruh lingkungan”.[7]
Dalam ini kebiasaan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, ”karena itu menghemat banyak
kekuatan manusia. Islam mempergunakan kebiasaan itu sebagai salah satu teknik
pendidikan, lalu mengubah seluruh sifat-sifat baik menjadi kebiasaan, sehingga
jiwa dapat menunaikan kebiasaan”.[8]
Oleh karena itu,
setelah diketahui bahwa kecenderungan dan naluri anak-anak dalam pengajaran dan
pembiasaan adalah sangat besar dibanding Asia lainnya, maka hendaklah para
pendidik, ayah, ibu, dan pengajar untuk memusatkan perhatian pada pengajaran
anak-anak tentang kebaikan dan upaya membiasakannya sejak ia sudah mulai
memahami realita kehidupan ini.
Adapun beberapa contoh
yang hendaknya dilakukan orang tua dalam mengajarkan pembiasaan pada anak
terhadap prinsip-prinsip kebaikan, dengan harapan akan dijadikan sebagai
pelajaran bagi mereka.
Pertama, hendaknya
orang tua mengajarkan kata-kata lailahailallah kepada anaknya, seperti yang diriwayatkan
Al-Hakim dari Ibnu Abbas ra. Dari
Rasulullah saw, bahwasanya beliau bersabda:
افتحوا
على صبيا نكم أول كلمة بلا اله إلاالله
Artinya: Ajarkanlah anak-anakmu kata-kata pertama dengan Lailahailallah.[9]
Perlu diketahui oleh
orang tua bahwa apa bila anak dibiasakan dengan menyebut nama Allah, maka akan
menyediakan dan membiasakan anak agar beriman dengan sepenuh jiwa dan hatinya,
bahwa tidak ada pencipta, tidak ada Tuhan kecuali Allah yang maha suci, dengan
demikian akan tumbuh dan tertanam dalam diri anak nilai-nilai keimanan kepada
Allah.
Kedua,
diharapkan orang tua mengajarkan anak-anak rukun shalat, ketika mereka berusia
tujuh tahun, sebagai mana diriwayatkan Al-Hakim dan Abu Daud Ibnu ‘Amr bin ‘Ash
ra, dari Rasulullah Saw. Bahw beliau bersabda :
مروااولادكم
بالصلاة وهم ابناءسبع سنين, واضربوهم عليه وهم ابناءعشر, ونرقوا بينهم فى المضاجع
Artinya:
“Suruhlah anak-anak mu mengerja kan
salat, ketika mereka berusis tuuh tahun, dan pukullah mereka jika enggan,
ketika mereka berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah antara mereka jika mereka
tidur”.[10]
Dalam hal ini orang tua bertanggung
jawab mempelajari anak-anak tentang hukum salat, bilangan rakaat salat, tata
cara mengerjakannya, kemudian membiasakan anak untuk mengerjakannya baik
berjamaah dirumah, maupun di mesjid, sehingga anak sadar bahwa salat merupakan
kewajiban yang harus ditunaikan, dan dengan kebiasaan tersebut akan melekat
pada jiwanya dan tidak dapat
terpisahkan.
Ketiga,
orang tua hendaknya mengajari anak-anak dengan hukum-hukum halal dan haram, serta
melatih anak untuk menaati perintah Allah dan menjauhi larangan-nya.[11] Apabila orang tua mendapati anaknya berbuat suatu
perbuatan yang mungkar, misalnya, berkata kotor, berbohong, maka hendaknya
orang tua memperingatinya bahwa perbuatan tersebut dilarang Allah, apabila
dilakukan akan berdosa dan haram hukumnya. Oleh karena itu hendaknya orang tua
selalu membiasakan anak untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan makruf seperti
sedekah, membantu orang lain dan sebagainya.
Keempat,
diharapkan kepada orang tua agar mengajari anak-anaknya untuk mencintai Nabi,
mencintai keluarganya, para sahabat dan membiasakan membaca Al-Qur’an agar anak
tumbuh kegemaran dalam membaca Al-Qur’an.[12] Keempat
contoh berikut hendaknya diterapkan orang tua dalam mendidik anak-anaknya untuk
membiasakan mendalami nilai-nilai keagamaan.
