BAB SATU
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah
Manusia adalah
makhluk sosial (Zoon Politicon) yang artinya bahwa manusia itu
senantiasa ingin berinteraksi dengan sesamanya. Dalam berinteraksi itu, terbuka peluang untuk terjadinya perselisihan atau ketidak-teraturan di
tengah-tengah masyarakat. Hal ini disebabkan karena manusia mempunyai keinginan
yang tak terbatas, mempunyai kebutuhan yang komplek sehingga dalam pemenuhan
kebutuhannya itu terkadang bersinggungan atau melanggar hak-hak orang lain, bahkan
tidak sedikit yang melanggar hukum.
Bardasarkan asumsi
di atas, maka pada dasarnya semua lapisan masyarakat membutuhkan hukum sebagai
alat pengendali sosial (Social Control) untuk membatasi tindakan atau
tingakah laku masyarakat agar sikap dan tingkah lakunya tidak mengganggu
kebutuhan dan hak-hak orang lain. Oleh
karena itu, masyarakat yang primitif sekalipun tidak akan terlepas dari sebuah sistem hukum tertentu dalam rangka mengatur tingkah lakunya dalam
bermasyarakat.[1]
Dalam rangka
mengatur sikap manusia agar tidak mengganggu, merampas dan melanggar hak-hak orang lain, maka dibuatlah aturan
pidana agar orang-orang yang melakukan kejahatan dapat dikenai sanksi atau
hukuman untuk mewujudkan ketentraman, keamanan dan kesejahteraan dalam
masyarakat. Salah satu tindak pidana yang sering dilakukan oleh seseorang
adalah tindak pidana pembunuhan.
Pembunuhan dalam
sejarah kehidupan manusia, telah terjadi sejak dahulu kala dan pengaturan
maupun penghukumannya telah ditentukan juga sejak dahulu.[2]
Indonesia, sebagai salah satu negara yang menganut sistem hukum “Civil Law”,
telah mengatur satu aturan tentang tindak pidana pembunuhan. Aturan semacam
ini, bisa ditemukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang terdapat
pada buku II, bab XIX, pasal 338 sampai
dengan pasal 350 dengan judul “Kejahatan Terhadap Nyawa Orang”.[3]
Pada dasarnya,
semua pelaku pembunuhan harus dihukum sebagai balasan terhadap apa yang telah
dilakukan terhadap orang lain. Namun,
ada beberapa sebab dan bila itu terjadi, maka pelaku pembunuhan yang seharusnya
dihukum, tidak dihukum lagi dan hilanglah hak negara untuk menjalankan pidana.
Dalam KUHP dijelaskan bahwa salah satu penyebab hapusnya
hukuman terhadap pelaku kejahatan khususnya pembunuhan adalah meninggalnya
pelaku. Ketentuan seperti ini, bisa didapati dalam KUHP buku I, bab VIII, pasal
83 tentang kejahatan terhadap nyawa. Dalam pasal itu disebutkan bahwa
“kewenangan menjalankan pidana hapus jika terpidana meninggal dunia”.[4]
Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa dengan meninggalnya pelaku
pembunuhan, maka terhapuslah hukuman yang telah dijatuhkan kepadanya.
Dalam hukum pidana
Islam, pada dasarnya semua pelaku tindak pidana pembunuhan harus dihukum karena
telah melanggar hak orang lain. Dalam
masalah pembunuhan ini, hukum Islam telah mengatur suatu hukum yang disebut
dengan hukuman qishas. Qishas adalah balasan setimpal yang mesti diberlakukan
terhadap si pelaku sebagaimana kejahatan yang telah dilakukan terhadap korban.[5]
Jadi, pelaku pembunuhan itu dihukum karena ia telah membunuh orang lain.
Sama juga halnya
dengan KUHP, dalam hukum pidana Islam ada juga beberapa sebab atau alasan
sehingga seseorang pelaku pembunuhan tidak bisa dihukum lagi. Salah satu
sebabnya adalah meninggalnya pelaku pembunuhan sebelum ia dijatuhi hukuman.[6]
Jadi, dengan meninggalnya pelaku
pembunuhan maka hukuman itu akan terapus.
