Kamu mungkin bisa menunda waktu, tapi waktu tidak akan bisa menunggu...Waktu yang hilang tidak akan pernah kembali.

Sunday, February 6, 2011

SANKSI PIDANA BAGI PELAKU PERUSAKAN BARANG MILIK ORANG LAIN DITINJAU MENURUT HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Banda Aceh)


BAB SATU
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Perusakan barang milik orang lain sangat merugikan pemilik barang, baik barang yang dirusak tersebut hanya sebagian saja atau seluruhnya, sehingga pemilik barang tersebut tidak dapat menggunakan lagi barang miliknya. Selain itu barang yang telah dirusak merupakan sesuatu yang bernilai bagi pemiliknya, dengan terjadinya perusakan barang ini sangat mengganggu ketenangan pemilik barang. Perbuatan. merusak barang milik orang lain merupakan suatu kejahatan. Setiap kejahatan atau pelanggaran yang terjadi tidak hanya dilihat dari sudut orang yang melakukan kejahatan, akan tetapi dalam kasus-kasus tertentu juga dapat dilihat dari sudut korban sebagai orang yang dirugikan dalam tindak pidana tersebut.
 Dalam kasus perusakan barang kedudukan korban atau orang yang dirugikan dalam perkara pidana selama ini seolah dilupakan. Ilmu pengetahuan hukum pidana dan praktek penyelenggaraan hukum pidana hanya menaruh perhatian kepada terdakwa atau orang yang melakukan tindak pidana. Sebagaimana aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 406, hal ini memang merupakan hasil pengembangan hukum.[1]
Beranjak dari masalah di atas, penulis ingin mengkaji masalah sanksi pidana bagi pelaku perusakan barang milik orang lain ditinjau menurut Hukum Islam. Khususnya penerapan Pasal 406 (1) KUHP Indonesia, berdasarkan kasus-kasus yang telah diputuskan di Pengadilan Negeri Banda Aceh yang berkisar pada tahun 2006 sampai dengan 2009. Ada beberapa kasus yang telah diputuskan di Pengadilan Negeri Banda Aceh terhadap pelaku dijatuhi hukuman di antaranya 3 bulan, 6 bulan, 8 bulan dan paling lama 1 tahun 2 bulan penjara. Sedangkan dalam Pasal 406 (1) ditetapkan bahwa:
“Barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hak membinasakan, merusak, membuat hingga tidak dapat di pakai lagi atau menghilangkan sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya kepunyaan orang lain, dihukum penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.4500,- (empat ribu lima ratus rupiah)”.

Bagi pelaku perusakan barang tersebut menurut ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 406 yang mengancam terdakwa dengan ancaman hukuman 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan penjara. Pasal 406 ini juga menjadi dasar hukum bagi pelaku perusakan barang yang melakukan kejahatan di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Banda Aceh.
Adapun bentuk-bentuk perusakan barang yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan pidana antara lain sebagai berikut :  

1.      Perusakan dalam bentuk umum
2.      Perusakan ringan
3.      Perusakan dengan sengaja terhadap bangunan kereta api dan sebagainya.
4.      Perusakan dengan tidak sengaja.
5.      Perusakan terhadap rumah (gudang) atau kapal (perahu).[2]

Perusakan barang milik orang lain yang menjadi fokus kajian ini dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif yang dikategorikan sebagai suatu perbuatan melanggar hukum. Dalam Hukum Islam yang dapat ditetapkan kepada si pelaku berupa hukuman diwajibkan bayar ganti kerugian. Sedangkan dalam hukum positif hukuman yang dikenakan berdasarkan Pasal 406 KUHP khususnya perusakan barang yang diancam hukuman 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan penjara.
Kasus perusakan barang  milik orang lain yang terjadi  di Pengadilan Negeri Banda Aceh pada dasarnya sama, terutama dalam hal pasal yang menjerat terdakwa akan tetapi dalam setiap kasus yang terjadi memiliki tingkat kerusakan yang berbeda-beda, serta nilai kerugian yang diperoleh juga tidak sama, sesuai dengan kerusakan yang terdapat pada setiap barang yang dirusak tersebut. Dalam hal ini dapat dilihat bentuk- bentuk  barang yang dirusak, seperti pada kasus perusakan barang yang terjadi di Pengadilan Banda Aceh pada tahun 2006 perusakan yang dilakukan  yaitu perusakan sepeda motor. Pada tahun 2007 perusakan barang yang terjadi berupa perusakan alat rumah tangga, perusakan barang pecah belah yang juga terjadi pada kasus perusakan barang pada tahun 2008, serta perusakan pintu rumah yang digolongkan dalam kasus perusakan barang pada tahun 2009.
Pada kasus- kasus yang  terdapat di atas tidak hanya dilihat dari pasal yang menjerat terdakwa dan bentuk perusakan barang yang dirusak saja, akan tetapi yang paling utama dan seharusnya ditinjau ialah nilai kerugian yang dialami korban atas peristiwa yang terjadi.
Hukuman yang diputuskan bagi pelaku tindak pidana perusakan barang yang ada di Pengadilan Negeri Banda Aceh, cenderung meringankan terdakwa dan jauh dari harapan korban sebagai orang yang merasa dirugikan. Dalam hal ini hakim menetapkan hukuman berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, yang berlandaskan dengan asas kebebasan, kejujuran dan tidak memihak. Oleh karena itu diharapkan hakim tidak harus berpijak berdasarkan hukum positif tertulis saja, tetapi juga harus melihat dari kesadaran hukum masyarakat yang sedang berkembang.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana penetapan hukuman pidana yang diputuskan oleh hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh terhadap pelaku tindak pidana perusakan barang milik orang lain ? 
2.   Bagaimana alasan peringanan dan pemberatan yang menjadi pertimbangan  hakim dalam memutuskan dan menetapkan hukuman terhadap pelaku tindak pidana perusakan barang milik orang lain ?

 



[1] Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1997), hal. 272
[2] Ibid, hal. 278-281

1 comment:

  1. Maaf mau tanya, jika pengerusakan barang milik orang lain yg indikasi nya ingin mencelakai orang lain itu bagaimana ya? Si korban bisa menuntut apa saja??

    ReplyDelete