Kamu mungkin bisa menunda waktu, tapi waktu tidak akan bisa menunggu...Waktu yang hilang tidak akan pernah kembali.

Wednesday, February 8, 2012

Residivis


Pengertian Residivis

Residivis atau pengulangan  tindak pidana berasal bahasa prancis yaitu re dan  cado. Re berarti lagi dan cado berarti jatuh, sehingga secara umum dapat diartikan sebagai melakukan kembali perbuatan-perbuatan kriminal yang sebelumnya bisa dilakukannya setelah dijatuhi penghukumannya.[1] Apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang merupakan beberapa delik yang berdiri sendiri,  satu atau lebih perbuatan yang telah dijatuhkan hukuman oleh hakim.
Penjelasan di atas dapat dipahami bahwa ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu perbuatan dianggap sebagai pengulangan tindak pidana atau Residivis, yaitu:
1.      Pelakunya adalah orang yang sama.
2.      Terulangnya tindak pidana dan untuk tindak pidana terdahulu telah dijauhi pidana oleh suatu keputusan hakim.
3.      Si pelaku sudah pernah menjalani hukuman atau hukuman penjara yang dijatuhkan terhadapnya.
4.      Pengulangan terjadi dalam waktu tertentu [2]. 

Pengertian Residivis dalam Konsep KUHP
Ada beberapa pasal yang disebutkan dalam KUHP yang mengatur akibat terjadinya sebuah tindakan pengulangan (recidive) ada dua kelompok dikategorikan sebagai kejahatan pengulangan (recidive), yaitu:
2.3.1.      Menyebutkan dengan mengelompokkan tindak-tindak pidana tertentu dengan syarat-syarat tertentu yang dapat terjadi pengulangannya. Pengulangannya hanya terbatas terhadap tindak pidana tertentu yang disebutkan dalam Pasal 486, Pasal 487 dan Pasal 488 KUHP.
2.3.2.      Di luar kelompok kejahatan dalam Pasal 386 sampai dengan Pasal 388 KUHP juga menentukan beberapa tindak pidana khusus tertentu yang dapat terjadi pengulangan, misalnya Pasal 216 ayat (3) KUHP, Pasal 489 ayat (2), Pasal 495 ayat (2) dan Pasal 512 ayat (3).[3]
Mengingat pentingnya tujuan pidana sebagai pedoman dalam pemberian atau menjatuhkan pidana dimuat dalam konsep rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), di samping itu juga adanya perkembangan pemikiran mengenai teori pemidanaan mengakibatkan tujuan pemidanaan yang ideal. Di samping itu dengan adanya kritik-kritik mengenai dasar pemidanaan yang menyangkut hubungan antara teori pidana, pelaksanaan dan tujuan yang hendak dicapai serta hasil yang diperoleh dari penerapan pidana.
Dalam perkembangannya, pengulangan tindak pidana dapat dibagi menjadi beberapa golongan. pengulangan tindak pidana menurut ilmu kriminologi, dibagi dalam penggolongan pelaku tindak pidana sesuai dengan perbuatan-perbuatan yang dilakukan, yaitu:
2.3.3. Pelanggaran hukum bukan residivis (mono delinquent/ pelanggaran satu kali/ first offenders) yaitu yang melakukan hanya satu tindak pidana dan hanya sekali saja.
2.3.4. Residivis yang dibagi lagi menjadi:
2.3.4.1.  Penjahat yang takut meliputi pelanggaran hukum yang bukan residivis dan mereka yang berkali-kali telah dijatuhi pidana umum namun antara masing-masing putusan pidana jarak waktunya jauh, atau perbuatan pidananya begitu berbeda satu sama lain sehingga tidak dapat dilakukan ada hubungan kriminalitas atau dengan kata lain dalam jarak waktu tersebut (misalnya 5 tahun menurut pasal 45 KUHP).