Namun, Islam
sebagai agama yang di dalamnya terdapat aliran atau mazhab terutama dalam
bidang fikih, tentunya terhadap permasalahan di atas terdapat perbedaan pendapat
antara satu mazhab dengan mazhab yang lainnya. Perbedaan ini terjadi karena
tingkatan ilmu yang mereka miliki
berbeda serta adanya ketidaksamaan dalil-dalil yang mereka gunakan dalam
mengistimbatkan hukum pada permasalahan di atas.
Mazhab Hanafi dan
mazhab Maliki, sebagaimana telah disebutkan oleh salah seorang ulama Malikiah
yaitu imam Al-Kasani dalam kitabnya Bada`ia
Shana`i mengatakan bahwa bila pelaku pembunuhan meninggal dunia sebelum ia
dijatuhi hukuman, maka hukuman itu akan terhapus dan terhadap pelaku pembunuhan
tidak dibebankan untuk membayar diat.[7]
Dari pernyataan imam Al-Kasani di atas sangat jelas bahwa dalam mazhab Hanafi
dan mazhab Maliki bila pelaku pembunuhan telah meninggal dunia maka hukuman itu
akan terhapus dan tidak ada satu konsekuensi hukum yang timbul. Pendapat ini
sejalan dengan aturan yang berlaku dalam KUHP.
Berbeda dengan
mazhab Hanafi dan mazhab Maliki, mazhab Syafi`i dan mazhab Hambali mengatakan
bahwa bila pelaku pembunuhan meninggal dunia sebelum ia dijatuhi hukuman maka
si pelaku tetap dijatuhi hukuman, tetapi bukan hukuman qishas melainkan hukuman
diat.[8]
Jadi, apabila pelaku pembunuhan meninggal maka timbul satu konsekuensi hukum
lain yaitu kepada si pelaku dibebankan untuk membayar diat. Dikarenakan pelaku
pembunuhan telah meninggal dunia, maka pembayaran diat kepada keluarga korban
dilakukan oleh keluarga pembunuh dengan menggunakan harta milik pelaku
pembunuhan.
Dari uraian di
atas, dapat disimpulkan bahwa terhadap pelaku pembunuhan yang meninggal dunia
sebelum dijatuhi hukuman terdapat dua pendapat. Pendapat pertama berasal dari
KUHP, mazhab Hanafi dan mazhab Maliki yang menggugurkan hukuman terhadap pelaku
pembunuhan yang meninggal dunia sebelum dijatuhi hukuman. Sedangkan pendapat kedua
dari mazhab Syafi`i dan mazhab Hambali yang membebankan hukuman diat terhadap
pelaku yang telah meninggal dunia.
1.2. Rumusan Masalah
Beranjak dari latar
belakang masalah di atas, maka ada beberapa masalah dalam skripsi ini yang
dirumuskan sebagai berikut:
1.2.1. Mengapa KUHP menggugurkan hukuman terhadap pelaku
pembunuhan yang meninggal dunia?
1.2.2. Bagaimana pendapat imam mazhab terhadap hapusnya hukuman bagi pelaku
pembunuhan yang meninggal dunia? Apa sebab mereka berbeda pendapat dalam hal tersebut?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang
menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1.3.1. Untuk mengetahui konsep KUHP dalam
menggugurkan hukuman terhadap pelaku pembunuhan yang meninggal dunia.
1.3.2. Untuk mengetahui pandangan hukum pidana Islam
terhadap pelaku pembunuhan yang telah meninggal dunia setelah dijatuhi hukuman berikut argumentasinya,
khususnya imam-imam mazhab atau pengikutnya.
1.3.3. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan
antara KUHP dan hukum pidana Islam dalam memutuskan perkara terhadap pelaku
pembunuhan yang meninggal dunia sebelum dijatuhi hukuman.
1.4. Kajian Pustaka
Setiap pelaku pembunuhan dapat dihukum sebagai balasan terhadap apa
yang telah dilakukan terhadap orang
lain. Namun, ada beberapa sebab atau keadaan dan bila itu terjadi, maka pelaku
pembunuhan yang seharusnya dihukum, kini tidak dapat dihukum lagi.
