Kamu mungkin bisa menunda waktu, tapi waktu tidak akan bisa menunggu...Waktu yang hilang tidak akan pernah kembali.

Wednesday, December 14, 2011


Makalah
PUTUSAN-PUTUSAN ICTR

Di susun

Oleh:

Nama         : Mamfaluthy
Nim            : 140 607 244

Dosen pembimbing:
M. yaqub











IAIN AR-RANIRY
FAKULTAS SYARI’AH JINAYAH WAS SIYASAH
DARUSSALAM, 2008


KATA PENGANTAR




            Segala puji bagi Allah SWT telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua sehingga kita dapat melakukan berbagai aktivitas dan dengan rahmat dan hidayah-Nya pula saya dapat menyelesaikan makalah ini.
            Shalawat beriring salam mari kita sanjungkan kepangkuan Nabi kita yaitu Nabi besar Muhammad SAW, yang telah memperjuangkan risalahnya yaitu agama islam sehingga kita dapat merasakan indahnya dunia pendidikan.
            Tidak lupa pula saya sampaikan ucapan terima kasih kepada Dosen pembimbing kita (M. yaqub), Mata kuliah hukum pidana internasional yang telah membimbing saya dalam menyusun makalah ini.
            Dalam makalah ini saya telah berusaha mencari berbagai rujukan untuk bisa menyampaikan permasalahan yang akan kami bahas. untuk ini saya mengharapkan kritik dan sarannya bagi para pembaca dalam menanggapi permasalahan yang saya angkat ini semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.
            Demikianlah, jika ada kesalahan mohon di sampaikan. Semoga dengan adanya makalah ini akan membawa manfaat bagi kita semua dalam proses pembelajaran mata kuliah ini.
Amin yarabbal ‘alamin.

Darusalam,2 Desember 2008


Penulis



BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Mahkamah pidana internasional untuk Rwanda dibentuk berdasarkan resolusi PBB nomor 955 tanggal 9 november tahun 1994[1]. Berkedudukan di arusha, Tanzania. International Criminal Tribunal untuk Rwanda (ICTR) merupakan pengadilan internasional yang didirikan khusus unutk menangani masalah-masalah di Rwanda.[2] Pengadilan yang didirikan pada bulan November 1994 ini mempunyai tugas untuk mengadili orang-orang yang bertanggung jawab untuk Rwanda (penduduk dan negara Rwanda) dan pelanggaran serius lainnya terhadap hukum internasional yang dilakukan di wilayah rwanda.
. Sebanyak 22 orang yang telah dinyatakan bersalah karena ikut merencanakan pembantaian dan ikut ambil bagian dalam genocida. In 1995 it became located in Arusha , Tanzania . [2] (From 2006, Arusha also became the location of the African Court on Human and Peoples' Rights ).Persidangan telah dilakukan ICTR di Rwanda terhadap beberapa terpidana yang terlibat dalam genosida yang telah menelan korban lebih dari 800.000 kaum minoritas Tutsi dan kaum moderat Hutu yang dibantai oleh para ekstremis Hutu pada tahun 1998. Sejak itu, terpidana lainnya tinggal menunggu giliran persidangan.
Namun 1 kendala dalam pelaksanaan keputusan ICTR yaitu terpidana tidak dapat di hukum mati karena persyaratan ekstradisi dari negara lain (banyak tersangka yang lari keluar negeri) terhadap terpidana yang melarikan diri keluar dari negeri Rwanda. Bagi banyak negara, penghapusan hukuman mati merupakan prasyarat ekstradisi para tersangka genosida ke Rwanda.
Dengan penghapusan hukuman mati, mereka dan orang-orang yang dihukum mati atas kejahatan lainnya akan selamat dan menjalani hukuman penjara seumur hidup. Secara keseluruhan, sekitar 650 orang terhindar dari hukuman mati ini. Sejauh ini, Tribunal yang telah selesai 21 persidangan dan dihukum 28 orang terdakwa. Another 11 trials are in progress. 11 persidangan yang lain dalam proses. 14 individuals are awaiting trial in detention; but the prosecutor intends to transfer 5 to national jurisdiction for trial. 14 individu yang menunggu persidangan dalam tahanan, tetapi jaksa bermaksud untuk mentransfer ke 5 nasional yurisdiksi untuk pengadilan. 18 others are still at large, some suspected to be dead. [2] The first trial, of Jean-Paul Akayesu , began in 1997. Jean Kambanda , interim Prime Minister, pled guilty. 18 orang lagi masih besar, beberapa diduga mati.[3]
Pada tahun 1996 Dewan Keamanan PBB membentuk International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) untuk “berperan dalam proses rekonsiliasi nasional” dan mengadili sejumlah kasus yang sangat serius terkait genosida. Lembaga ini, yang akan menyelesaikan pengadilan terhadap 70 orang pada akhir tahun ini, bisa mengakhiri tugasnya dan mengalihkan 17 kasus lainnya kepada sistem pengadilan Rwanda. Sebanyak 18 orang yang dinyatakan bersalah oleh lembaga itu masih buron.
Pada tahun 1998 pengoperasian Tribunal diperluas.[4] Melalui beberapa resolusi, Dewan Keamanan disebut di Tribunal untuk penyelidikan yang lengkap dengan akhir tahun 2004, lengkap semua kegiatan percobaan dengan akhir tahun 2008, dan menyelesaikan semua pekerjaan di tahun 2010. [5]
The tribunal has jurisdiction over genocide, crimes against humanity and war crimes, which are defined as violations of Common Article Three and Additional Protocol II of the Geneva Conventions (dealing with war crimes committed during internal conflicts).                        Pengadilan ICTR yang mempunyai yurisdiksi atas Genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang, yang semua kejahatan tersebut didefinisikan sebagai pelanggaran terhadap Pasal Tiga Umum dan Protokol Tambahan II dari Konvensi Jenewa (berurusan dengan kejahatan perang selama konflik internal).

