A. Latar Belakang
Pembangunan nasional jangka panjang
menitik beratkan pada kualitas hidup sumber daya manusia yang prima. Untuk itu
kita bertumpu pada generasi muda yang memerlukan asuhan dan perlindungan
terhadap penyakit yang mungkin dapat menghambat tumbuh kembangnya menuju
kedewasaan yang berkualitas tinggi guna meneruskan pembangunan nasional dengan
masyarakat yang sehat, sejahtera dan bahagia (Wahaby, 2005).
Diseluruh dunia, angka kematian ibu
mencapai 500.000 jiwa setiap tahunnya dan kematian bayi yang baru lahir sebesar
38% dari seluruh kematian balita. Perluasan secara serempak pelayanan klinis
dan perawatan ibu dan bayinya sangatlah penting untuk memperkecil angka
kematian ibu dan anak yang signifikan sesuai target millenium development goals
(2015) (Lancet, 2005).
Penduduk Indonesia pada tahun 2004
telah melampaui 220 juta jumlah anak dibawah 19 tahun masih merupakan golongan
penduduk yang sangat besar, yaitu kurang lebih sebesar 77 juta (35,05%) dan
jumlah anak balita sebanyak 22 juta (10,4%) dari penduduk 220 juta saat ini
(The state of the word children, 2000 ; data Depkes 2004).
Angka kematian bayi (AKB) dalam dua
dasawarsa terakhir ini menunjukkan penurunan yang bermakna yaitu apabila pada
tahun 1971 masih sebesar 142 dan menjadi
117 per 1000 kelahuran hidup pada tahun 1980 (memerlukan sepuluh tahun), pada
tahun 1985 ke tahun 1990 (hanya lima tahun) dari 71 menjadi 54 per 1000
kelahiran hidup. Penurunan tersebut diikuti dengan menurunnya angka kematian
BALITA atau AKABAR menjadi 56 per 1000 kelahiran hidup. Keberhasilan tersebut
adalah hasik teknologi tepat guna yang dilaksanakan diseluruh Indonesia sejak tahun 1977 dengan
menggunakan kartu menuju sehat (KMS) dalam memantau tumbuh kembang anak
(Wahaby, 2005).
Masyarakat yang berprilaku sehat akan
dapat menciptakan dan memelihara lingkungan yang sehat. Masyarakat yang sehat
juga akan memanfaatkan pelayanan kesehatan dengan sebaik-baiknya dan turut
serta menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berbasis masyarakat. Sedangkan
petugas kesehatan yang berprilaku sehat akan responsive terhadap kebutuhan dan
aspirasi masyarakat. Dengan demikian pada gilirannya ketiga pilarvisi
“Indonesia Sehat” yaitu prilaku sehat, lingkungan sehat serta pelayanan
kesehatan yang bemutu, adil dan merata akan tercapai. Dengan begitu, mimpi kita
tentang Indonesia
yang sehat di masa depan akan benar-benar terwujud (Anonymous, 2008).
Silalahi (2004) mengemukakan bahwa
tetanus di Indonesia
mengakibatkan kematian sekitar 9,8% dari 184 ribu kelahiran bayi di Indonesia .
Walaupun pada tahun 1995 kasus serangan tetanus sudah menurun, tetapi ancaman
itu tetap ada. Sehingga perlu diatasi secara serius, meskipun infeksi tetanus
berakibat fatal, namun dapat dicegah dengan pemberian imunisasi. Imunisasi
adalah prosedur untuk meningkatkan derajat imunisasi seseorang terhadap kuman
pathogen. Hal ini dimaksudkan agar orang yang diberikann imunisasi akan kebal
terhadap penyakit yang disebabkan oleh kuman patogen sesuai dengan vaksin yang
diberikan (Markum, 2000).
Umumnya vaksin tetanus toksoid
ditawarkan pada pasangan calon pengantin yang akan menikah, namun banyak
pasangan yang menolak karena adanya faktor kekurangan pengetahuan terhadap
vaksin tetanus toksoid (TT) (Hartono, 2005).
Pada saat pemeriksaan kehamilan ini
pula, ibu hamil diberikan suntikan tetanus toksoid (TT). Pemberian vaksin
(toksoid) melalui suntikan, diperlukan untuk melindungi ibu hamil saat bersama
bayinya terhadap tetanus neonatorum. Sosialisasi imunisasi TT perlu dilakukan
mengingat masih ada sebagian masyarakat yang beranggapan bahwa perempuan yang
akan menikah mendapat imunisasi tetanus toksoid, maka setelah menikah dia akan
terlambat hamil. Sehingga ibu hamil menjadi tidak subur lagi setelah
melahirkan. Setiap ibu hamil harus mengetahui, memahami manfaat dan jarak waktu
pemberian TT (Achsin, 2003).
Dari sejumlah kasus, tetanus pada
bayi baru lahir memiliki angka yang sangat signifikan (10%). Pada umumnya kasus
itu, penggunaan gunting yang kotor (15%) dan berkarat oleh para bidan (10%)
atau dukun bayi pada saat memotong tali pusat bayi (60%) adalah penyebabnya
(Khalidatunnur, 2007).
Menurut Widian Nur (2008), menyatakan
bahwa dengan keberhasilan imunisasi sejak itu dilakukan pula vaksinasi tetanus
toksoid (TT) pada ibu hamil tahun 1974. sangat dianjurkan bagi ibu hamil yang
belum divaksinasi TT untuk segera divaksinasikan, selain itu melindungi diri
ibu juga memberikan kekebalan pada bayinya yang baru dilahirkan agar tidak
terkena tetanus. Sedangkan bila ibu belum pernah mendapatkan TT atau meragukan,
perlu diberikan sejak kunjungan antenatal yang pertama sebanyak 2 kali dengan
jarak minimal 1 bulan. Pemberian TT pada ibu hamil tidak membahayakan
walaupun diberikan pada kehamilan muda,
menurut Gazali (2007) imunisasi tetanus toksoid (TT) diberikan pada ibu hamil
dengan jumlah pemberian sebanyak 2 kali pada trimester ke II, interval waktu
4-6 minggu. Sehingga diharapkan dapat memberikan kekebalan selama 3 tahun.
Imunisasi tetanus toksoid (TT)
merupakan suatu usaha memberikan kekebalan pada ibu hamil dan bayi terhadap
penyakit tetanus dengan pemberian vaksin tetanus toksoid. Manfaat dari
pemberian imunisasi tetanus toksoid ini adalah melindungi bayi dari penyakit
tetanus neonatorum dan melindungi tubuh ibu dari tetanus apabila terluka.
Pemberian imunisasi tetanus toksoid ini bertujuan untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian bayi dari penyakit tetanus neonatorum (Ranuh, 2005).
Berdasarkan data yang diperoleh dari
Puskesmas Mutiara Timur pada bulan Januari- Juli tahun 2010 yaitu 192 ibu hamil.
Atas dasar permasalahan diatas, maka
penulis tertarik untuk mengambil judul “gambaran pengetahuan ibu hamil tentang
pemberian suntikan tetanus toksoid (TT) di Puskesmas Mutiara Timur Kecamatan
Mutiara Timur Kabupaten Pidie Tahun 2010”.
B. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah pada
penelitian ini adalah “bagaimanakah gambaran pengetahuan ibu hamil tentang
pemberian suntikan tetanus toksoid (TT) di Puskesmas Mutiara Timur Kecamatan
Mutiara Timur Kabupaten Pidie Tahun 2010”.
No comments:
Post a Comment