Dalam KUHP
dijelaskan bahwa salah satu penyebab hapusnya hukuman terhadap pelaku
pembunuhan adalah meninggalnya pelaku. Ketentuan seperti ini, bisa didapati
dalam KUHP buku I, bab VIII, pasal 83 tentang kejahatan terhadap nyawa. Dalam
pasal itu disebutkan bahwa “kewenangan menjalankan pidana hapus jika terpidana meninggal
dunia”.
Sama dengan KUHP,
dalam hukum pidana Islam juga terdapat sebab-sebab hapusnya hukman terhadap
pelaku pembunuhan. Namun, Islam sebagai agama yang di dalamnya terdapat aliran
atau mazhab terutama dalam bidang fikih, tentunya terhadap permasalahan di atas
terdapat perbedaan antara satu mazhab dengan mazhab yang lainnya. Perbedaan ini
terjadi karena tingkatan ilmu yang mereka
miliki berbeda serta adanya ketidaksamaan dalil-dalil yang mereka gunakan dalam
mengistimbatkan hukum pada permasalahan di atas.
Skripsi tentang
pembunuhan ini telah banyak ditulis oleh mahasiswa-mahasiswa lain. Salah
satunya berjudul Ancaman Pidana Terhadap Pelaku Pembunuhan Menurut Kanun Keseksaan (Akta 574) Ditijau Menurut Hukum
Pidana Islam oleh Syarifah
Noormaisarah Binti Syed Adnan. Skripsi ini membahas tentang pengelompokan
pembunuhan dan ancaman hukuman bagi pelaku pembunuhan, baik dalam akta 574
seksyen Malaysia maupun dalam hukum pidana Islam. Adapun tujuan penelitiannya
adalah untuk mengetahui tentang pengelompokan pembunuhan dan untuk mengetahui
hukuman terhadap pelaku pembunuhan, baik dalam akta 574 seksyen Malaysia maupun
dalam hukum pidana Islam.
Sedangkan skripsi ini dengan judul Hapusnya Hukuman Bagi
Pelaku Pembunuhan Yang Meninggal Dunia Dalam KUHP Ditinjau Menurut Hukum Pidana
Islam. Skripsi ini membahas tentang sebab-sebab hapusnya hukuman, baik dalam
KUHP maupun dalam hukum pidana Islam dan pendapat mazhab-mazhab terhadap
hapusnya hukuman bagi pelaku pembunuhan. Tujuan penelitian skripsi ini untuk
mengetahui bagaimana hukuman terhadap
pelaku pembunuhan yang telah meninggal dalam KUHP maupun hukum pidana Islam
serta untuk mengetahu persamaan dan perbedaan antara KUHP dan hukum pidana Islam dalam
memutuskan perkara terhadap pelaku pembunuhan yang meninggal dunia sebelum
dijatuhi hukuman.
Dalam beberapa buku
juga telah membahas tentang sebab-sebab
hapusnya hukuman karena meninggalnya pelaku, baik dalam KUHP maupun dalam hukum
pidana Islam. Diantaranya:
Hukum Pidana Materril:
Tinjauan Atas Tindak Pidana Terhadap Subyek Hukum Dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, oleh Tongat. Beliau banyak memberikan
penjelasan tentang sebab-sebab
hapusnya hukuman baik yang terdapat dalam KUHP maupun di luar KUHP.
KUHP dan KUHAP, oleh R. Soenarto
Soerodibroto. Buku ini merupakan
kitab undang-undang hukum pidana dan disertai dengan penjelasan mengenai
pasal-pasalnya. Dalam buku KUHP dan KUHAP ini merupakan
At-Tasyri`
Al-Jina`i Al-Islami, oleh Abdul
Al-Qadir Audah. Kitab ini merupakan salah satu kitab khusus yang membahas
tentang hukum pidana Islam secara mendetil. Salah satu topik pembahasan dalam
kitab ini juga membahas tentang sebab-sebab hapusnya hukuman yang disertai
pendapat imam-imam mazhab.
