BAB SATU
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan suatu fenomena kegiatan perekonomian rakyat kecil di kota-kota besar maupun kota kecil. Akhir-akhir ini fenomena penggusuran terhadap para PKL marak terjadi. Para PKL digusur oleh aparat pemerintah seolah-olah mereka tidak memiliki hak asasi manusia dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya (Ekosob). PKL berdagang hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.[1]
Pedagang Kaki Lima ini timbul dari adanya suatu kondisi pembangunan perekonomian dan pendidikan yang tidak merata di seluruh NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) ini. PKL ini timbul dari akibat tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi rakyat kecil yang tidak memiliki kemampuan dalam berproduksi. Pemerintah sebenarnya memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan pembangunan bidang pendidikan, bidang perekonomian dan penyediaan lapangan pekerjaan.[2]
Pedagang Kaki Lima merupakan imbas dari semakin banyaknya jumlah rakyat miskin di Indonesia. Mereka berdagang hanya karena tidak ada pilihan lain, mereka tidak memiliki kemampuan pendidikan yang memadai dan tidak memiliki tingkat pendapatan ekonomi yang baik dan tidak adanya lapangan pekerjaan yang tersedia buat mereka. Untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan membiayai keluarga ia harus berdagang di kaki lima. Pekerjaan PKL dipilih karena sesuai dengan kemampuan mereka, yaitu modalnya tidak besar, tidak membutuhkan pendidikan yang tinggi dan mudah untuk dikerjakan.
Di Indonesia sampai kini memang belum ada undang-undang yang khusus mengatur Pedagang Kaki Lima. Namun demikian walaupun belum ada undang-undang resmi dari pemerintah pusat, peraturan daerah (Perda) yang dibuat oleh pemerintah daerah sudah cukup kuat dan legal untuk mengatur para pedagang kaki lima, agar berjualan secara tertib di tempat yang telah ditentukan.[3] Khusus di Kota Banda Aceh, pemerintah daerah telah membuat dan menetapkan qanun yang menangani PKL yaitu Qanun Kota Banda Aceh No. 3 Tahun 2007 tentang Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima.
Fenomena pedagang kaki lima di Banda Aceh merupakan permasalahan yang pelik dan sukar dicari solusinya karena selalu muncul walau telah ditangani. Pada dasarnya, PKL ini timbul dari adanya ketimpangan sosial dan pembangunan perekonomian serta pendidikan yang tidak merata di Provinsi Aceh, termasuk Kota Banda Aceh. Banda Aceh merupakan sentral ekonomi rakyat Aceh dan menjadi suatu hal yang wajar bila masyarakat banyak yang menggantungkan kelangsungan hidupnya di bidang perdagangan di ibukota provinsi ini. Oleh karena itu, tidak heran bila kemudian banyak bermunculan pedagang-pedagang kaki lima yang menempati berbagai kawasan tertentu, bahkan sekarang hampir di semua tempat mereka menggelar dagangannya di depan toko-toko orang lain di Kota Banda Aceh.
Masalah pedagang kaki lima dan pedagang kagetan ini, merupakan masalah klasik yang sudah ada sebelum bencana tsunami datang. Banyak cara yang telah ditempuh oleh Pemko Banda Aceh dalam menangani PKL ini, di antaranya
melalui penertiban dan relokasi yang dilakukan oleh Dinas Pasar atau Satpol PP, di mana selalu ada langkah-langkah dan tindakan dalam menangani PKL ini.[4] Langkah-langkah tersebut diambil dengan berpedoman pada qanun yang telah disahkan DPRD Banda Aceh yaitu Qanun Kota Banda Aceh No. 3 Tahun 2007 tentang Pengaturan dan Pembinaan PKL Pasal 1, 2 dan 3.
melalui penertiban dan relokasi yang dilakukan oleh Dinas Pasar atau Satpol PP, di mana selalu ada langkah-langkah dan tindakan dalam menangani PKL ini.[4] Langkah-langkah tersebut diambil dengan berpedoman pada qanun yang telah disahkan DPRD Banda Aceh yaitu Qanun Kota Banda Aceh No. 3 Tahun 2007 tentang Pengaturan dan Pembinaan PKL Pasal 1, 2 dan 3.