  1. Rumusan Masalah
  1. Bagaimana keputusan-keputusan dari ICTR terhadap pelaku genocida?
  2. siapa saja yang terlibat di dalam genocida yang terjadi di rwanda tahun1994?


  1. Maksud Dan Tujuan Penulisan
  1. Untuk mengetahui bagaimana keputusan ICTR terhadap pelaku genocida di Rwanda.
  2. untuk mengetahui siapa saja yang terlibat didalam genocida di Rwanda tahun 1994.


  1. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini merupakan metode yang bersifat library research, yaitu dengan mengumpulkan berbagai data dari bahan-bahan bacaan baik dibuku maupun di internet kemudian di analisa dan di susun dalam bentuk makalah.



BAB II
PEMBAHASAN
  1. Keputusan-Keputusan ICTR
Diantara orang yang terlibat di dalam genocida dan keputusan ICTR terhadap mareka.
1.Jean Paul Akayesu Jean Paul AkayesuJump to: navigation , search
Jean-Paul Akayesu (born 1953) is a former teacher , school inspector, and Mouvement Démocratique Républicain politician from Rwanda .Jean-Paul Akayesu (lahir 1953) adalah mantan guru, pengawas sekolah, dan politikus Mouvement Démocratique Républicain dari Rwanda. He served as mayor of Taba commune from April 1993 until June 1994. Dia menjabat sebagai walikota di Taba dari April 1993 sampai Juni 1994.
As mayor, Akayesu was responsible for performing executive functions and maintaining order in Taba, meaning he had command of the communal police and any gendarmes assigned to the commune.Sebagai walikota, Akayesu bertanggung jawab penuh dalam melaksanakan fungsi eksekutifnya dan menjaga ketertiban di Taba.  During the Rwandan Genocide of mid-1994, over 800,000 Tutsis were killed in Akayesu's commune, and many others were subject to violence and other forms of hatred.Selama pertengahan tahun 1994, lebih dari 800.000 Tutsis dibunuh, dan banyak lainnya yang telah diatur untuk melaksanakan kekerasan dan berbagai bentuk kebencian. Akayesu not only refrained from stopping the killings, but personally supervised the murder of various Tutsis. [ citation needed ] He also gave a death list to other Hutus , and ordered house-to-house searches to locate Tutsis. [ citation needed ] Akayesu tidak hanya dari refrained menghentikan pembunuhan, tetapi juga mengawasi secara pribadi pembunuhan terhadap berbagai orang Tutsis. Dia juga memberikan daftar kematian Hutus, dan memerintahkan bawahannya untuk mencari-cari orang-orang Tutsi di setiap rumah.
[ edit ] Trial            Akayesu was arrested in Zambia in October 1995, making Zambia the first African nation to extradite criminals to the International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) [1]Akayesu ditangkap di Zambia pada Oktober 1995, ini menjadikan Zambia sebagai bangsa Afrika yang pertama yang menyerahkan pelaku kejahatan untuk International Criminal Tribunal untuk Rwanda (ICTR).
Here is the relevant section of the September, 1999 United Nations report [ 1 ] :            Berikut adalah bagian yang relevan dari September, 1999 Perserikatan Bangsa-Bangsa laporan[6]
"Report of the International Criminal Tribunal for the Prosecution of Persons Responsible for Genocide and Other Serious Violations of International Humanitarian Law Committed in the Territory of Rwanda and Rwandan Citizens Responsible for Genocide and Other Such Violations Committed in the Territory of Neighbouring States between 1 January and 31 December 1994": "Laporan dari International Criminal Tribunal yang diajukan Jaksa Penuntut Umum Orang yang bertanggung jawab untuk Genosida dan Pelanggaran Serius Hukum Humaniter Internasional yang ada di Wilayah Rwanda dan bertanggung jawab untuk Genosida dan lain tersebut Pelanggaran yang Dikirim ke Wilayah Rwanda dari negara-negara jiran antara 1 Januari dan 31 Desember 1994 ":

