BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam wacana pemikiran hukum Islam di Indonesia merupakan bentuk kodifikasi[1] hukum di Indonesia yang sebagiannya terdapat hukum kewarisan.[2] Kehadirannya secara nyata merefleksikan dinamika perkembangan pemikiran hukum kewarisan Islam, terutama dengan munculnya beberapa aturan baru yang tidak dikenal dalam kitab-kitab fikih. Di antara aturan baru tersebut terdapat pada pasal 173 yang mengatur tentang faktor- faktor penghalang mewarisi.
Pasal 173 Kompilasi Hukum Islam ini menyatakan bahwa, seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dihukum karena: (1) dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pewaris; (2) dipersalahkan secara menfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan sesuatu kejahatan yang diancam dengan hukuman lima tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.[3]
Ketentuan-ketentuan dalam pasal 173 Kompilasi Hukum Islam tersebut sebagiannya telah ditemukan aturannya dalam kitab-kitab fikih, yaitu pembunuhan merupakan salah satu faktor penghalang kewarisan. Namun sebagian besar lainnya merupakan ketentuan baru yang secara substantif tidak ditemukan dalam kitab-kitab fikih. Ketentuan-ketentuan baru itu adalah percobaan pembunuhan, penganiayaan berat, dan menfitnah dengan mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan sehingga diancam hukuman lima tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.
Terlepas dari adanya kontroversi atas penerimaan atau penolakan terhadap upaya pengembangan faktor-faktor penghalang mewarisi dalam Kompilasi Hukum Islam tersebut, yang menjadi fokus pembahasan tesis adalah bahwa faktor “menfitnah dengan mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan sehingga diancam dengan hukuman lima tahun penjara atau hukuman yang lebih berat” sama sekali belum ditemukan dalam wacana pemikiran fikih klasik.
Perbuatan “fitnah” adalah salah satu bentuk kejahatan yang sangat dilarang dalam ajaran Islam. Fitnah merupakan perkataan bohong atau tanpa dasar kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang lain).[4] Menurut Peter Salim, fitnah adalah tuduhan, perkataan, cerita dan sebagainya yang diadakan untuk menjelekkan orang lain.[5] Dalam hukum Islam, perbuatan menfitnah dikategorikan sebagai salah satu bentuk kejahatan yang pengaruhnya tidak saja membahayakan bagi kehidupan seseorang, namun juga membahayakan bagi kehidupan masyarakat secara umum. Fitnah dapat merusak nama baik dan kehormatan seseorang, tidak saja ketika dia masih hidup, bahkan dapat berlangsung terus sekalipun dia telah meninggal dunia. Apabila perbuatan fitnah dibalas pula dengan fitnah yang serupa atau lebih besar, maka fitnah dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat secara umum; menyebarkan benih permusuhan dan pertentangan. Karena demikian besarnya dampak negatif yang akan ditimbulkan dari suatu perbuatan fitnah, maka di dalam beberapa ayat al-Quran Allah menyatakan:
الفتنـة أشـد من القتـل (البقـرة: 191)
الفتنـة أكبـر من القتـل (البقـرة: 217)
Kendatipun demikian, apabila ditelusuri beberapa literatur fikih tentang faktor-faktor penghalang mewarisi, tidak ditemukan adanya pendapat ulama fikih yang menjadikan fitnah sebagai salah satu faktor penghalang mewarisi. Adapun faktor-faktor penghalang mewarisi yang disepakati di kalangan ulama adalah pembunuhan, perbedaan agama, dan perbudakan. Adapun faktor-faktor lain diperdebatkan keberadaannya.[8]
Kenyataan di atas menggambarkan bahwa perumusan Kompilasi Hukum Islam sebagai "fikih Indonesia"[9] selain menyerap aturan-aturan kewarisan yang terdapat dalam kitab-kitab fikih klasik, juga melakukan modifikasi[10] dengan mengkonstruksi aturan baru sebagai wujud karakteristik ijtihad[11] yang bersifat relatif dan adaptif menurut situasi, kondisi, tempat dan perkembangan rasio manusia.