Syaikh
Ibnu Fauzi mengatakan bahwa “sebaik-baiknya memberikan bimbingan adalah pada
waktu anak masih kecil, jika anak itu sudah besar dan sudah mempunyai suatu
macam tabiat dimana dia akan berkembang menuruti tabiat itu dan juga sudah
biasa dalam keadaan demikian dia akan sukar di ubah.”[13]
Untuk
itu hendaknya orang tua mengerjakan anak-anak dengan kebiasaan-kebiasaan yang
baik agar kelak anak akan selalu terbiasa melakukan hal-hal yang baik pula
seperti yang telah diajarkan oleh kedua
orang tuanya.
3. Metode Nasehat
Metode lain yang
penting dalam pendidikan, pembentukan keimanan, mempersiapkan moral, spiritual,
dan sosial anak adalah pendidikan anak adalah pendidikan dengan pemberian
nasehat. Sebab, nasehat itu dapat membukakan mata anak-anak pada hakikat
sesuatu, mendorongnya menuju situasi luhur, menghiasinya dengan akhlak yang
mulia, dan memberinya dengan prinsip-prinsip islam. Maka tak heran kita
mendapatkan Al-Quran memakai metode ini yang bicara kepada jiwa, dan
mengulang-ngulangnya dalam beberapa ayat yang tepat menguntungkan perasaan dan
tidak membiarkan perasaan itu jatuh ke dasar bawah dan mati tidak bergerak.[14]
Al- Quran sendiri penuh
berisi nasehat-nasehat dan tuntunan-tuntunan, seperti surat Lukman ayat 13 :
وأذقال
لقمن لابنه وهو يعظه يبني لا تشرك باالله إن الشرك لظلم عظيم (لقمن : ١٣)
Artinya : Dan ingatlah ketika Lukman berkata
kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: “hai anakku janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. (Q.S. lukman
:13)[15]
Metode nasehat bisa
disajikan lewat kisah, arahan, atau dengan membaca syair. Kisah dengan
menceritakan kisah para Nabi yang bisa diambil hikmah dan menjadi panutan bagi
anak-anak, seperti kisah Rasulullah yang sabar dalam menghadapi kaumnya yang
ingkar terhadap ajarannya, hal ini bisa menjadi materi bagi orang tua dalam
menyampaikan metode nasehat ini. Begitu juga melalui arahan, orang tua bisa
menasehati anaknya dnegan memberikan arahan-arahan yang bernilai dan mengandung
unsur-unsur pendidikan keagamaan.
Rumah tangga yang
bahagia itu adalah rumah tangga yang dengan sadar menjadikan kekayaanya saling
menasehati, saling memperbaiki, dan saling mengoreksi dalam kebenaran dan
kesabaran melalui nasehat yang halus, lembut dan penuh kasih sayang, sehingga
nilai-nilai agama lebih mengenal pada diri anak.
4. Metode memberi perhatian
Metode ini bermaksud
untuk mencairkan, memperhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan anak dalam
pembinaan akidah dan moral. Metode pendidikan anak dengan cara memberikan
perhatian kepada anak “akan memberi dampak positif, karena dengan metode ini si
anak merasa dilindungi, diberi kasih sayang karena ada tempat untuk mengadu
baik suka maupun duka. Sehingga anak tersebut menjadi anak yang berani untuk
mengutarakan isi hatinya atau permasalahannya yang ia hadapi kepada orang
tuanya”.[16]
Nashih Ulwan
menyebutkan secara khusus dalam menerapkan metode perhatian orang tua harus
memperhatikan beberapa segi:
1.
Perhatian segi keimanan, orang tua
memperhatikan apa yang dipelajari anak mengenai prinsip, pikiran dan keyakinan
yang diberikan oleh para pembimbingnya dalam upaya pengarahan dan
pengajarannya, baik di sekolah atau di luar sekolah. Jika ia mendapatkan sesuatu
yang baik, perlu kiranya orang tua merasa bersyukur, namun ternyata jika
mendapatkan sebaliknya, hendaklah orang tua segera menunaikan tugasnya yaitu
menanamkan prinsip-prinsip tauhid dalam mengokohkan fondasi iman, agar
anak-anak selamat dari ajaran-ajaran yang membahayakan.