The Prosecutor v. Jean Paul Akayesu (ICTR-96-4-T) Jaksa Penuntut Umum v. Jean Paul Akayesu (ICTR-96-T-4)
14. 14. On 2 September 1998, Trial Chamber I of the International Criminal Tribunal for Rwanda, composed of Judges Laïty Kama, Presiding, Lennart Aspegren and Navanethem Pillay , found Jean Paul Akayesu guilty of 9 of the 15 counts proffered against him, including genocide , direct and public incitement to commit genocide and crimes against humanity ( extermination , murder , torture , rape and other inhumane acts). Pada tanggal 2 September 1998, Trial Chamber I dari International Criminal Tribunal untuk Rwanda, yang terdiri dari Hakim Kama kaum awam, Presiding, Lennart Aspegren dan Navanethem Pillay, ditemukan Jean Paul Akayesu bersalah dari 9 dari 15 kasus yang dituduhkan terhadap dia, termasuk Genosida, dan langsung masyarakat gelitik untuk komit Genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan (pembasmian, pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan dan lain tindakan yang tidak manusiawi). Jean Paul Akayesu was found not guilty of the six remaining counts, including the count of complicity in genocide and the counts relating to violations of article 3 common to the Geneva Conventions and of Additional Protocol II thereto. Jean Paul Akayesu ditemukan tidak bersalah dari enam sisa dihitung, termasuk hitungan dari keterlibatan dalam Genosida dan responden yang berkaitan dengan pelanggaran pasal 3 umum ke Konvensi Jenewa dan Protokol Tambahan II itu.
15. 15. The Akayesu judgement includes the first interpretation and application by an international court of the 1948 Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide . Akayesu termasuk pertimbangan yang pertama dan penafsiran aplikasi oleh pengadilan internasional dari 1948 Konvensi tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana azab dari Genosida.
16. 16. The Trial Chamber held that rape, which it defined as "a physical invasion of a sexual nature committed on a person under circumstances which are coercive", and sexual assault constitute acts of genocide insofar as they were committed with the intent to destroy, in whole or in part, a targeted group, as such. The Trial Chamber pemerkosaan yang diadakan, yang didefinisikan sebagai "sebuah invasi fisik yang berbau seksual komitmen pada seseorang di bawah kondisi yang paksaan", dan seksual merupakan tindakan Genosida sepanjang mereka berkomitmen dengan niat untuk memusnahkan, di seluruh atau di bagian, yang ditargetkan grup, dan semacamnya. It found that sexual assault formed an integral part of the process of destroying the Tutsi ethnic group and that the rape was systematic and had been perpetrated against Tutsi women only, manifesting the specific intent required for those acts to constitute genocide. Ia ditemukan seksual yang dibentuk merupakan bagian integral dari proses yang merusak Tutsi kelompok etnis dan pemerkosaan yang telah sistematis dan telah perpetrated terhadap perempuan hanya Tutsi, manifesting yang diperlukan untuk maksud tertentu yang merupakan tindakan untuk Genosida.
17. 17. On 2 October 1998, Jean Paul Akayesu was sentenced to life imprisonment for each of the nine counts, the sentences to run concurrently. Pada tanggal 2 Oktober 1998, Jean Paul Akayesu telah dihukum penjara seumur hidup untuk masing-masing sembilan dihitung, kalimat yang berjalan serentak.
18. 18. Both Jean Paul Akayesu and the Prosecutor have appealed against the judgement rendered by the Trial Chamber. Kedua Jean Paul Akayesu dan Jaksa Penuntut Umum telah banding terhadap keputusan yang diberikan oleh Trial Chamber.