Pada Pasal 1 ayat (6) disebutkan:
Pedagang Kaki Lima yang selanjutnya disebut PKL adalah pedagang yang dalam usahanya mempergunakan tempat usaha, sarana atau perlengkapan usaha yang mudah dibongkar pasang/dipindahkan yang menempati tanah yang dikuasai pemerintah kota dan atau pihak lain.
Pada Pasal 2 disebutkan:
(1) Pemerintah kota berwenang untuk mengatur dan menata tempat usaha PKL sesuai dengan RT/RW kota.
(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk penataan pemanfaatan lokasi PKL demi terwujudnya ketertiban, kebersihan dan keindahan kota.
Dalam Pasal 3 disebutkan:
(1) Walikota menetapkan lokasi ruang kota untuk tempat usaha PKL sebagaimana dimaksud pada Pasal 2.
(2) Penetapan lokasi untuk tempat usaha PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1), baik di atas tanah yang dikuasai oleh pemerintah kota ataupun pihak lain.
(3) Lokasi tempat usaha PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan peraturan wali kota.
Langkah yang diambil oleh pemerintah Kota Banda Aceh untuk menangani masalah pedagang kaki lima ini di antaranya adalah dengan menertibkan para PKL yang menggelar lapak dagangannya di tempat-tempat yang dilarang berjualan, seperti di trotoar tempat pejalan kaki, di pinggir jalan dan di depan pertokoan. Hal tersebut dilakukan dengan alasan ketertiban dan keindahan tata letak kota serta untuk menghindari terjadinya kemacetan lalu lintas kendaraan pengguna jalan karena pinggiran jalan yang seharusnya untuk dilalui kendaraan telah dijadikan lapak berjualan. Langkah lainnya, pemerintah Kota Banda Aceh telah merelokasi para PKL yang melanggar aturan berjualan ke tempat yang telah ditentukan. Selanjutnya selalu diadakan pengawasan dan pembinaan, agar para PKL tidak melanggar aturan lagi.[5]
Bila mengkaji kembali isi qanun dan melihat realita yang ada, maka dapat dinyatakan bahwa pemerintah kota dengan kewenangannya dapat melakukan tindakan apapun untuk menertibkan PKL dengan alasan untuk ketertiban, kebersihan dan keindahan kota. Pemerintah kota terkesan lebih mementingkan estetika tata ruang kota dibandingkan dengan memikirkan nasib PKL yang mayoritas kondisi ekonominya lemah. Menurut qanun, penghapusan lokasi PKL dilakukan dengan mempertimbangkan kelangsungan usaha para PKL dan setelah terlebih dahulu disosialisasikan kepada para PKL. Jika melihat kenyataan di lapangan, peraturan yang tertera dalam qanun tidak sesuai dengan yang seharusnya pemerintah lakukan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 8 ayat (3). Pasal 8 ayat (3) menyebutkan, bahwa penghapusan lokasi PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan kelangsungan usaha para PKL.
Tetapi dalam kenyataannya pemerintah kota tidak memihak kepada rakyat kecil. Pemerintah kota memang ada melakukan sosialisasi mengenai pemindahan atau penghapusan lokasi PKL, tetapi masih kurang serius mempertimbangkan kelangsungan usaha PKL. Ini terbukti dengan direlokasinya PKL ke tempat yang tidak strategis (sepi pembeli).
Memang pemerintah kota telah merelokasi para PKL yang tempat usahanya ditertibkan ke tempat lain yang telah ditentukan seperti di lapangan Smep kawasan Peunayong. Namun dalam hal ini pemerintah masih kurang mempertimbangkan segi strategis pasar tempat relokasi usaha PKL. Tempat yang direlokasi tersebut berada di kawasan yang kurang strategis dan sepi pembeli, sehingga para PKL merasa dirugikan karena dagangan mereka kurang laku, bahkan ada yang tidak laku sama sekali. Kondisi ini sungguh merupakan suatu hal yang ironi di tengah usaha para PKL mencari nafkah demi kelangsungan hidup diri dan keluarganya.
