Kamu mungkin bisa menunda waktu, tapi waktu tidak akan bisa menunggu...Waktu yang hilang tidak akan pernah kembali.

Friday, November 18, 2011

Metode Pendidikan Islam


Metode pendidikan islam itu ada lima macam yaitu :
1.     Metode Keteladanan
Metode ini sangat meyakinkan keberhasilanya dalam mempersiapkan dan membentuk anak di dalam moral, spiritual dan sosial. Hal ini karena pendidikan adalah contoh terbaik dalam pandangan anak yang akan ditirunya dalam tindak tanduknya, dan tata santunnya, disadari atau tidak, bahwa tercetak dalam jiwa dan perasaan suatu gambaran pendidikan tersebut baik dalam ucapan atau perbuatan, baik meteril atau spiritual.[1]
Sebagaimana Allah telah menunjukkan bahwa contoh keteladanan dari kehidupan Nabi Muhammad adalah mengandung nilai paedagogis bagi manusia sebagaimana Firman Allah:

لقد كان لكم في رسول الله أسوةحسنة لمن كان يرجواالله واليوم الأخروذكرالله كثيرا (الاحزاب : ٢١)
Artinya : Sesungguhnya telah ada pada diri rasul itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah dan hari akhir dan dia banyak mengingat Allah. (Q.S Al-Ahzab : 21)[2]
Perlu diketahui bahwa faktor keteladanan menjadi faktor penting dalam hal baik buruknya anak. Jika pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka sianak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, keberanian dan sikap menjauhkan diri dari perbuatan yang bertentangan dengan agama. “Dan jika pendidik bohong, khianat, durhaka, kikir, penakut, dan hina, maka sianak akan tumbuh dalam kebohongan, khianat, durhaka, kikir, penakut, dan hina pula”.[3]

Berdasarkan semua ini, seorang penyair melontarkan kecaman yang pedas terhadap pengajar yang tindak tanduknya bertentangan dengan perkataannya :
Wahai orang yang mengajar orang lain
kenapa engkau tidak mengajari dirimu sendiri
engkau terangkan bermacam obat bagi segala penyakit
agar yang sakit sembuh semua
sedang engkau sendiri ditimpa sakit
obatilah dirimu dahulu
lalu cegahlah agar tidak menular
kepada oran lain
dengan demikian engkau adalah seseorang yang bijak
maka yang engkau nasehatkan
akan mereka terima dan ikuti
ilmu yang engkau ajarkan
akan bermanfaat bagi mereka.[4]
            Demikian pula yang dikatakan oleh Muhyi Hilal Sarhan, yang dikutip oleh Muhammad Tolhah Hasan, Sarhan mengatakan:
Bahwa perilaku kedua orang tuanya, perilakunya, dan keyakinannya mempunyai pengaruh yang kuat dalam pembentukan anak-anaknya, yang jelas bahwa anak-anak yang hidup yang di dalam linkungan orang tuanya yang kasar, pemarah, dan jauh dari sikap religius pertumbuhannya akan berbeda sekali dengan anak-anak yang hidup ditengah keluarga yang lembut tidak pemarah, sopan, dan berbudi luhur. Dengan demikian orang tua yang menjadi panutan bagi anak-anak itu harus lebih dulu memberikan teladan yang serba baik, baik dalam kesopanan berbicara, bergaul maupun didaam sikap-sikap lainnya.[5]     