2. Jean Kambanda  
Jean Kambanda (lahir pada tanggal 19 Oktober 1955) adalah Perdana Menteri dalam pemerintah Rwanda dari awal tahu 1994 Rwanda. Dia adalah satu-satunya kepala pemerintah yang membantah atas tuduhan melakukan tindakan Genosida, dalam kelompok pertama tersebut sejak Konvensi tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana  Genosida. Pada saat terjadi krisis pada bulan april 1994, dia tetap mejadi perdana mentri. Dan dia berusaha menghindar atas tuduhan genosida dengan cara bertahan di kantornya dalam waktu yang lama kiras-kira mencapai seratus hari. Dan pada tanggal 19 Juli 1994, kambanda  melarikan diri keluar negari.
Kambanda ditangkap di Nairobi pada tanggal 18 Juli 1997, setelah tujuh minggu pengintaian dan ditransfer ke International Criminal Tribunal untuk Rwanda. Pengadilan mendakwa dia sebagai penyaluran senjata ringan dan amunisi di Butare dan Gitarama dengan pengetahuan bahwa mereka akan digunakan untuk masal warga sipil dan Dia didapati bersalah.
Pada tanggal 4 September, 1998,  ICTR menghukum  Jean Kambanda dengan Penjara Seumur Hidup atas tuduhan: Genocide, dan Perjanjian untuk sepakat dalam melakukan Genosida di hadapan Publik dan Gagal dalam tugas untuk mencegah Genosida yang terjadi ketika dia menjabat sebagai perdana menteri. Dua bagian dari kejahatan terhadap kemanusiaan Ini adalah putusan sementara atau masih dalam pembuktian oleh ICTR Banding Chamber pada 19 Oktober 2000, dan pada saat ini Kambanda dipenjarakan di Mali.
Meskipun Kambanda bersalah, namun setelah menerima nasehat hukum, dari pengacaranya. Pengacara kambanda melakukan pembelaan terhadap kambanda dengan mengatakan bahwa Perdana Menteri (jean kambanda) adalah "wayang" dari militer, yang telah mengheret dia dari bank, setelah sebelumnya membunuh perdana menteri (Agathe Uwilingiyimana dan perdana menteri sebelumnya), untuk mengesahkan kontrol mareka atas negara mereka yaitu Rwanda. Dia meminta ICTR untuk menghukum kambanda dengan hukuman hanya dua tahun karena ia bertindak "di bawah paksaan dengan tanggung jawab terbatas".
Dari pernyataan di atas Pengadilan menyimpulkan bahwa ini pembelaan  terhadap dakwaan Genosida adalah tidak relevan.
Pada tahun 2006 dia mengaku melakukan atau membiarkan terjadinya pembantaian untuk pertahanan Kolonel Theoneste Bagosora di 'Militer 1' dan ini merupakan percobaan pebantaian oleh pemimpin senior militer. Dalam hal ini kabanda mencoba menyalahkan militer atas tindakannya. Dia mengatakan bahwa dia tidak pernah menemukan rencana untuk komit dengan Genosida.
Dalam banding, Kambanda mengatakan bahwa ia telah membuat pengakuan kesalahan, karena disalahfahamkan oleh pengacara. Dia mengatakan bahwa dia ini bertujuan untuk menjawab tidak bersalah tetapi terus terang.
Menurut ICTR banding:
"Kambanda mengatkan bahwa sementara dia merasa bertanggung jawab untuk apa yang terjadi, namun pada saat sekarang dia tidak merasa bersalah"

Jean Bosco Barayagwiza 3. Jean Bosco Barayagwiza
Jump to: navigation , searchJean Bosco Barayagwiza was a leader of the Rwandan radio station Radio Télévision Libre des Mille Collines during the 1994 Rwandan Genocide .            Jean Bosco Barayagwiza adalah pemimpin dari stasiun radio Rwanda dan Televisi Libre des selama 1994 Rwanda.
He was charged by the International Criminal Tribunal for Rwanda on October 23 , 2000 along with co-leader Ferdinand Nahimana and Hassan Ngeze , director and editor of the Kangura newspaper.            Dia telah di adili oleh International Criminal Tribunal untuk Rwanda pada 23 Oktober 2000 bersama co-pemimpin Ferdinand Nahimana dan Ngeze Hassan, direktur dan editor dari Kangura koran. Barayagwiza refused to partake in the trial, claiming that the judges were not impartial. [ 1 ] Barayagwiza menolak bahwa dia mengambil bagian dalam percobaan genoside. Dia mengklaim bahwa hakim tidak berlaku adil.[7]
After his conviction on December 3, 2003 to 35 years imprisonment (he was sentenced to 27 years, given his time already spent in captivity), he announced that he was appealing the sentence.            Pada 3 Desember 2003 dia Di Hukum Hingga 35 Tahun Penjara (dia dihukum 27 tahun, dengan tambahan kurungan selama persidangan). He was assigned Donald Herbert as a new defence counsel on November 30, 2004.Pada tanggal 30 November 2004 dia menunjuk  pengacara baru yaitu Donald Herbert sebagai pembela.
[ edit ] References
4. Clément Kayishema Clément Kayishema
Clément Kayishema (born 1954) is a Rwandan doctor , politician and the former prefect of Kibuye .            Clément Kayishema (lahir 1954) adalah Rwandan dokter, politikus dan mantan ketua dari Kibuye. His father, Jean Baptiste Nabagiziki , was a judge , although his mother and siblings were uneducated farmers . Ayahnya, Jean Baptiste Nabagiziki, adalah seorang hakim.
Kayishema began attending the National University of Rwanda on a scholarship in 1974.            Kayishema mulai menghadiri beasiswa National University of Rwanda pada tahun 1974. Upon graduation, he worked as a doctor, practicing surgery and general medicine. Setelah lulus, dia bekerja sebagai dokter, berpraktek operasi umum dan obat-obatan. In 1984, he worked in a Ugandan refugee camp , and then from 1986 until 1991 he was the medical director of the hospital in Nyanza . Pada 1984, dia bekerja di sebuah kamp pengungsian Uganda, dan kemudian dari 1986 hingga 1991 dia menjadi direktur medis rumah sakit di Nyanza. In 1987 he married a woman named Mukandoli, who holds a degree in education science, with specialization in psychology , and with her had two children. Pada 1987 ia menikah dengan seorang wanita bernama Mukandoli, yang memegang gelar dalam bidang pendidikan sains, dengan spesialisasi di psikologi, dan dengan dia mempunyai dua orang anak. He joined a political party in April of 1992 and was appointed prefect of Kibuye on 3 July of that same year. Dia bergabung dengan partai politik pada bulan April 1992 dan dilantik sebagai ketua dari Kibuye bulan Juli tahun yang sama.
During the Rwandan genocide , Kayishema, as prefect, ordered several roadblocks placed.            Eventually, starting on 15 April 1994 , the local officials and militia attacked the Tutsi refugees, on orders and under the supervision of Kayishema.Pada tanggal 15 April 1994, pejabat setempat dan milisi menyerang pengungsi Tutsi, atas perintah dan di bawah pengawasan Kayishema. Kayishima personally participated in the attacks. Kayishima ikut berpartisipasi dalam serangan terhadap etnis tutsi yang kira berjumlah 17.000 dan 40.500 di stadion kibuye town.
On 21 May 1999 , he was sentenced to life imprisonment by the International Criminal Tribunal for Rwanda .            Pada tanggal 21 Mei 1999, pengadilan ICTR menghukum dia Dengan Hukuman Penjara Seumur Hidup oleh International Criminal Tribunal untuk Rwanda. He is serving his sentence in a prison in Mali .