Para PKL di Kota Banda Aceh menjual berbagai jenis dagangan seperti sayur mayur, buah-buahan, berbagai macam penganan (kue), makanan, minuman, aksesori, pakaian, jilbab, sepatu, tas dan lain sebagainya. Mereka umumnya berasal dari berbagai daerah dalam Provinsi Aceh tetapi kebanyakan dari kawasan Banda Aceh, Aceh Besar dan Kabupaten Pidie.[6]
Kebijakan relokasi yang diatur oleh pemerintah daerah tentunya memiliki efek atau dampak bagi pedagang kaki lima itu sendiri dan juga bagi lingkungan. Dua kriteria yang digunakan yaitu internal dan eksternal. Internal yaitu bagaimana dampak terhadap PKL dalam hal peningkatan ekonomi, rasa keadilan dan eksternal yaitu bagaimana keterkaitannya dengan lingkungan. Dampak terhadap lingkungan memberikan implikasi yang positif yaitu tertatanya lingkungan dengan baik, dengan pengolahan limbah pasar, penghijauan sekitar pasar relokasi, sehingga lingkungan pasar menjadi asri dan tidak terlihat kesan kumuh (ramah lingkungan). Sedangkan dampak negatif yaitu menurunnya modal dan pendapatan, meningkatnya biaya operasional, menurunnya aktivitas pasar (produksi, distribusi dan konsumsi), melemahnya jaringan sosial (pelanggan) dan menurunnya kesempatan pedagang untuk ikut dalam kelompok-kelompok sosial non formal.[7] Oleh karena itu, untuk mengetahui hal ini secara lebih mendalam, maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut.
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sesuai dengan topik yang dimaksud, yaitu:
- Bagaimana pengaruh kebijakan relokasi terhadap tingkat pendapatan pedagang kaki lima dan faktor apa yang menjadi pertimbangan dan melatarbelakangi ditetapkannya kebijakan relokasi bagi pedagang kaki lima tersebut?
- Upaya apa yang dilakukan pedagang kaki lima untuk meningkatkan pendapatan setelah adanya kebijakan relokasi?
- Bagaimana perspektif hukum Islam terhadap kebijakan relokasi pedagang kaki lima?
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah diuraikan, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui pengaruh kebijakan relokasi terhadap tingkat pendapatan pedagang kaki lima dan mengetahui faktor yang menjadi pertimbangan dan melatarbelakangi ditetapkannya kebijakan relokasi bagi pedagang kaki lima tersebut.
2. Mengetahui upaya yang dilakukan pedagang kaki lima untuk meningkatkan pendapatan setelah adanya kebijakan relokasi.
3. Mengkaji perspektif hukum Islam terhadap kebijakan relokasi pedagang kaki lima.
1.4. Penjelasan Istilah
Untuk memformat pengertian istilah-istilah dalam judul skripsi ini, maka diberikan penjelasan yang memadai, sehingga terangkai sebuah jalinan pengertian yang dapat dipahami secara tepat sebagai sebuah definisi operasional dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Dampak
Dampak adalah akibat yang ditimbulkan dari berubahnya suatu sistem atau suatu percobaan akibat dari pengaruh-pengaruh yang ada.[8] Dampak dapat diartikan pula sebagai keinginan untuk membujuk, meyakinkan, mempengaruhi atau memberi kesan kepada orang lain, dengan tujuan agar mereka mengikuti atau mendukung keinginannya. Kompetensi ini menekankan pada keinginan untuk mempengaruhi atau menimbulkan dampak pada orang lain.[9]
Jadi yang dimaksud dengan dampak yaitu akibat atau sesuatu yang timbul disebabkan oleh perubahan keadaan yang terjadi di sekelilingnya, baik dari manusia maupun benda dan sebagainya yang berwujud pada tindakan serta karakter seseorang.