            Selain memberikan contoh teladan yang baik bagi anak-anak, orang tua juga perlu memberikan gambaran keteladanan dari diri Rasullah saw, para sahabat, orang yang saleh terdahulu, serta orang-orang yang mengikuti jejaknya dengan baik, dan mengamalkan perintah Allah SWT.
            Penyusun beranggapan bahwa pendidikan dengan member teladan secara baik, dari orang tua, maka pendidikan itu merupakan faktor yang sangat memberi bekas dalam memperbaikai anak, member petunjuk, dan mempersiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yang secara bersama-sama membangun kehidupan. Ini semua sangat memungkinkan untuk dilakukan oleh kedua orang tua kepada sang anak. Dan bagi keduanya hendaknya mampu untuk menyediakan buah hatinya suasana yang baik, jika memang ada keinginan keras untuk memperbaiki dan merubah buah hatinya sebagai “ malaikat” yang berjalan diantara ummat manusia.
2.     Metode Pembiasaan
Masalah yang sudah menjadi kata'atan dalam syariah islam bahwa pendidikan anak diciptakan dengan fitrah tauhid yang murni, agama yang lurus, dan iman kepada Allah, ini sesuai dengan firman Allah :
فأقم وجهك للدين حنيفا فطرت الله التي فطر الناس عليها لاتبديل لخلق الله ذلك الدين القيم ولكن أكثرالناس لايعلمون (الروم :٣٠)
Artinya : Maka, hadapkanlah dengan lurus kepada agama Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah anak. (itulah) agama yang lurus tetapi kenyataan manusia tidak mengetahui (Q.S. Al-Ruum : 30)[6]
Firman Allah bahwa manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama, yaitu agama tauhid. Jika ada manusia tidak memiliki agama tauhid, hal itu tidaklah  wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah karena pengaruh lingkungan.[7] Dalam ini kebiasaan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, karena itu menghemat banyak kekuatan manusia. Islam mempergunakan kebiasaan itu sebagai salah satu   teknik pendidikan, lalu mengubah seluruh sifat-sifat baik menjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan”.[8]
Oleh karena itu, setelah diketahui bahwa kecenderungan dan naluri anak-anak dalam pengajaran dan pembiasaan adalah sangat besar dibanding Asia lainnya, maka hendaklah para pendidik, ayah, ibu, dan pengajar untuk memusatkan perhatian pada pengajaran anak-anak tentang kebaikan dan upaya membiasakannya sejak ia sudah mulai memahami realita kehidupan ini.
Adapun beberapa contoh yang hendaknya dilakukan orang tua dalam mengajarkan pembiasaan pada anak terhadap prinsip-prinsip kebaikan, dengan harapan akan dijadikan sebagai pelajaran bagi mereka.
Pertama, hendaknya orang tua mengajarkan kata-kata lailahailallah kepada anaknya, seperti yang diriwayatkan Al-Hakim dari Ibnu Abbas ra. Dari Rasulullah saw, bahwasanya beliau bersabda:                                                                            
افتحوا على صبيا نكم أول كلمة بلا اله إلاالله
Artinya: Ajarkanlah anak-anakmu kata-kata pertama dengan Lailahailallah.[9]       
  Perlu diketahui oleh orang tua bahwa apa bila anak dibiasakan dengan menyebut nama Allah, maka akan menyediakan dan membiasakan anak agar beriman dengan sepenuh jiwa dan hatinya, bahwa tidak ada pencipta, tidak ada Tuhan kecuali Allah yang maha suci, dengan demikian akan tumbuh dan tertanam dalam diri anak nilai-nilai keimanan kepada Allah.
            Kedua, diharapkan orang tua mengajarkan anak-anak rukun shalat, ketika mereka berusia tujuh tahun, sebagai mana diriwayatkan Al-Hakim dan Abu Daud Ibnu ‘Amr bin ‘Ash ra, dari Rasulullah Saw. Bahw beliau bersabda :
مروااولادكم بالصلاة وهم ابناءسبع سنين, واضربوهم عليه وهم ابناءعشر, ونرقوا بينهم فى المضاجع
Artinya: “Suruhlah anak-anak mu mengerja kan salat, ketika mereka berusis tuuh tahun, dan pukullah mereka jika enggan, ketika mereka berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah antara mereka jika mereka tidur”.[10]
            Dalam hal ini orang tua bertanggung jawab mempelajari anak-anak tentang hukum salat, bilangan rakaat salat, tata cara mengerjakannya, kemudian membiasakan anak untuk mengerjakannya baik berjamaah dirumah, maupun di mesjid, sehingga anak sadar bahwa salat merupakan kewajiban yang harus ditunaikan, dan dengan kebiasaan tersebut akan melekat pada jiwanya dan  tidak dapat terpisahkan.
            Ketiga, orang tua hendaknya mengajari anak-anak dengan hukum-hukum halal dan haram, serta melatih anak untuk menaati perintah Allah dan menjauhi larangan-nya.[11] Apabila orang tua mendapati anaknya berbuat suatu perbuatan yang mungkar, misalnya, berkata kotor, berbohong, maka hendaknya orang tua memperingatinya bahwa perbuatan tersebut dilarang Allah, apabila dilakukan akan berdosa dan haram hukumnya. Oleh karena itu hendaknya orang tua selalu membiasakan anak untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan makruf seperti sedekah, membantu orang lain dan sebagainya.
            Keempat, diharapkan kepada orang tua agar mengajari anak-anaknya untuk mencintai Nabi, mencintai keluarganya, para sahabat dan membiasakan membaca Al-Qur’an agar anak tumbuh kegemaran dalam membaca Al-Qur’an.[12] Keempat contoh berikut hendaknya diterapkan orang tua dalam mendidik anak-anaknya untuk membiasakan mendalami nilai-nilai keagamaan.
            Syaikh Ibnu Fauzi mengatakan bahwa “sebaik-baiknya memberikan bimbingan adalah pada waktu anak masih kecil, jika anak itu sudah besar dan sudah mempunyai suatu macam tabiat dimana dia akan berkembang menuruti tabiat itu dan juga sudah biasa dalam keadaan demikian dia akan sukar di ubah.”[13]