Al-Mugni, oleh Ibnu Qudamah. Kitab ini
tidak membahas secara khusus tentang hukum pidana Islam, namun juga membahas
tentang sebeb-sebab hapusnya hukuman terhadap pelaku pembunuhan.
1.5. Penjelasan
Istilah
Untuk
mengantisipasi agar tidak terjadinya kekeliruaan dalam memahami skripsi ini,
maka perlu dijelaskan beberapa istilah di bawah ini.
1.5.1. Hapusnya hukuman
“Hapusnya hukuman”
terdiri dari dua kata, yaitu kata hapus dan kata hukuman. Kata hapus dalam
Kamus Bahasa Indonesia diartikan dengan “tidak terdapat atau tidak terlihat
lagi atau hilang”.[9] Sedangkan kata hukuman
diartikan dengan “siksa yang dikenakan kepada orang yang melanggar hukum”.[10]
Jadi, hapusnya hukuman dapat disimpulkan bahwa hilang atau hapusnya siksa yang
dikenakan kepada orang yang melanggar hukum. Namun, yang dimaksud dengan hapusnya hukuman dalam tulisan
ini adalah gugurnya hak negara untuk menjalankan hukuman terhadap pelaku
pembunuhan karena adanya sebab-sebab tertentu dan hukuman yang dimaksud dalam
penulisan ini menurut KUHP adalah hukuman penjara atau
hukuman mati. Sedangkan hukuman yang dimaksud disini menurut hukum pidana Islam
adalah hukuman qishas.
1.5.2. Pelaku Pembunuhan
Yang dimaksud
dengan pelaku pembunuhan dalam penulisan ini adalah orang yang melakukan tindak
pidana pembunuhan sehingga mengakibatkan orang lain meninggal dunia dan
pembunuhan yang dimaksud dalam penulisan ini adalah pembunuhan sengaja.
1.5.3. KUHP
KUHP berarti Kitab Undang-undang Hukum
Pidana yang diberlakukan di Indonesia sebagai buku pedoman dasar bagi hakim untuk memutuskan perkara yang berkaitan
dengan kasus
kriminal.[11]
1.5.4. Hukum pidana Islam
Hukum pidana Islama adalah segenap
aturan-aturan yang ditetapkan oleh syara` untuk melindungi kepentingan dan
keselamatan umat manusia dari ancaman tindak kejahatan dan pelanggaran,
sehingga terciptanya situasi aman dan tertib.[12]
Namun yang dimaksud dengan hukum pidana Iskam dalam tulisan ini adalah setiap
aturan hukum pidana yang berasal dari hasil ijtihad para imam-imam mazhab
(termasuk para pengikutnya). Mazhab-mazhab yang dimaksud dalam tulisan ini
adalah mazhab yang telah diakui keabsahannya atau lebih dikenal dengan Mazahibul Arba`, yaitu mazhab Hanafi,
mazhab Maliki, mazhab Syafi`i dan mazhab Hambali.
1.6. Metode
Penelitian
Pada prinsipnya, dalam setiap penulisan karya ilmiah
selalu memerlukan data-data yang lengkap dan objektif serta mempunyai metode
penelitian dan cara tertentu yang disesuaikan dengan permasalahan yang akan
dibahas. Dalam membahas permasalahan ini, digunakan metode deskriptif
komperatif, yakni dengan membandingkan
sebab-sebab hapusnya hukuman bagi pelaku pembunuhan yang ada dalam KUHP dengan
hukum pidana Islam
Dalam
penelitian ini, dilakukan langkah-langkah penelitian sebagai berikut:
1.6.1.
Bentuk atau jenis penelitian
Penelitian
ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (library
research). Oleh karena itu, dalam pengumpulan data, penulis membaca dan
menelaah kitab dan buku-buku yang berkaitan dengan topik permasalahan yang akan
dibahas. Lalu mengambil sebuah kesimpulan untuk selanjutnya dituliskan dalam
penulisan ini.
1.6.2.