2. Kebijakan
Istilah kebijaksanaan atau kebijakan yang diterjemahkan dari kata policy memang biasanya dikaitkan dengan keputusan pemerintah, karena pemerintahlah yang mempunyai wewenang atau kekuasaan untuk mengarahkan masyarakat dan bertanggung jawab melayani kepentingan umum.[10] Dalam bahasa Inggris kebijakan disebut dengan policie, yang pengertiannya berkaitan dengan urusan perintah atau administrasi pemerintah.[11]
Arti lain dari kebijakan adalah keputusan pemerintah yang bersifat umum dan berlaku untuk seluruh anggota masyarakat atau keputusan yang bersifat kasuistis untuk sesuatu hal pada suatu waktu tertentu.[12] Ini sejalan dengan pengertian publik itu sendiri dalam bahasa Indonesia yang berarti pemerintah, masyarakat atau umum.
3. Relokasi
Relokasi diartikan dengan perpindahan atau pemindahan lokasi, baik suatu industri ataupun tempat berdagang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan alasan-alasan tertentu.[13] Definisi lain dari relokasi yaitu sebuah perubahan di fisik lokasi dari sebuah bisnis. Sebuah bisnis mungkin merelokasi karena meningkatnya biaya pada saat pengadaan fasilitas, karena keringanan pajak di lokasi yang berbeda, perubahan melalui pasar sasaran atau untuk alasan lain.[14] Jadi relokasi yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah tindakan pengalihan tempat perusahaan beroperasi dari satu lokasi fisik yang lain.
4. Tingkat pendapatan
Tingkat adalah skala atau urutan atau susunan.[15] Pendapatan yaitu penghasilan yang timbul dari aktivitas perusahaan yang biasa dikenal atau disebut penjualan, penghasilan jasa (fee), bunga, dividen, royalti dan sewa.[16] Pendapatan atau revenue merupakan kenaikan kotor atau gross dalam modal pemilik yang dihasilkan dari penjualan barang dagangan, pelaksanaan jasa kepada pelanggan atau klien, penyewa harta, peminjam uang dan semua kegiatan usaha serta profesi yang bertujuan untuk memperoleh penghasilan.[17]
Tingkat pendapatan merupakan salah satu dari indikator untuk memonitor pencapaian target pertama.[18] Dengan demikian, tingkat pendapatan yang dimaksud dalam pembahasan ini skala tinggi rendahnya suatu penghasilan yang diperoleh dari usaha dan kegiatan investasi yang dijalankan.
5. Pedagang Kaki Lima (PKL)
Pedagang Kaki Lima atau disingkat dengan PKL adalah sebutan yang diberikan kepada para pedagang yang menggelar lapak dagangan atau yang berjualan di pinggir-pinggir jalan dan di emperan toko.[19] Pedagang Kaki Lima (PKL) yang dimaksudkan dalam pembahasan ini yaitu para PKL yang berjualan di pinggiran jalan atau di emperan pertokoan di kawasan Kota Banda Aceh.
6. Perspektif hukum Islam
Perspektif adalah cara atau bagaimana sesuatu dinilai atau suatu sudut pandang.[20] Sedangkan istilah hukum Islam terdiri atas dua rangkaian kata yaitu hukum dan Islam. Secara etimologis hukum bermakna menolak kedzaliman /penganiayaan.[21] Secara terminologi, ulama ushul memberi definisi kata hukum yaitu sebagai berikut:
خطاب الله المتعلق بأفعال المكلفين طلبا أو تخييرا أو وضعا.
Artinya: Titah Allah yang berkenaan dengan perbuatan orang-orang mukallaf, baik berupa tuntutan, pilihan maupun penetapan (sebab, syarat dan mani’). [22]
Pengertian hukum Islam menurut Haliman yaitu, apa-apa yang diucapkan oleh Allah SWT atau apa-apa yang telah disampaikan oleh Allah kepada manusia melalui Rasul terakhir, Nabi Muhammad SAW. Wahyu dan segala perkataan Allah SWT yang diwahyukan pada Muhammad tersebut dibukukan dalam sebuah kitab yang bernama Al-Qur'an (al-Kitab).[23]
Perspektif hukum Islam yang dimaksud dalam pembahasan ini yaitu, cara pandang atau tinjauan hukum Islam terhadap kebijakan relokasi dan dampaknya terhadap tingkat pendapatan pedagang kaki lima di Banda Aceh.