2.
Perhatian segi moral, orang tua harus
memperhatikan sifat kejujuran anak, sifat amanat, sifat menjaga lisan, serta
orang tua juga harus mmeperhatikan gejala kejiwaan dan kehendak anak, sehingga
orang tua selaku pendidik dapat mempebaiki penyimpangan moral anak dengan cara
yang efesien dan metode yang sesuai sehingga sampai pada pemecahan edukatif
yang tegas, yang memberikian kebaikan pada anak.
3.
Perhatian segi mental dan intelektual,
ornag tua juga harus memperhatikan daya kemampuan intelektual anak, dengan
memperhatikan prasarana dan metode yang mendukung kemampuan anak dalam upaya
mencapai ilmu pengetahuan yang dipelajari secara spesifik, selain itu orang tua
juga harus memperhatikan perkembangan mental anak, mengawasi agar anak tidak
melihat masalah pornografi, karena itu akan menggangu mentalnya dan membiaskan
kemampuan mengingat dan berfikir jernih, sehinga kosentrasi belajar akan
berkurang.
4.
Perahtian segi jasmani, selain pemberian
nafkah wajib misalnya makanan, tempat tinggal, pakaian, anak juga haurs
diperhatikan kesehatannya agar tidak mudah terkena penyakit, orang tua
hendaknya memperhatikan prasarana pencegahan dalam upaya menjaga kesehatan anak
dengan cara melarang anak untuk tidak makan buah-buahan yang belum di cuci bersih,
dan lain sebagainya.
5.
Segi psikologi, segi ini meliputi gejala
malu, gejala takut, gejala marah, tugas pendidikan harus menumbuhkan kebanaran,
menumbuhkan rasa ketabahan pada diri anak, agar tercipta rasa kecintaan
berkumpul dengan orang lain dan juga mampu menghadapi segala bentuk persoalan
dan bahaya dengan rasa yang tulus.
6.
Segi sosial anak, rasa sosial, perasaan
mulia, gemar bersedekah hendaknya pendidik menanamkan sifat –sifat yang
demikian pada diri anak agar tumbuh sifat kecintaan. Lemah lembut dan tabligh,
ia akan menunaikan hak Allah, hak dirinya sendiri, hak para hamba-Nya yang lain
dan menjadi manusia yang seutuhnya bijaksana, dihormati dan dimuliakan orang
lain.
7.
Segi spritual, dalam hal ini orang tua
harus memperhatikan cara kerja anak dalam mengamlkan dan mengabdi kepada Allah
dengan menanamkan rasa khusyu’ takwa dan
‘ubudiyah kepada Allah, sehingga akan tercipta anak-anaknya yang tidak
mengkhawatirkan dan tiodak mengecewakan bahkan ia termasuk golongan orang-orang
shaleh.[17]
5. Metode memberi hukuman
Pada dasarnya,
hukum-hukum syariat islam yang lurus dan adil, prinsip-prinsip yang universal,
berkisar di sekitar penjagaan berbagi keharusan asasi yang tidak bisa dilepas
oleh umat manusia. “Dalam ketentuan pendidikan islam metode pemberian hukuman
kepada anak tidak di boleh kan terlalu kejam dan keras, karena menurut pendapat
para ahli hukuman yang kejam akan membuat sianak menjadi penakut, rendah diri,
dan akibat-akibat lain yang negatif seperti sempit hati, pemalas, dan pembohong”.[18]
Menurut Aat syafaat dan kawan-kawanya, sebab-sebab yang
mendorong diperbolehkan sanksi pukulan antara lain sebagai berikut :
a
Bila
metode motivasi dan dorongan sudah diupayakan, tetapi tidak membuahkan hasil
b
Bila
metode pemuasan dan pemberian nasehat sudah dilakukan, tetapi tidak berhasil.
c
Bila
metode penolakan sudah dijalankan, tetapi tidak juga membuahkan hasil
d
Bila
metode ancaman sudah diterapkan, tetapi tidak berhasil.