Penentuan sumber data
Sebagaimana
yang dikemukakan di atas, bahwa penelitian ini merupakan penelitian
kepustakaan. Oleh karena itu, data yang diperoleh melalui kepustakaan tersebut
dibagi ke dalam dua
kelompok, yaitu:
1.6.2.1. Data primer
Adapun yang
menjadi data primer dalam penulisan ini adalah kitab Al-Umm karangan imam Syafi`i, kitab Bada`is Shana`i karangan imam Al-Kasani, kitab Tasyri`
Jinai Al-Islami karangan Abdul Qadir Audah dan Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP).
1.6.2.2. Data sekunder
Data
sekunder dalam penelitian ini merupakan data pendukung. Data pendukung ini akan
diperoleh melalui literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah yang akan
ditulis. Misalnya kitab Fiqh Sunnah
karangan Sayyid Sabiq, buku Fiqh Jinayah karangan A
Jazuli, buku
Asas-asas Hukum Pidana karangan Andi
Hamzah, buku Hukum Pidana Materil karangan Tongat dan
tulisan-tulisan yang sesuai dengan
pembahasan judul ini, seperti Disertasi, Tesis, Skripsi dan tulisan jurnal lainnya.
1.6.3.
Pedoman penulisan
Dalam
penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku Panduan Penulisan Skripi dan Laporan Akhir
Studi Mahasiswa yang diterbitkan
oleh Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry Darussalam-Banda Aceh tahun 2010.
1.6. Sistematika
Pembahasan
Untuk
memudahkan pembahasan dari hasil penelitian ini, maka sistematika pembahasannya
akan dijabarkan dalam empat bab yang terperinci, yaitu:
Bab satu,
pendahuluan yang terdiri dari enam sub bagian yang terdiri dari: latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian pustaka, penjelasan istilah,
metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab dua,
membahas tentang tinjauan umum tentang tindak pidana pembunuhan dalam KUHP yang
terdiri dari : pengertian pembunuhan dan dasar hukumnya, jenis-jenis
pembunuhan, hukuman terhadap pelaku pembunuhan, asas-asas dalam menjatuhkan
hukuman terhadap pelaku pembunuhan dan tujuan penghukuman dalam KUHP.
Bab tiga,
membahas tentang hapusnya hukuman terhadap pelaku pembunuhan yang meninggal
dunia, terdiri dari: sesab-seebab hapusnya hukuman, pendapat para imam mazhab
terhadap hapusnya hukuman bagi pelaku pembunuhan, sebab-sebab perbedaab
pendapat dan analisa penulis.
Bab empat,
merupakan bab penutup, yang terdiri atas beberapa kesimpulan dan saran, dengan
harapan dapat bermanfaat bagi semua pihak
[1] M Yasir Nasution. Hukum Islam
dan Signifikannya dalam Kehidupan Masyarakat Modern. Medan
(Pidato Pengukuhan Guru Besar IAIN-USU, Tanggal 7 Januari 1995 di
Medan), Hlm. 2.
[2] Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, Cet.
Ke II, (Jakarta :
Sinar Grafika Offset, 2002), Hlm. 4.
[3] Ibid., hlm. 19.
[4] R, Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006),
hlm. 71.
[5] Abd Al-Qadir Audah,
At-Tasyri` Al-Jinai Al-Islami, Juz I, (Bairut: Muassasah Ar-Risalah,
1992), hlm. 26.
[6] Said Sabiq, Fikih Sunnah, Jilid 10, (Kuala Lumpur : Victori
Agencie, 2001), hlm. 66.
[7] Alauddin Abi Bakar Al-Kasani, Bada`i
As-Shana`i, Juz VII, (Mesir: Al-Jamiliah, Juz, 1990), hlm. 89.
[8] Asy-Syafi`i, Al-Umm, Juz VI, (Mesir: Darul Kitabi
Al-`Amaliah, 1993), hlm. 18.
[9] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ke III, Cet. Ke II, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002), hlm. 338.
[10] Ibid., hlm. 411.
[11] R. Susilo, Kitab
Undang-undang Hukum Pidana serta Komentar-komentar Lengkap Pasal DEemi Pasal,
(Bogor: Politeia, 1999), hlm. 142.
[12] Azyumardi Azra, Ensiklopedi
Islam, Jilid IV, (Jakarta :
PT Ichtia Baru van Hoeve, 2005), hlm. 163.
No comments:
Post a Comment