1.5. Kajian Pustaka
Sepanjang peneliti ketahui, bahwa hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya mengenai kebijakan relokasi dan dampaknya terhadap tingkat pendapatan Pedagang Kaki Lima (PKL) dikaji dari sudut pandang hukum Islam yang mengambil lokasi penelitian di Kota Banda Aceh belum pernah dilakukan. Dengan demikian keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Tetapi, terdapat beberapa tulisan yang berkaitan dengan penelitian yang akan penulis lakukan di antaranya yaitu skripsi: Aplikasi Hisbah dalam Pengawasan Pasar di Kota Banda Aceh (Suatu Analisis Hukum Islam). Disusun oleh Cut Misna, lulus tahun 2010. Dalam penelitian ini dijelaskan, bahwa konsep hisbah dalam Islam yaitu sebagai suatu institusi keagamaan yang mempunyai pekerjaan sangat umum, yaitu melakukan ‘amar ma’ruf nahi munkar, dalam lapangan sosial dan ekonomi. Petugas hisbah mengawasi semua hal yang berkaitan dengan masyarakat dan akhlaknya. Pola pengawasan yang dilakukan Dinas Pasar Kota Banda Aceh secara garis besar dapat dinyatakan telah sesuai dengan hisbah atau pengawasan pasar dalam ketentuan Islam. Hal tersebut dapat dilihat dengan ditetapkannya peraturan yang berkaitan dengan Pasar yaitu Qanun No. 13 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Pasar dan Qanun No. 3 Tahun 2007 tentang Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima. Pengawasan tersebut dilakukan secara rutin dan berkala. Dalam pengawasan dilakukan tindakan-tindakan administratif bagi para pedagang yang tidak mematuhi peraturan yang berlaku.
Selanjutnya skripsi dengan judul: Konsep Mekanisme Pasar Menurut Ibnu Khaldun (Analisa Terhadap Implementasi Pada Zaman Sekarang). Disusun oleh Wahida Z., lulus tahun 2006. Dalam skripsi ini dijelaskan, bahwa menurut Ibnu Khaldun, transaksi ekonomi pasar bekerja berdasarkan mekanisme harga. Agar transaksi memberikan keadilan bagi seluruh pelakunya, maka harga juga harus mencerminkan keadilan. Dalam pandangan Islam, transaksi harus dilakukan secara sukarela dan memberikan keuntungan yang proporsional bagi para pelakunya. Konsep harga yang adil pada dasarnya telah dikenalkan oleh Rasulullah SAW. Dengan demikian, dalam situasi yang normal, harga yang adil tercipta melalui mekanisme permintaan dan penawaran, dengan syarat mekanisme pasar dapat berjalan secara sempurna.
1.6. Metode Penelitian
Dalam setiap penulisan karya ilmiah selalu memerlukan data-data yang lengkap dan objektif serta mempunyai metode dan cara tertentu sesuai dengan permasalahan yang hendak dibahas. Langkah-langkah yang hendak ditempuh adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deduktif dan induktif. Deduktif adalah menganalisis data-data yang bersifat umum dan kemudian ditarik sebuah kesimpulan berkaitan dengan topik pembahasan. Sedangkan induktif yaitu metode yang dimaksudkan untuk memperoleh pengertian-pengertian secara utuh tentang pemahaman tema yang akan diteliti. Melalui metode induktif akan diangkat data dan fakta khusus serta peristiwa-peristiwa hukum yang bersifat konkrit seputar kebijakan relokasi PKL di Kota Banda Aceh, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum terhadap jawaban dari pertanyaan seputar permasalahan.
2. Jenis penelitian
Dalam pembahasan skripsi ini, digunakan metode deskriptif analisis yaitu suatu metode untuk memecahkan masalah dengan memaparkan data yang meliputi penguraian, penafsiran dan analisis. Untuk itu, peneliti akan menempatkan hal-hal yang berkaitan dengan judul sebagai objek penelitian.
