Kamu mungkin bisa menunda waktu, tapi waktu tidak akan bisa menunggu...Waktu yang hilang tidak akan pernah kembali.

Monday, March 7, 2011

Tidak Ada Keadilan Di Dalam Hukum

Serasa sangat menyakitkan ketika bapak amir mendengar anaknya di vonis 6 bulan penjara hanya karena perbuatan yang tidak pernah dia lakukan. Apa sebenarnya yang ingin di capai oleh para hakim itu. Anak saya tidak melakukan kesalahan apapun tetapi sudah dihukum. Padahal dia masih anak-anak.
            Bayangkan saja jika semua anak-anak dihukum karena perbuatan yang tidak pernah dilakukannya. Kompas tanggal 25 February 2010 memberitakan bahwa 5 anak sedang bermain sabetan dengan kain sarung setelah shalat taraweh. Salah seorang dari mareka lari kegudang dan terjatuh sehingga membentur kepalanya dan meninggal. Itu terjadi karena dia berlari dari sabetan kawannya. Hal yang lumrah yang biasa di lakukan anak-anak. Hal yang biasa dilakukan oleh anak-anak seumuran dia.

            Namun karena perbuatan tersebut, mareka dihukum 3 bulan dengan masa percobaan enam bulan. Bagaimana nasib mareka yang lagi sekolah? Bagaimana hubungan mareka dengan temannya yang laen? Perubahan status menjadi terpidana akan sangat berpengaruh di dalam kehidupan social. Bagaimana dengan keadaan psikologi mareka? Mental mareka dalam menjalani kehidupan mareka yang masih sangat panjang. Belum lagi nasib mareka dipenjara, yang akan bergaul dengan penjahat seumuran dengannya. Tentunya penjara bukanlah tempat yang bagus bagi anak seumuran dia yang tidak membunuh kawan bermainnya. Bisa saja dia akan belajar ilmu kanuragan untuk menjadi penjahat beneran dari senior di penjara. Maka lahirlah kader yang seharusnya tidak menjadi penjahat. Hal ini bisa saja terjadi di Indonesia.
            KUHP yang mengalami penurunan nilai keadilan. Menyebabkan perlu adanya perubahan dalam KUHP. Nilai keadilan itu tidak terdapat pada KUHP akan tetapi terdapat pada kebenaran dan kesesuaian antara perbuatan dengan hukuman yang akan diberikan oleh hakim. Hokum tidak bisa hanya melihat keadilan dari perspektif aturan yang tertera di lembaran kertas. Jelas itu pengabaian terhadap keadilan yang sebenarnya. Jangan hanya Karena bermain, anak-anak dapat dihukum. Dimana letak keadilan di dalam hokum jika kita melihat kasus ini? Seharusnya hakim itu lebih bijaksana dalam memutuskan suatu perkara.
Kitab undang-undang hukum pidana (kuhp) mengatur tentang tiga pilar pokok hukum pidana, yaitu: subjek yang dapat dipidana, tindakan (baik aktif maupun pasif) yang dapat dipidana, dan pidana yang dikenakan terhadap subjek pelaku tindakan yang dapat dipidana.
Tindakan dari anak yang dipidana itu merupakan tindakan pasif. Korban berlari sendiri karena takut di sebet, intinya adalah mareka sedang bermain bukan sedang melakukan tindakan pidana. Bermain, merupakan perbuatan yang sangat-sangat biasa dikalangan anak-anak seumurannya. Hal yang wajar mareka berkejar-kejaran dan jatuh. Mareka tergolong tindakan pasif sehingga akibat kelalaian mareka telah membuat korban yaitu kawannya sendiri. Sekali lagi, dimana letak keadilan jika memang demikian.?
Azas legalitas yang dianut juga tidak sesuai dengan apa yang terjadi tidak cocok kita menghukum anak-anak yang sedang menikmati masa-masanya sebagai anak-anak, dan karena sebuah permainan yang biasa mareka lakukan mareka dihukum. Secara tidak lansung kita telah membatasi gerak perkembangan anak yang lainnya. Membuat mareka takut menjalani masa kanak-kanaknya. Hal ini kemudian akan berpengaruh pada perkembangan anak-anak. Ketika orang tua melarang anak-anaknya bermain dengan anak yang lain hanya karena kasus “anak akan dihukum karena bermain”. Banyak hal dan pertimbangan yang harus difikirkan oleh hakim sebelum menghukum anak-anak tersebut.
Istilah alpa atau ketidaksengajaan atau sejenisnya, tidak cocok digunakan dalam menghukum anak2. Secara logika, pikiran mareka belum sampai pada tahap memikirkan untuk membunuh orang. Mareka masih sangat lugu dan belum terkontaminasi dengan tingkah laku orang dewasa. Belum terkontaminasi dengan lingkungan. Apa yang terjadi pada anak-anak tersebut murni musibah yang tidak bisa dihukum dan bukan unsur yang dapat dipidana jika dilihat dari berbagai segi. Baik itu social, psikologi maupun segi filsafat hukum.
Sudah saatnya para ahli hukum di Indonesia melakukan revolusi dalam bidang KUHP. Jangan hanya terus menggunakan aturan-aturan peninggalan penjajah. KUHP memang banyak mengalami perubahan, namun tetap saja bukan perubahan total yang murni dibuat oleh anak bangsa yang disesuaikan dengan culture bangsa Indonesia.
Kebijakan pidana pada dasarnya tidak boleh menyalahi nilai yang hidup didalam masyarakat. Karena adanya pidana itu sendiri untuk menjaga keseimbangan yang telah ada di dalam masyarakat. Adanya pidana karena ketidakmampuan masyarakat untuk menjaga keseimbangan yang telah terbentuk di dalam masyarakat, sehingga pemerintah ikut ambil bagian dalam kasus yang merusak keseimbangan dimasyarakat.
Kebetulan kasus ini terjadi pada kaum miskin yang tidak mampu membayar lawyer untuk membela haknya. Jika kasus ini terjadi kepada orang yang mampu, maka hasil pengadilan akan sangat berbeda dengan yang diputuskan hakim sekarang. Pada kebanyakan kasus itu terjadi.
Sila ke 2 menyebutkan “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Setelah kata adil diikuti kata beradab. Aku rasa semua tahu maksud kenapa ada kata beradab setelah kata keadilan. Semoga Indonesia mardeka dalam artian yang sebenarnya kedepan. Amin.

No comments:

Post a Comment