Pengertian Residivis
Residivis atau pengulangan tindak
pidana berasal bahasa prancis yaitu re dan
cado. Re berarti lagi dan cado berarti jatuh, sehingga secara umum dapat diartikan
sebagai melakukan kembali perbuatan-perbuatan kriminal yang sebelumnya bisa
dilakukannya setelah dijatuhi penghukumannya.[1] Apabila seseorang
melakukan beberapa perbuatan yang merupakan beberapa delik yang berdiri
sendiri, satu atau lebih perbuatan yang
telah dijatuhkan hukuman oleh hakim.
Penjelasan di atas dapat dipahami bahwa ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi agar suatu perbuatan dianggap sebagai pengulangan tindak pidana atau
Residivis, yaitu:
1.
Pelakunya
adalah orang yang sama.
2.
Terulangnya
tindak pidana dan untuk tindak pidana terdahulu telah dijauhi pidana oleh suatu
keputusan hakim.
3.
Si
pelaku sudah pernah menjalani hukuman atau hukuman penjara yang dijatuhkan
terhadapnya.
Pengertian Residivis dalam Konsep KUHP
Ada beberapa pasal yang disebutkan dalam KUHP yang mengatur akibat
terjadinya sebuah tindakan pengulangan (recidive) ada dua kelompok
dikategorikan sebagai kejahatan pengulangan (recidive), yaitu:
2.3.1.
Menyebutkan
dengan mengelompokkan tindak-tindak pidana tertentu dengan syarat-syarat
tertentu yang dapat terjadi pengulangannya. Pengulangannya hanya terbatas
terhadap tindak pidana tertentu yang disebutkan dalam Pasal 486, Pasal 487 dan
Pasal 488 KUHP.
2.3.2.
Di
luar kelompok kejahatan dalam Pasal 386 sampai dengan Pasal 388 KUHP juga
menentukan beberapa tindak pidana khusus tertentu yang dapat terjadi
pengulangan, misalnya Pasal 216 ayat (3) KUHP, Pasal 489 ayat (2), Pasal 495
ayat (2) dan Pasal 512 ayat (3).[3]
Mengingat pentingnya tujuan pidana sebagai pedoman dalam pemberian atau
menjatuhkan pidana dimuat dalam konsep rancangan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP), di samping itu juga adanya perkembangan pemikiran mengenai
teori pemidanaan mengakibatkan tujuan pemidanaan yang ideal. Di samping itu
dengan adanya kritik-kritik mengenai dasar pemidanaan yang menyangkut hubungan
antara teori pidana, pelaksanaan dan tujuan yang hendak dicapai serta hasil
yang diperoleh dari penerapan pidana.
Dalam perkembangannya, pengulangan tindak pidana dapat dibagi menjadi
beberapa golongan. pengulangan tindak pidana menurut ilmu kriminologi, dibagi
dalam penggolongan pelaku tindak pidana sesuai dengan perbuatan-perbuatan yang
dilakukan, yaitu:
2.3.3.
Pelanggaran hukum bukan residivis (mono delinquent/ pelanggaran satu
kali/ first offenders) yaitu yang melakukan hanya satu tindak pidana dan
hanya sekali saja.
2.3.4.
Residivis yang dibagi lagi menjadi:
2.3.4.1. Penjahat yang takut meliputi pelanggaran
hukum yang bukan residivis dan mereka yang berkali-kali telah dijatuhi pidana
umum namun antara masing-masing putusan pidana jarak waktunya jauh, atau
perbuatan pidananya begitu berbeda satu sama lain sehingga tidak dapat
dilakukan ada hubungan kriminalitas atau dengan kata lain dalam jarak waktu
tersebut (misalnya 5 tahun menurut pasal 45 KUHP).
2.3.4.2.
Penjahat kronis adalah golongan pelanggaran hukum yang telah mengalami
penjatuhan pidana yang berlipat ganda dalam waktu singkat di antara
masing-masing putusan pidana.
2.3.4.3.
Penjahat berat adalah mereka yang paling sedikit setelah dijatuhi pidana 2 kali
dan menjalani pidana berbulan-bulan dan lagi mereka yang karena kelakuan anti
sosial sudah merupakan kebiasaan atau sesuatu hal yang menetap bagi mereka.
2.3.4.4.
Penjahat sejak umur muda tipe ini memulai karirnya dalam kejahatan sejak ia
kanak-kanak dan dimulai dengan melakukan kenakalan anak.
Kritikan tersebut dapat berpengaruh besar terhadap proses pembuatan
rancangan KUHP yang telah rampung pada Tahun 2000 yang lalu dan telah
disosialisasikan sejak bulan Desember Tahun 2000, “Konsep KUHP tersebut telah
mengalami beberapa perubahan mulai dari konsep Tahun 1971/1972, konsep KUHP
1982/1983, konsep KUHP 1993 dan yang terakhir konsep KUHP Tahun 2000”.[4]
Dari sudut ilmu pengetahuan hukum pidana, pengulang tindak pidana dibedakan
atas 3 jenis, yaitu:
1.
Pengulang
tindak pidana yang dibedakan berdasarkan cakupannya antara lain:
-
Pengertian
yang lebih luas yaitu bila meliputi orang-orang yang melakukan suatu rangkaian
tanpa yang diseiringi suatu penjatuhan pidana/ condemnation.
-
Pengertian
yang lebih sempit yaitu bila si pelaku telah melakukan kejahatan yang sejenis (homolugus
recidivism) artinya ia menjalani suatu pidana tertentu dan ia mengulangi
perbuatan sejenis tadi dalam batas waktu tertentu misalnya 5 (lima) tahun
terhitung sejak terpidana menjalani sama sekali atau sebagian dari hukuman yang
telah dijatuhkan.
2.
Pengulangan
tidak pidana yang dibedakan berdasarkan sifatnya antara lain:
-
Accidentale
recidive yaitu apabila
pengulangan tindak pidana yang dilakukan merupakan akibat dari keadaan yang
memaksa dan menjepitnya.
-
Habituele
recidive yaitu pengulangan
tindak pidana yang dilakukan karena si pelaku memang sudah mempunyai inner
criminal situation yaitu tabiat jahat sehingga kejahatan merupakan
perbuatan yang biasa baginya.
3.
Selain
kepada kedua bentuk di atas, pengulangan tindak pidana dapat juga dibedakan
atas:
-
Recidive
umum, yaitu apabila seseorang melakukan kejahatan/ tindak pidana yang telah
dikenai hukuman, dan kemudian melakukan kejahatan/ tindak pidana dalam bentuk
apapun maka terhadapnya dikenakan pemberatan hukuman.[5]
-
Recidive
khusus, yaitu apabila seseorang melakukan perbuatan kejahatan/ tindak pidana
yang telah dikenai hukuman, dan kemudian ia melakukan kejahatan/ tindak pidana
yang sama (sejenis) maka kepadanya dapat dikenakan pemberatan hukuman.
[1]
Satochid Kartanegara. Hukum Pidana, Kumpulan Kuliyah Bagian Dua: Balai lektur Mahasiswa. hlm. 223.
[2]
Zainal Abidin, Hukum Pidana I,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 431-432.
[3]
Adami Khazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2002), hlm. 81.
[5]
Utrecht E, Hukum Pidana II Rangkaian Sari Kuliah, (Surabaya: Pustaka
Tinta Mas. 2000), hlm. 200.
terima kasih bung postingannya sangat membantu dalam penyelesaian tugas saya !!!
ReplyDeleteTerimakasih atas postingannya...sangat membantu
ReplyDelete