3. Metode dan teknik pengumpulan data
Berhubung penelitian yang dilakukan berkaitan dengan lapangan, maka untuk pengumpulan data primer digunakan penelitian lapangan (field research) yaitu dengan mengadakan penelitian tentang kebijakan relokasi Pedagang Kaki Lima di Banda Aceh pada Dinas Pasar, Satpol PP dan lokasi-lokasi Pedagang Kaki Lima di Banda Aceh.
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi pustaka (library research) yaitu penelitian dengan menggunakan buku bacaan sebagai landasan untuk mengambil data yang ada dengan kaitannya dengan penulisan skripsi ini, di mana penulis dapatkan dengan cara membaca dan mengkaji buku-buku dan artikel yang ada di perpustakaan. Kemudian dikategorisasikan sesuai data yang terpakai untuk menuntaskan karya ilmiah ini, sehingga mendapatkan hasil yang valid.
Teknik pengumpulan data merupakan prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Data yang dikumpulkan harus cukup valid untuk digunakan. Validitas dari data-data dapat ditingkatkan jika alat pengukur serta kualitas dari pengambilan datanya sendiri cukup valid.[24] Dalam hal yang berkaitan dengan judul ini, penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu:
a. Observasi, yaitu partisipasi penulis dalam mengamati langsung kondisi yang ada di lapangan berkaitan dengan masalah kebijakan relokasi dan dampaknya terhadap tingkat pendapatan PKL.
b. Wawancara, yaitu suatu proses memperoleh data atau keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil tatap, muka antara pewawancara dan responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).[25] Wawancara dilakukan dengan cara dialog langsung kepada para informan yaitu pihak Dinas Pasar Kota Banda Aceh sebanyak 2 orang, pihak Satpol PP Kota Banda Aceh sebanyak 1 orang dan 2 orang yang mewakili kelompok PKL yang di relokasi tentang topik pembahasan.
c. Angket yaitu suatu teknik komunikasi tertulis dengan cara mengedarkan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan kepada masing-masing responden yaitu para pedagang kaki lima di Banda Aceh sebanyak 20 orang.
4. Populasi dan sampel
Populasi yaitu keseluruhan subjek penelitian.[26] Sedangkan sampel adalah objek sesungguhnya dari suatu penelitian.[27] Populasi yang digunakan adalah populasi finit, yaitu populasi yang jumlahnya diketahui dengan pasti (populasi yang dapat diberi nomor identifikasi atau ukuran populasi yang berapa pun besarnya tetapi masih bisa dihitung (countable).[28] Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pedagang Kaki Lima yang ada di kawasan Banda Aceh dan sekitarnya yang berjumlah sebanyak lebih kurang 1846 orang.
Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah sebanyak 20 orang dari 1846 orang Pedagang Kaki Lima. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik non probability sample (selected sample), yaitu pemilihan sampel dengan cara ini tidak menghiraukan prinsip-prinsip probability dan pemilihan sampel tidak secara random. Hasil yang diharapkan hanya merupakan gambaran umum tentang suatu keadaan. Cara ini dipergunakan karena biaya yang dibutuhkan sangat sedikit, hasil yang diminta segera tercapai, tidak memerlukan ketepatan yang tinggi dan hanya sekedar gambaran umum saja. [29]
5. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Pasar, Satpol PP Kota Banda Aceh dan lokasi-lokasi Pedagang Kaki Lima di Banda Aceh.
6. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat perekam dan alat tulis untuk mencatat hasil wawancara dengan para informan serta data/keterangan yang berkaitan dengan topik pembahasan.