            Untuk itu hendaknya orang tua mengerjakan anak-anak dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik agar kelak anak akan selalu terbiasa melakukan hal-hal yang baik pula seperti yang telah diajarkan oleh  kedua orang tuanya.
3.     Metode Nasehat
Metode lain yang penting dalam pendidikan, pembentukan keimanan, mempersiapkan moral, spiritual, dan sosial anak adalah pendidikan anak adalah pendidikan dengan pemberian nasehat. Sebab, nasehat itu dapat membukakan mata anak-anak pada hakikat sesuatu, mendorongnya menuju situasi luhur, menghiasinya dengan akhlak yang mulia, dan memberinya dengan prinsip-prinsip islam. Maka tak heran kita mendapatkan Al-Quran memakai metode ini yang bicara kepada jiwa, dan mengulang-ngulangnya dalam beberapa ayat yang tepat menguntungkan perasaan dan tidak membiarkan perasaan itu jatuh ke dasar bawah dan mati tidak bergerak.[14]
Al- Quran sendiri penuh berisi nasehat-nasehat dan tuntunan-tuntunan, seperti surat Lukman ayat 13 :
وأذقال لقمن لابنه وهو يعظه يبني لا تشرك باالله إن الشرك لظلم عظيم (لقمن : ١٣)
Artinya : Dan ingatlah ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi    pelajaran kepadanya: “hai anakku janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. (Q.S. lukman :13)[15]
Metode nasehat bisa disajikan lewat kisah, arahan, atau dengan membaca syair. Kisah dengan menceritakan kisah para Nabi yang bisa diambil hikmah dan menjadi panutan bagi anak-anak, seperti kisah Rasulullah yang sabar dalam menghadapi kaumnya yang ingkar terhadap ajarannya, hal ini bisa menjadi materi bagi orang tua dalam menyampaikan metode nasehat ini. Begitu juga melalui arahan, orang tua bisa menasehati anaknya dnegan memberikan arahan-arahan yang bernilai dan mengandung unsur-unsur pendidikan keagamaan.
Rumah tangga yang bahagia itu adalah rumah tangga yang dengan sadar menjadikan kekayaanya saling menasehati, saling memperbaiki, dan saling mengoreksi dalam kebenaran dan kesabaran melalui nasehat yang halus, lembut dan penuh kasih sayang, sehingga nilai-nilai agama lebih mengenal pada diri anak.
4.     Metode memberi perhatian
Metode ini bermaksud untuk mencairkan, memperhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan anak dalam pembinaan akidah dan moral. Metode pendidikan anak dengan cara memberikan perhatian kepada anak “akan memberi dampak positif, karena dengan metode ini si anak merasa dilindungi, diberi kasih sayang karena ada tempat untuk mengadu baik suka maupun duka. Sehingga anak tersebut menjadi anak yang berani untuk mengutarakan isi hatinya atau permasalahannya yang ia hadapi kepada orang tuanya”.[16]
Nashih Ulwan menyebutkan secara khusus dalam menerapkan metode perhatian orang tua harus memperhatikan beberapa segi:
1.      Perhatian segi keimanan, orang tua memperhatikan apa yang dipelajari anak mengenai prinsip, pikiran dan keyakinan yang diberikan oleh para pembimbingnya dalam upaya pengarahan dan pengajarannya, baik di sekolah atau di luar sekolah. Jika ia mendapatkan sesuatu yang baik, perlu kiranya orang tua merasa bersyukur, namun ternyata jika mendapatkan sebaliknya, hendaklah orang tua segera menunaikan tugasnya yaitu menanamkan prinsip-prinsip tauhid dalam mengokohkan fondasi iman, agar anak-anak selamat dari ajaran-ajaran yang membahayakan.
2.      Perhatian segi moral, orang tua harus memperhatikan sifat kejujuran anak, sifat amanat, sifat menjaga lisan, serta orang tua juga harus mmeperhatikan gejala kejiwaan dan kehendak anak, sehingga orang tua selaku pendidik dapat mempebaiki penyimpangan moral anak dengan cara yang efesien dan metode yang sesuai sehingga sampai pada pemecahan edukatif yang tegas, yang memberikian kebaikan pada anak.
3.      Perhatian segi mental dan intelektual, ornag tua juga harus memperhatikan daya kemampuan intelektual anak, dengan memperhatikan prasarana dan metode yang mendukung kemampuan anak dalam upaya mencapai ilmu pengetahuan yang dipelajari secara spesifik, selain itu orang tua juga harus memperhatikan perkembangan mental anak, mengawasi agar anak tidak melihat masalah pornografi, karena itu akan menggangu mentalnya dan membiaskan kemampuan mengingat dan berfikir jernih, sehinga kosentrasi belajar akan berkurang.
4.      Perahtian segi jasmani, selain pemberian nafkah wajib misalnya makanan, tempat tinggal, pakaian, anak juga haurs diperhatikan kesehatannya agar tidak mudah terkena penyakit, orang tua hendaknya memperhatikan prasarana pencegahan dalam upaya menjaga kesehatan anak dengan cara melarang anak untuk tidak makan buah-buahan yang belum di cuci bersih, dan lain sebagainya.
5.      Segi psikologi, segi ini meliputi gejala malu, gejala takut, gejala marah, tugas pendidikan harus menumbuhkan kebanaran, menumbuhkan rasa ketabahan pada diri anak, agar tercipta rasa kecintaan berkumpul dengan orang lain dan juga mampu menghadapi segala bentuk persoalan dan bahaya dengan rasa yang tulus.
6.      Segi sosial anak, rasa sosial, perasaan mulia, gemar bersedekah hendaknya pendidik menanamkan sifat –sifat yang demikian pada diri anak agar tumbuh sifat kecintaan. Lemah lembut dan tabligh, ia akan menunaikan hak Allah, hak dirinya sendiri, hak para hamba-Nya yang lain dan menjadi manusia yang seutuhnya bijaksana, dihormati dan dimuliakan orang lain.
7.      Segi spritual, dalam hal ini orang tua harus memperhatikan cara kerja anak dalam mengamlkan dan mengabdi kepada Allah dengan menanamkan rasa khusyu’ takwa dan  ‘ubudiyah kepada Allah, sehingga akan tercipta anak-anaknya yang tidak mengkhawatirkan dan tiodak mengecewakan bahkan ia termasuk golongan orang-orang shaleh.[17]