5. Bernard Ntuyahaga
Bernard Ntuyahaga merupakan seorang tentara yang berpangkat mayor (mungkin lahir pada 1952) telah dihukum oleh pengadilan Belgia dalam kasus pembunuhan sepuluh anggota penjaga perdamaian PBB di Rwanda.
Ntuyahaga dilahirkan di Mabanza, Kibuye, Rwanda. In 1972, Pada 1972, dia masuk sekolah tentara sekolah di Pada tahun 1994, dia memegang peringkat utama.
Pada 7 April 1994, mengepung rumah perdana menteri Agathe Uwilingiyimana, dan membunuh 10 penjaga perdamaian dari belgia, pembunuhan juga dilakukan didepan Ntuyahaga dan prajurit yang lainnya yaitu pembunuha madame Agathe dan suaminya. Ntuyaga di hukum dua puluh tahun penjara. [8]
Pada bulan Juni 1998, Ntuyahaga menyerahkan diri ke Tribunal Pidana Internasional untuk Rwanda (ICTR) di Arusha, Tanzania. Pada bulan September tahun itu, yang dikeluarkan sebuah surat dakwaan ICTR yang menyatakan bahwa dia: berkomplot untuk komit Genosida; Genosida atau keterlibatan dalam Genosida; kejahatan perang dan dua bagian dari kejahatan terhadap kemanusiaan. Ntuyahaga mengaku tidak bersalah.
7 September 2006, sebagaimana dimaksud ruang sidang kasus ke Pengadilan Assize.19 April 2007 persidangan terhadap Ntuyahaga dimulai. Dan Pada tanggal 4 Juli 2007, pengadilan menyatakan kembali dengan putusan Ntuyahaga bersalah atas pembunuhan dari penjaga perdamaian yang tidak dikenal dan sejumlah warga sipil. Dia ditemukan tidak bersalah dalam pembunuhan terhadap Perdana Menteri, dan pembunuhan  terhadap warga sipil di Butare. Para jaksa meminta untuk di penjara seumur hidup, tetapi pada hari berikutnya juri memutuskan Ntuyahaga untuk dihukum Dua Puluh Tahun Penjara. Pengacara Luc de Temmerman menyatakan bahwa mereka kemungkinan besar tidak akan naik banding.