e
Benar-benar
diperkirakan ada dampak positifnya dibalik sanksi kupulan.[19]
Selain sebab-sebab
pemberian hukuman kepada anak juga mempunyai adap-adap tersendiri seperti di
kemukakan oleh Abdul Karim Bakkar sebagai berikut :
a
Anak
yang usianya belum 10 tahun tidak boleh dipukul
b
Tidak
memukul kepala dan muka
c
Tidak
memukul pada saat pendidik sedang marah
d
Boleh
memberi ancaman saat melihat kesalahan
e
Tidak
memukul anak di hadapan orang lain
f
Pukulan
tidak melukai dan membahayakan
g
Setelah
marahnya reda barulah memukul.[20]
Adapun syarat memberikan hukuman pukulan
adalah sebagai berikut:
a.
Pendidik
tidak terburu menggunakan metode pukulan, kecuali setelah menggunakan semua
metode lembut lain yang mendidik dan membuat jera.
b.
Pendidik
tidak memukul ketika sedang marah, karena dikhawatirkan menimbulkan bahaya
terhadap anak.
c.
Hendaknya
memukul dengan menghindari anggota badan yang peka seperti, kepala, muka, dada
dan perut.
d.
Pukulan
pertama untuk hukuman, hendaknya tidak terlalu keras dan menyakitkan, pada
tangan atau kaki dengan tongkat yang tidak terlalu besar.
e.
Tidak
memukul anak sebelum berusia sepuluh tahun
f.
Jika
kesalahan anak adalah untuk pertama kalinya, hendaknyua ia diberi
kesempatan untuk bertaubat dari
perbuatan yang telah dilakukan, memberi kesempatan untuk meminta maaf, dan
mengambil janji untuk tidak mengulanginya lagi.
g.
Pendidik
hendaknya memukul anak degan tangannya sendiri, dan tidak menyerahkannya kepada
saudara-saudaranya atau teman-temannya.
h.
Jika
anak sudah menginjak dewasa dan pendidik melihat bahwa perlakuan sepuluh kali
tidak juga membuatnya jera, maka boleh ia menambah dan mengulangnya, sehingga
anaknya baik kembali.[21]
Dalam kondisi tertentu
kadang-kadang orang tua merasa perlu membebankan hukuman fisik kepada anak. Dan
yang harus diperhatikan tujuan memberikan hukuman adalah untuk mendidik anak.
Oleh sebab itu, hukuman haus diberikan dengan cara-cara yang baik.
Selain kondisi tertentu
kadang-kadang orang tua merasa perlu memberikan hukuman fisik kepada anak. Dan
yang harus diperhatikan tujuan memberikan hukuman adalah untuk mendidik anak.
Oleh sebab itu, hukuman harus diberikan dengan cara-cara yang baik.
[2] Soenarjo, Al-Qur’an
dan…,
hal. 670.
1993), Jilid 2, hal. 2.
[5]
Muhammad Tholhah Hasan (Mengutip Muhyi Hilal Sarhan, at-tarbiyah al-
Islamiyah), Islam dan Masalah Sumber Daya
Manusia, (Jakarta :
Lantabora press, 2005), hal. 20.
[8] Aat
Syafaat,
et, al., Peranan Pendidikan…, hal. 44.
[10] Ibid, hal. 60
[11] Ibid, hal. 61
[12] Ibid, hal. 62
[13] Muhammad Tholhah Hasan,
(Mengutip Syaikh Ibnu Fauzi, Attibur Ruhani), Islam dan Masalah...., hal. 17
[14] Aat Syafaat, et.,al., Pedoman Pendidikan...,hal. 45.
[15] Soenarjo, Al-Qur’an dan...,hal. 654.
[16] Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak..., hal.123
[17] Ibid.,hal. 133-143.
[18] Aat syafaat.,et.,al., Peranan Pendidikan...,hal. 47.
[19] Ibid, hal. 48
[20] Aat syafaat.,et.,al., (Mengutip
Abdul Karim Bakar, 75 Langkah Cemerlang
Melahirkan Anak Unggul), Peranan
Pendidikan...,hal.45.
[21] Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak..., hal.166-168.
No comments:
Post a Comment