Kamu mungkin bisa menunda waktu, tapi waktu tidak akan bisa menunggu...Waktu yang hilang tidak akan pernah kembali.

Saturday, September 17, 2011

ACEH SERAMBI “JAHILIYAH”


Ada beberapa fenomena yang belakangan ini terjadi di aceh. Sesuatu yang dulunya mungkin atau bahkan sangat tidak mungkin untuk di dengar walau hanya pepesan kosong. Pertama kejadian seorang abang yang menghamili adik kandungnya atau dengan bahasa lain hubungan incest atau hubungan sedarah. Kedua adalah tragedi yang cukup membuat kita menjadi miris yaitu pemukulan terhadap khatib jum’at yang terjadi di desa keumala jijeim. Kemudian, berselang beberapa hari. Dilaporkan seorang khatib di nagan raya meninggal dunia ketika sedang berkhutbah. Yang ketiga adalah lahirnya orang yang mengaku sebagai utusan dari “TUHAN”nya kepada umat sekarang ini untuk menyampaikan ajaran barunya. Kejadian ini terjadi di Tiro.
Kilasan peristiwa itu sudah cukup menjadi peringatan kepada kita bahwa aceh sudah memasuki babak jahiliyah yang dulu telah ditinggalkan. Lihat saja dua kejadian pertama yang sangat tidak bertanggung jawab terhadap agama dan manusia pada umumnya. Agama manapun akan melarang perbuatan yang demikian.
Pemukulan terhadap khatib yang sedang berkhutbah, sama saja dengan melecehkan agama islam itu sendiri. Syukur yang melakukan hal itu adalah orang yang berasal dari agama yang berbeda. Namun kenyataannya, hal itu dilakukan oleh saudara kita sendiri. Saudara seagama, sebangsa dan setanah air. Sungguh ironis!!!
Sepengetahuan penulis, kejadian ini bukanlah yang pertama terjadi. Namun penyelesaiannya tidak berbentuk kekerasan. Ada sebagian dari mareka yang menunggu khatib turun dari khutbah dan membicarakan persoalan yang tidak berkenan dengan mareka.

Aceh, negeri yang dulu katanya adalah serambi mekkah. Seperti sudah sangat tidak layak untuk menyandang nama itu. Itu semua hanyalah kebesaran masalalu yang tinggal sejarah tanpa jejak.
Banyak pendapat yang mengatakan kita telah mendekati akhir dari pada zaman. Jika memang demikian, kenapa kita tidak pernah menyadari akan hal itu? Apa pintu hati kita sebagai umat yang beragam telah tertutup rapat untuk sesuatu yang telah ALLAH janjikan kepada kita? Atau kita sendiri yang malah tidak memperhatikan akan tanda-tanda itu?
Contoh yang paling sederhana yang dapat kita lihat. banyaknya muda-mudi yang berjalan dan bermesraan dengan yang bukan muhrim mareka. Dan lagi, Ketika waktu azan telah tiba, orang akan berduyun-duyun ke tempat yang mareka senangi. Jangan anda kira itu mesjid, tempat yang mareka senangi itu adalah cafe-cafe, warung kopi, tempat nongkrong anak muda seperti di jembatan, pelabuhan ulee lheu dan pantai.
Aceh negeri bersyari’at?! Rasanya itu hanya nama belaka. Ada beberapa teori tentang aturan itu sendiri. Salah satunya adalah teori dari soedjipto yang menyebutkan bahwa, jika kita ingin melihat berjalannya suatu aturan di dalam suatu pemerintahan atau negara atau daerah. Kita harus melihat masyarakat itu sendiri, apakah masyarakt itu bersikap dan berperilaku sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di tempat tersebut?
Maka mari sekarang kita melihat atau mengukur aceh dengan teori itu. Pertanyaan pertama yang wajib kita ajukan adalah apakah masyarakat aceh telah bersikap seperti tuntunan agama? Mengingat aceh sedang melaksanakan syari’at islam. Pertanyaan selanjutnya, apakah aceh masih layak untuk menyandang gelar serambi mekkah? Atau kita ganti saja gelarnya menjadi Aceh serambi “jahiliyah”? Pertanyaan ini hanya anda semua yang dapat menjawabnya. Tentu saja anda semua punya alasan dan pandangan masing-masing.
Terlepas dari itu semua. Saya ingat sebuah hadist rasul yang artinya “jagalah dirimu dan kelaurgamu dari api neraka”. Dapat di pastikan maksud dari perkataan nabi itu adalah mari kita memulai sesuatu itu dari diri kita, keluarga kita kemudian baru orang lain. Wallahu ‘alam

No comments:

Post a Comment