5.     Metode memberi hukuman
Pada dasarnya, hukum-hukum syariat islam yang lurus dan adil, prinsip-prinsip yang universal, berkisar di sekitar penjagaan berbagi keharusan asasi yang tidak bisa dilepas oleh umat manusia. “Dalam ketentuan pendidikan islam metode pemberian hukuman kepada anak tidak di boleh kan terlalu kejam dan keras, karena menurut pendapat para ahli hukuman yang kejam akan membuat sianak menjadi penakut, rendah diri, dan akibat-akibat lain yang negatif seperti sempit hati, pemalas, dan pembohong”.[18]
Menurut Aat syafaat dan kawan-kawanya, sebab-sebab yang mendorong diperbolehkan sanksi pukulan antara lain sebagai berikut :
a        Bila metode motivasi dan dorongan sudah diupayakan, tetapi tidak membuahkan hasil
b        Bila metode pemuasan dan pemberian nasehat sudah dilakukan, tetapi tidak berhasil.
c        Bila metode penolakan sudah dijalankan, tetapi tidak juga membuahkan hasil
d       Bila metode ancaman sudah diterapkan, tetapi tidak berhasil.
e        Benar-benar diperkirakan ada dampak positifnya dibalik sanksi kupulan.[19]

Selain sebab-sebab pemberian hukuman kepada anak juga mempunyai adap-adap tersendiri seperti di kemukakan oleh Abdul Karim Bakkar sebagai berikut :
a        Anak yang usianya belum 10 tahun tidak boleh dipukul
b        Tidak memukul kepala dan muka
c        Tidak memukul pada saat pendidik sedang marah
d       Boleh memberi ancaman saat melihat kesalahan
e        Tidak memukul anak di hadapan orang lain
f         Pukulan tidak melukai dan membahayakan
g        Setelah marahnya reda barulah memukul.[20]