6. Robert Kajuga
Jerry Robert Kajuga , a Tutsi whose family disguised its official identity as Hutu , was the President of the Interahamwe militia which was largely responsible for perpetrating the Rwandan Genocide of 1994.            Jerry Robert Kajuga, sebuah keluarga Tutsi yang samar-samar dengan identitas resmi sebagai Hutu, adalah Presiden Interahamwe milisi yang bertanggung jawab untuk sebagian besar tindak kejahatan di Rwanda tahun 1994.Although many other high-ranking Interahamwe officials were implicated by Georges Rutaganda in a statement that Hutu hardliners assassinated Juvénal Habyarimana with French backing, Kajuga has pronounced fierce loyalty to Habyarimana and is not believed to have played a role in his death. Kajuga kept his brother Wyclif at the Hôtel des Mille Collines in Kigali , as a precaution due to their true Tutsi identity.
Kajuga dipelihara saudaranya Wyclif di Hotel des banyak Collines di Kigali, sebagai pencegahan karena mereka benar beridentitas tutsi. This may have contributed to the success of the Mille Collines in remaining safe from the genocide . Ini mungkin juga telah memberikan kontribusi bagi keberhasilan yang tersisa di banyak Collines aman dari Genosida. Kajuga fled Rwanda in 1996, taking refuge in nearby Zaire for 2 years, before being arrested by UN Security forces and standing trial in the court of Kigali. Kajuga melarikan diri dari Rwanda pada tahun 1996, yang berlindung di dekat Zaire selama 2 tahun, sebelum ditangkap oleh Pasukan Keamanan PBB dan berdiri dalam sidang pengadilan dari Kigali. He was sentenced to life imprisonment for war crimes. Dia Dihukum Penjara Seumur Hidup untuk kejahatan perang.



  1. Proses Terhadap Kasus Genocida Berdasarkan Keputusan ICTR
  1. Diantara Tahapan putusan ICTR
    1. Pertama dimulai pada akhir Desember 1996
    2. Dan pada akhir Desember 1997, 322 orang telah diadili dalam persidangan 105 diadakan di kamar-kamar khusus yang dibuat oleh pelaksana hukum untuk genocida. Of this number, 111 of the accused were found guilty and sentenced to death while another 109 were condemned to life in prison and eighty-one to shorter terms. Dari jumlah ini, 111 terdakwa ditemukan bersalah dan sebagian dihukum mati sedangkan 109 orang lainnya menjalani kehidupan di penjara dan Nineteen persons were acquitted. 45 Sembilan belas orang telah dibebaskan.
    3. Pada akhir April 1998, pemerintah Rwanda melaksanakan hukuman mati bagi dua puluh dua orang, karena memimpin atau berpartisipasi dalam Genosida.
    4. Salah satu yang paling penting adalah pejabat pemerintah Rwanda sekarang di tangan pengadilan yaitu mantan perdana menteri sementara, Jean Kambanda, mengaku bersalah untuk Genosida pada bulan Mei 1998 dan telah dihukum Penjara Seumur Hidup oleh pengadilan pada awal September 1998.
    5. The executions took place in public stadiums in several towns.Pada 2 September 1998, pengadilan menemukan bukti yang menyatakan bahwa Jean-Paul Akayesu, mantan burgomaster dari Taba, bersalah atas sembilan dari lima belas kasus yang dituduhkan kepadanya, termasuk Genosida dan perkosaan. He was the first person to be convicted of genocide after trial by an international court. Dia adalah orang pertama yang akan dihukum karena Genosida.
    6.  On September 2, 1998, the tribunal found Jean-Paul Akayesu, former burgomaster of Taba, guilty of nine of fifteen charges, including genocide, inciting to genocide, and rape.Pada Desember 1998, Omar Serashago, seorang pemimpin milisi dari Gisenyi mengaku bersalah untuk empat tuntutan, termasuk Genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. He was sentenced to fifteen years in prison. Dia dihukum lima belas tahun penjara. The tribunal heard final arguments in the case of Clément Kayishema, former prefect of Kibuye, and his co-defendant, businessman Obed Ruzindana, in late 1998 and was expected to issue a decision in early 1999.
    7. Among others awaiting trial at Arusha are Colonel Bagosora, CDR leader Barayagwiza, propagandist and RTLM head Ferdinand Nahimana, MRND president Mathieu Ngirumpatse, and former minister Pauline Nyiramasuhuko and her son Shalom Ntahobali. 18Antara lain yang sedang menunggu persidangan di Arusha adalah Kolonel Bagosora, pemimpin CDR Barayagwiza, kepala RTLM Ferdinand Nahimana, MRND Mathieu Ngirumpatse presiden, dan mantan menteri Pauline Nyiramasuhuko dan anaknya Mereka Ntahobali.
    8. Pengadilan PBB yang mengadili dalang pembasmian etnik 1994 di Rwanda mengatakan bahwa mandatnya telah diperpanjang satu tahun hingga 2009.[9] ICTR diharapkan akan merampungkan semua kasusnya pada akhir tahun ini, dan pekerjaan terakhir dalam semua bandingnya pada akhir tahun 2010. ICTR sekarang harus menyelesaikan pertama-tama semua pengadilan ini pada 31 Desember 2009 dan semua pengadilan banding pada 31 Desember 2010."Hingga sekarang ini pengadilan itu telah memberikan putusan dalam 32 kasus, dan juga telah mengeluarkan putusan dalam 2 kasus lain yang menunggu banding.Tigabelas pelarian penting masih bebas berkeliaran termasuk Felicien Kabuga, pengusaha kaya Hutu yang dituduh membiayai milisi, dan Augustin Bizimana, bekas menteri pertahanan.



BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan

1.                            Sejak penciptaan pada tahun 1994 sampai Maret 2007, ICTR telah mencoba 33 orang:   5 have been acquitted, and 28 have been sentenced to different terms of imprisonment. 5 telah dibebaskan, dan 28 telah dihukum penjara dengan berbagai hal yang berbeda.   In March 2007, 27 people were currently on trial, 9 were awaiting trial, and 18 were at large. Pada Maret 2007, 27 orang pada saat ini percobaan, 9 sedang menunggu persidangan, dan 18 orang di besar. Percobaan pertama, melibatkan Jean Paul Akayesu, mantan Walikota Taba bersatu, bermula pada 9 Januari 1997. The first judgment, in the same case, sentenced the accused to life imprisonment on October 2, 1998. Pertimbangan pertama, dalam kasus yang sama, terdakwa ke hukuman penjara seumur hidup pada 2 Oktober 1998. Akayesu was found guilty of genocide, direct and public incitement to commit genocide and rape as an act of genocide. Akayesu ditemukan bersalah atas Genosida.
2.                             · Currently, there are seven ongoing cases involving 20 detainees.Saat ini, terdapat tujuh kasus yang sedang berlangsung melibatkan 20 tahanan. They include four joint trials and three single-case trials. Mereka termasuk empat bersama tiga persidangan dan satu-kasus persidangan. The biggest trial is the ‘’Butare trial’’ which groups six genocide suspects. Percobaan terbesar adalah Butare percobaan Genosida yang melibatkan enam tersangka. The three other joint trials involve four accused persons each : Military I, involving the alleged mastermind of the genocide, Colonel Theoneste Bagosora; Government I and II involving former ministers in the interim government and former senior politicians. Tiga lainnya bersama persidangan melibatkan empat orang terdakwa masing-masing: Saya Militer, yang diduga merupakan otak dari Genosida, Kolonel Theoneste Bagosora; Pemerintah I dan II yang melibatkan mantan menteri dalam pemerintahan sementara dan mantan politisi senior. The single accused cases involve “Mika” Muhimana, former mayor of Gishyita (Kibuye prefecture), Emmanuel Ndindabahizi, former minister of Finance and Sylvestre Gacumbitsi, former mayor of Rusumo commune. Satu terdakwa kasus yang melibatkan "Mika" Muhimana, mantan Walikota Gishyita (kota Kibuye), Emmanuel Ndindabahizi, mantan Menteri Keuangan dan Sylvestre Gacumbitsi, mantan Walikota Rusumo bersatu. For these two, judgment is expected by mid-2004. Untuk dua ini, diharapkan penghakiman pada pertengahan 2004.· The tribunal still has 23 detainees awaiting trial.Pengadilan yang masih memiliki 23 tahanan menunggu persidangan.· The tribunal indicted a total of 83 persons: 67 were arrested,16 others are officially indicted but not arrested.Pengadilan yang Didakwa total 83 orang: 67 ditangkap, 16 lainnya yang secara resmi Didakwa tetapi tidak ditangkap. Another 24 suspects, not yet indicted, are under investigation. 24 tersangka lain, belum Didakwa, berada di bawah investigasi.· The most famous convicts include Jean Kambanda, former prime minister who became the first head of government to be convicted of crimes of genocide, Jean Paul Akayesu, former mayor of Taba commune and the first person ever to be convicted of rape as an act of genocide.Yang paling terkenal termasuk tertuduh Jean Kambanda, mantan perdana menteri yang menjadi kepala pemerintah pertama yang akan dihukum dari kejahatan Genosida, Jean Paul Akayesu, mantan Walikota Taba bersatu dan orang pertama yang akan pernah dihukum atas perkosaan sebagai tindakan Genosida. Other famous convicts whose cases are at the appeal stage, are the three media personalities: Ferdinand Nahimana, former director of Radio Télévision Libre de Mille Collines (RTLM), Hassan Ngeze, former owner and editor of Kangura extremist newspaper, both of whom were sentenced to life imprisonment, and Jean Bosco Barayagwiza, former director of political affairs in the ministry of Foreign Affairs and founder member of RTLM, sentenced to 35 years. Tertuduh yang terkenal lainnya adalah kasus di tahap banding, adalah tiga media pribadi: Ferdinand Nahimana, mantan direktur Radio Selebritis Televisi Libre de banyak Collines (RTLM), Hassan Ngeze, mantan pemilik dan editor Kangura ekstremis koran, yang kedua adalah hukuman ke penjara seumur hidup, dan Jean Bosco Barayagwiza, mantan direktur urusan politik di Kementerian Luar Negeri dan anggota pendiri RTLM, hukuman 35 tahun.
3.                             · The most famous detainees whose trials are ongoing, are the former director of cabinet in the Ministry of Defence, Colonel Theoneste Bagosora and Pauline Nyiramasuhuko, former minister for Family and Women Affairs.Yang paling terkenal adalah tahanan yang pada saat persidangan berlangsung, adalah mantan direktur kabinet di Departemen Pertahanan, Kolonel Theoneste Bagosora dan Pauline Nyiramasuhuko, mantan menteri untuk Wanita dan Keluarga Negeri. She is the first woman ever indicted by an international tribunal, and the first to be indicted for rape as a crime against humanity. Dia adalah wanita pertama pernah Didakwa oleh pengadilan internasional, dan untuk pertama Didakwa pemerkosaan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. · Six prisoners are serving their prison terms in Mali.Enam tahanan yang melayani mereka di penjara istilah Mali. They are Jean Kambanda, former prime minister, Clement Kayishema, former prefect of Kibuye, Jean Paul Akayesu, former mayor of Taba commune, Obed Ruzindana, former businessman, Alfred Musema, former director of Gisovu Tea Factory and Omar Serushago, former Interahamwe militia leader in Gisenyi prefecture. Mereka adalah Jean Kambanda, mantan perdana menteri, Klemens Kayishema, mantan ketua dari Kibuye, Jean Paul Akayesu, mantan Walikota Taba bersatu, Obed Ruzindana, mantan pengusaha, Alfred Musema, mantan direktur Gisovu Pabrik Teh dan Serushago Omar, mantan pemimpin milisi Interahamwe Gisenyi di kota. · Two other prisoners are waiting to be transferred to other countries: Georges Ruggiu, former RTLM journalist and George Rutaganda, former second Vice President of Interahamwe militia.Dua tahanan lain yang menunggu yang akan ditransfer ke negara lain: Georges Ruggiu, mantan wartawan RTLM dan George Rutaganda, kedua mantan Vice President dari Interahamwe milisi.
4.                            kebanyakekk· Since its creation in 1994 until March 2007, the ICTR has tried 33 people:· One accused, former Anglican Bishop of Shyogwe, Samuel Musabyimana, died while in detention at the UNDF on January 24th , 2003.Salah satu terdakwa, mantan Anglikan Uskup Shyogwe, Samuel Musabyimana, meninggal ketika dalam tahanan di UNDF pada 24 Januari 2003. Joseph SEREGUNDO, a former technical official for the RTLM, died on August 22, 2006, in a hospital in Nairobi, according to the ICTR.Yusuf SEREGUNDO, mantan teknis resmi untuk RTLM, meninggal pada 22 Agustus 2006, di sebuah rumah sakit di Nairobi, menurut ICTR.   On June 2, 2006, he was sentenced to 6 years in prison after having pleaded guilty for inciting genocide. Pada tanggal 2 Juni 2006, dia dihukum 6 tahun di penjara setelah mengaku bersalah sebagai salah satu penyebab timbulnya Genosida (penghasut).  