2.3.4.2. Penjahat kronis adalah golongan pelanggaran hukum yang telah mengalami penjatuhan pidana yang berlipat ganda dalam waktu singkat di antara masing-masing putusan pidana.
2.3.4.3. Penjahat berat adalah mereka yang paling sedikit setelah dijatuhi pidana 2 kali dan menjalani pidana berbulan-bulan dan lagi mereka yang karena kelakuan anti sosial sudah merupakan kebiasaan atau sesuatu hal yang menetap bagi mereka.
2.3.4.4. Penjahat sejak umur muda tipe ini memulai karirnya dalam kejahatan sejak ia kanak-kanak dan dimulai dengan melakukan kenakalan anak.
Kritikan tersebut dapat berpengaruh besar terhadap proses pembuatan rancangan KUHP yang telah rampung pada Tahun 2000 yang lalu dan telah disosialisasikan sejak bulan Desember Tahun 2000, “Konsep KUHP tersebut telah mengalami beberapa perubahan mulai dari konsep Tahun 1971/1972, konsep KUHP 1982/1983, konsep KUHP 1993 dan yang terakhir konsep KUHP Tahun 2000”.[4]
Dari sudut ilmu pengetahuan hukum pidana, pengulang tindak pidana dibedakan atas 3 jenis, yaitu:
1.     Pengulang tindak pidana yang dibedakan berdasarkan cakupannya antara lain:
-     Pengertian yang lebih luas yaitu bila meliputi orang-orang yang melakukan suatu rangkaian tanpa yang diseiringi suatu penjatuhan pidana/ condemnation.
-     Pengertian yang lebih sempit yaitu bila si pelaku telah melakukan kejahatan yang sejenis (homolugus recidivism) artinya ia menjalani suatu pidana tertentu dan ia mengulangi perbuatan sejenis tadi dalam batas waktu tertentu misalnya 5 (lima) tahun terhitung sejak terpidana menjalani sama sekali atau sebagian dari hukuman yang telah dijatuhkan.
2.     Pengulangan tidak pidana yang dibedakan berdasarkan sifatnya antara lain:
-     Accidentale recidive yaitu apabila pengulangan tindak pidana yang dilakukan merupakan akibat dari keadaan yang memaksa dan menjepitnya.
-     Habituele recidive yaitu pengulangan tindak pidana yang dilakukan karena si pelaku memang sudah mempunyai inner criminal situation yaitu tabiat jahat sehingga kejahatan merupakan perbuatan yang biasa baginya.
3.     Selain kepada kedua bentuk di atas, pengulangan tindak pidana dapat juga dibedakan atas:
-     Recidive umum, yaitu apabila seseorang melakukan kejahatan/ tindak pidana yang telah dikenai hukuman, dan kemudian melakukan kejahatan/ tindak pidana dalam bentuk apapun maka terhadapnya dikenakan pemberatan hukuman.[5]
-     Recidive khusus, yaitu apabila seseorang melakukan perbuatan kejahatan/ tindak pidana yang telah dikenai hukuman, dan kemudian ia melakukan kejahatan/ tindak pidana yang sama (sejenis) maka kepadanya dapat dikenakan pemberatan hukuman.



[1] Satochid Kartanegara. Hukum Pidana, Kumpulan Kuliyah Bagian Dua:  Balai lektur Mahasiswa. hlm. 223.
[2] Zainal Abidin, Hukum Pidana I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 431-432.

[3] Adami Khazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 81.
[4] Moeljatno. Asas-asas Hukum Pidana. (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm.117.
[5] Utrecht E, Hukum Pidana II Rangkaian Sari Kuliah, (Surabaya: Pustaka Tinta Mas. 2000), hlm. 200.

2 comments:

  1. terima kasih bung postingannya sangat membantu dalam penyelesaian tugas saya !!!

    ReplyDelete
  2. Terimakasih atas postingannya...sangat membantu

    ReplyDelete