Adapun syarat memberikan hukuman pukulan adalah sebagai berikut:

a.       Pendidik tidak terburu menggunakan metode pukulan, kecuali setelah menggunakan semua metode lembut lain yang mendidik dan membuat jera.
b.      Pendidik tidak memukul ketika sedang marah, karena dikhawatirkan menimbulkan bahaya terhadap anak.
c.       Hendaknya memukul dengan menghindari anggota badan yang peka seperti, kepala, muka, dada dan perut.
d.      Pukulan pertama untuk hukuman, hendaknya tidak terlalu keras dan menyakitkan, pada tangan atau kaki dengan tongkat yang tidak terlalu besar.
e.       Tidak memukul anak sebelum berusia sepuluh tahun
f.       Jika kesalahan anak adalah untuk pertama kalinya, hendaknyua ia diberi kesempatan  untuk bertaubat dari perbuatan yang telah dilakukan, memberi kesempatan untuk meminta maaf, dan mengambil janji untuk tidak mengulanginya lagi.
g.      Pendidik hendaknya memukul anak degan tangannya sendiri, dan tidak menyerahkannya kepada saudara-saudaranya atau teman-temannya.
h.      Jika anak sudah menginjak dewasa dan pendidik melihat bahwa perlakuan sepuluh kali tidak juga membuatnya jera, maka boleh ia menambah dan mengulangnya, sehingga anaknya baik kembali.[21]

Dalam kondisi tertentu kadang-kadang orang tua merasa perlu membebankan hukuman fisik kepada anak. Dan yang harus diperhatikan tujuan memberikan hukuman adalah untuk mendidik anak. Oleh sebab itu, hukuman haus diberikan dengan cara-cara yang baik.
Selain kondisi tertentu kadang-kadang orang tua merasa perlu memberikan hukuman fisik kepada anak. Dan yang harus diperhatikan tujuan memberikan hukuman adalah untuk mendidik anak. Oleh sebab itu, hukuman harus diberikan dengan cara-cara yang baik.


[1] Aat Syafaat,et, al.,  Peranan Pendidikan …, hal. 40.

[2] Soenarjo, Al-Qur’an dan…, hal. 670.

[3] Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, (Semarang: Asy-Syifa,
 1993), Jilid 2, hal. 2.

   [4] Ibid., hal. 3.
[5] Muhammad Tholhah Hasan (Mengutip Muhyi Hilal Sarhan, at-tarbiyah al- Islamiyah), Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Lantabora press, 2005), hal. 20.
[6] Soenarjo, Al-quran dan …, hal. 645

[7] Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak…., hal. 64.

[8] Aat Syafaat, et, al., Peranan Pendidikan,  hal. 44.
[9] Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak…,hal. 59.

[10] Ibid, hal. 60
[11] Ibid, hal. 61

[12] Ibid, hal. 62

[13] Muhammad Tholhah Hasan, (Mengutip Syaikh Ibnu Fauzi, Attibur Ruhani), Islam dan Masalah...., hal. 17
[14] Aat  Syafaat, et.,al., Pedoman Pendidikan...,hal. 45.

[15] Soenarjo, Al-Qur’an dan...,hal. 654.

[16] Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak..., hal.123
[17] Ibid.,hal. 133-143.
[18] Aat syafaat.,et.,al., Peranan Pendidikan...,hal. 47.

[19] Ibid, hal. 48

[20] Aat syafaat.,et.,al., (Mengutip Abdul Karim Bakar, 75 Langkah Cemerlang Melahirkan Anak Unggul), Peranan Pendidikan...,hal.45.
[21] Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak..., hal.166-168.

No comments:

Post a Comment