DAFTAR PUSTAKA

Parthiana, I Wayan. 2006. Hukum Pidana Internasional.Bandung:Yrana Widya
Siswanto, Arie. 2005. Yurisdiksi Matrial Mahkamah Kejahatan Internasional.Bogor: Ghalia Indonesia
http//www.Wikipidia.org
http//www.antaranews.com
http//www.kompas.com
http//www.infogue.com
http//www. Globalpolicy.org
http//www.newsBBC.co.uk
http//www.hirondellenews.com
http//www.allafrica.com


[1] Nama otentik dari mahkamah pidana internasional dalam kasusu rwanda sebagaimana tercamtum dalam resolusi PBB adalah: the international criminal tribunal for prosecution of person responsible for genocide and other serious violations of international humanitarian law. Commited in the territory of neightbouring states between 1 january 1994 and 31 december 1994.
[2] Sedikit masalah kenapa timbulnya ICTR, secara garis besarnya disebabkan perseteruan antara etnis hutu dengan etnis tutsi yang telah berlansung lama, di awali dengan kudeta yang dilakukan oleh etnis hutu terhadap penguasa Rwanda yang di dominasi oleh etnis tutsi pada tahun 1959. Satu tahun kemudian parmehutu, partai politik yang di dominasi oleh etnis hutu memengang kekuasaan. Tahun 1963 kekerasan etnis telah muncul di negara Rwanda. Tahun 1973 juvenal habyarima melancarkan kudeta dan berkuasa selama 21 tahun. namun perseteruan tersebut mencapai puncaknya pada tahun 1994, yaitu ketika pesawat yang di tumpangi oleh habyarima dan presiden Burundi ntaryamira jatuh. Maka timbul lagi peperangan saudara  sehingga dewan PBB harus turun tangan dengan membentuk ICTR.
[4]  Dewan Keamanan PBB Resolusi 1165 S-RES-1165 (1998) pada tanggal 30 April 1998 (diambil 2008/07/23)
[6] General Assembly Security Council document, page 6
[9] berita-dunia.infogue.com

No comments:

Post a Comment