7. Langkah-langkah Analisis Data
Setelah seluruh data yang diperlukan terkumpul, maka selanjutnya dihitung persentase dari frekuensi jawaban yang diperoleh. Dalam hal ini, penulis menggunakan statistik sederhana yaitu dengan metode distribusi frekuensi kumulatif untuk menghitung semua alternatif jawaban pada setiap pertanyaan, sehingga menjadi suatu konsep yang dapat diambil kesimpulan untuk keperluan pengolahan data tersebut dengan rumus:
Di mana:
P = Angka persentase
f = Frekuensi
N = Jumlah frekuensi atau banyaknya sampel
100% = Jumlah persentase.[30]
Untuk pengujian hipotesis, maka didasarkan ketentuan yang diambil dari buku Suharsimi Arikunto, yaitu sebagai berikut:
1. Jika kesesuaian yang diperoleh 81-100% : sangat baik
2. Jika kesesuaian yang diperoleh 61-80% : baik
3. Jika kesesuaian yang diperoleh 41-60% : cukup
4. Jika kesesuaian yang diperoleh 21-40% : kurang
5. Jika kesesuaian yang diperoleh 0-20% : kurang sekali.[31]
Setelah semua data penelitian didapatkan, maka selanjutnya diolah menjadi suatu pembahasan untuk menjawab persoalan yang ada dengan didukung oleh data lapangan dan teori.
Untuk penyusunan dan penulisan berpedoman kepada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa dan Pedoman Transliterasi Arab Latin, yang diterbitkan oleh Fakultas Syari'ah IAIN Ar‑Raniry Darussalam Banda Aceh Tahun 2010. Sedangkan untuk terjemahan ayat‑ayat Al‑Qur'an dikutip dari Al‑Qur'an dan Terjemahnya yang diterbitkan oleh Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al‑Qur'an Departemen Agama RI Tahun 2002.
1.7. Sistematika Pembahasan
Di dalam penulisan karya tulis ilmiah ini penulis mengelompokkan ke dalam empat bab. Bab satu merupakan bab pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, penjelasan istilah, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab dua membahas tentang landasan teoritis meliputi konsep kebijakan dalam pemerintahan, jenis-jenis dan karakteristik kebijakan pemerintah, landasan pertimbangan lahirnya suatu kebijakan, kebijakan relokasi pedagang kaki lima serta eksaminasi dan dampak kebijakan relokasi pedagang kaki lima.
Bab tiga merupakan bab inti yang membahas tentang kebijakan relokasi dan pengaruhnya terhadap tingkat pendapatan pedagang kaki lima di Banda Aceh yang terdiri dari pertimbangan ditetapkannya kebijakan relokasi bagi pedagang kaki lima, respon pedagang kaki lima terhadap pemberlakuan kebijakan relokasi, pengaruh kebijakan relokasi terhadap tingkat pendapatan pedagang kaki lima, upaya yang dilakukan pedagang kaki lima untuk meningkatkan pendapatan setelah adanya kebijakan relokasi serta kebijakan relokasi pedagang kaki lima dalam pandangan hukum Islam.
Bab empat merupakan bab penutup dari keseluruhan skripsi ini yang berisikan kesimpulan dan saran dari penulis menyangkut permasalahan pembahasan yang berguna seputar topik pembahasan.
[1] Iqbal Tawakkal Pasaribu, Melihat Fenomena Pedagang Kaki Lima Melalui Aspek Hukum, diakses pada tanggal 13 Maret 2010, dari website: http://hmi.wordpress.com.
[2] Iqbal Tawakkal Pasaribu, Melihat Fenomena Pedagang Kaki Lima Melalui Aspek Hukum, diakses pada tanggal 13 Maret 2010, dari website: http://hmi.wordpress.com.
[3] Iqbal Tawakkal Pasaribu, Melihat Fenomena Pedagang Kaki Lima Melalui Aspek Hukum, diakses pada tanggal 13 Maret 2010, dari website: http://hmi.wordpress.com.
[4] Hasil wawancara dengan Joko Ali, Staf Ahli Pasar Satker Pengelola Dinas Pasar Kota Banda Aceh, pada tanggal 12 Oktober 2010.
[5] Hasil wawancara dengan Joko Ali, Staf Ahli Pasar Satker Pengelola Dinas Pasar Kota Banda Aceh, pada tanggal 12 Oktober 2010.
[6] Hasil observasi penulis pada tanggal 14 Oktober 2010.
[7] Abdul Kholek, Analisis Kebijakan Relokasi PKL di Pasar 16 Ilir ke Pasar Retail Jaka Baring Palembang (Peraturan Wali Kota Palembang No. 5.a. Tahun 2005), diakses pada tanggal 26 Juli 2010, dari website: http://blog.unsri.ac.id.
[8] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), hlm. 318.
[9] Komaruddin dan Yooke Tjuparmah S. Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, (Jakarta: Bina Aksara, 2000), hlm. 16.
[10] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 574.
[12] Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm. 47.
[14] Tim Penyusun, Kamus Populer, (Surabaya: Tulus Jaya, 1992), hlm. 176.
[16] Simorangkir, Kamus Perbankan Inggris Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm. 77.
[17] Sudarsono dan Edillius, Kamus Ekonomi, Uang dan Bank, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hlm. 59.
[19] Ibid., hlm. 709.
[20] Ibid., hlm. 675.
[21] Abi Husain Ahmad, Mu’jam al-Mufahras, Juz III, (Beirut: Dar al-Fikr Ii at-Taba'ah wa al-Nasyir wa al-Tauzi’, 1979), hlm. 262.
[22] T.M. Hasby ash-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, Jilid II, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 119.
[23] Haliman, Hukum Pidana Syari’at Islam Menurut Ajaran Ahlus Sunah, Jakarta: Bulan Bintang, 1991, hlm. 30.
[25] Ibid., hlm. 234.
[26] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Bumi Aksara, 1989), hlm. 102.
[27] Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1997), hlm. 133.
[28] Sri Anggraini, Populasi dan Sampel, (Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1979), hlm. 23.
[29] Broto. R. Hertono, Cara-Cara Sampling, (Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Univesitas Indonesia, 1977), hlm. 17.
[30] Sudjana, Metode Statistika, EdisiV, (Bandung: Tarsito, 1989), hlm. 50.
[31] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, hlm. 57.
KABAR BAIK
ReplyDeletePertama saya ingin mengatakan jika Anda takut akan berhasil, Anda tidak akan berhasil bahkan jika kesempatan datang murah dan gratis, itu semua dimulai pada malam yang dingin sementara di tempat tidur saya pergi melalui internet hanya untuk lelah sehingga saya bisa tidur setelah lama hari di bank mencoba untuk mengamankan pinjaman dengan rumah saya dari bank HSBC di pekanbaru bagi mereka yang mungkin tahu bank ini, saya mencoba dan setelah dokumentasi saya diberitahu untuk kembali dalam waktu 30 hari yang bagi saya seperti selamanya jadi sementara pada saya ranjang memikirkan tindakan saya berikutnya, saya menemukan cerita tertentu tentang cara mendapatkan pinjaman dan pada tingkat yang sangat rendah 2% dengan nama-nama perusahaan sebagai perusahaan pinjaman Rossa Stanley saya bertanya-tanya apakah itu nyata sehingga saya menyelidiki lebih jauh dan datang di seorang wanita bernama Nadia Sisworo bersaksi bagaimana dia mendapatkan pinjaman dengan rincian banknya semua ditampilkan jadi saya mengirim email dan kami berbicara, kami mengobrol dan dia meminta saya untuk menghubungi perusahaan ibu rossa bahwa jika rumah saya nyata dan identitas saya mungkin beruntung mendapatkan pinjaman jadi saya mengirim email ke ibu Rossastanleyloancompany@gmail.com tentang kondisi saya dan formulir pinjaman diberikan, saya mengisi dan mengajukan permohonan pinjaman sebesar Rp350.000,00, dan sisanya untuk Kemuliaan Allah, saya mendapat pinjaman dari perusahaan induk rossa, jadi orang yang saya sayangi jika Anda memiliki beban keuangan yang tulus atau ingin mengembangkan bisnis Anda jangan ragu untuk bertemu ibu rossa untuk bantuan saya yakin Rp350.000.000,00 sudah cukup untuk meninggalkan kemiskinan dan bahagia selamanya seperti saya jika Anda masih ragu-ragu biaya untuk menelepon atau WhatsApp saya di +6282385590743 atau menulis saya di hadiemi64@gmail.com dan saya akan membuktikan kepada Anda ibu nyata