Sehubungan dengan hal itu muncul suatu pertanyaan mendasar, apakah perbuatan menfitnah pewaris sebagai salah satu faktor penghalang mewarisi dalam Kompilasi Hukum Islam tersebut telah sesuai dan sejalan dengan nash syar’i (al-Quran dan Sunnah)? Hal ini perlu ditegaskan karena, di samping setiap aturan hukum dalam Islam mesti relevan dan sejalan (mulaim) dengan nash syar'i, secara umum ahli hukum pun menyatakan bahwa nas-nas (al-nushush) kewarisan dikategorikan ke dalam nas-nas yang telah rinci dijelaskan dalam al-Quran dan Sunnah. Hukum Islam secara teoritik juga menggariskan bahwa setiap aturan hukum dalam Islam mesti berorientasi untuk menghilangkan kemudaratan dan mewujudkan kemashlatan (daf al-mafashid wa jalb al-mashalih) bagi manusia.
Baik hukum kewarisan fikih maupun Kompilasi Hukum Islam, sama-sama menganut asas ijbari (compulsary/otomatis) dalam hal sifat peralihan harta, komposisi ahli waris dan prosentase bagian masing-masing ahli waris.[12] Dengan mengacu kepada asas ini, maka penentuan ahli waris yang berhak sebagai salah satu unsur yang dianggap ijbari, semestinya tidak dapat diubah secara mudah. Akan tetapi pengembangan yang dilakukan oleh perumus Kompilasi Hukum Islam, khususnya dalam mencantumkan fitnah sebagai faktor penghalang mewarisi telah mengakibatkan terjadinya pengubahan yang mendasar terhadap unsur yang diklasifikasikan ijbari tersebut, yakni tentang komposisi ahli waris yang berhak. Perubahan terhadap orang-orang yang berhak mewarisi tersebut tentu saja akan berpengaruh pula terhadap prosentase bagian masing-masing ahli waris. Berdasarkan hal itu, maka implikasi lebih jauh yang mungkin muncul adalah, seseorang yang dianggap sebagai ahli waris dalam kitab-kitab fikih mungkin saja akan terhalang menjadi ahli waris menurut Kompilasi Hukum Islam. Hal demikian tentu saja akan membuka peluang terjadinya konflik bagi masyarakat terutama dalam pendistribusian harta warisan sehingga mendistorsi efektifitas keberlakuan Kompilasi Hukum Islam itu sendiri.
Menarik untuk dikemukakan, adanya anggapan bahwa perumusan hukum kewarisan dalam Kompilasi Hukum Islam adalah berbentuk kompromistik dari tiga sistem hukum yang hidup di Indonesia, yakni fikih, B.W dan hukum adat. Adapun yang paling dominan pengaruhnya dalam perumusan faktor penghalang kewarisan adalah hukum kewarisan B.W karena sebagian besar materinya memuat aturan yang sama. Seperti ditegaskan oleh Busthanul Arifin, salah seorang tokoh perumus Kompilasi Hukum Islam, bahwa pasal 173 Kompilasi Hukum Islam adalah serapan dari materi hukum B.W yang tumbuh dari norma dan etika agama Kristen.[13] Kendatipun demikian, perlu ditelusuri secara lebih jelas apakah penyerapan aturan kewarisan B.W tersebut bertentangan dengan nilai-nilai hukum Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah.
Untuk menjawab beberapa persoalan tersebut di atas, penulis mengungkapkannya melalui penelitian ilmiah berbentuk tesis dengan judul “FITNAH SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR PENGHALANG MEWARISI DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM”.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan latarbelakang di atas, dirumuskan beberapa masalah yang menjadi objek penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana pendapat ulama fikih tentang faktor-faktor penghalang mewarisi.
2. Bagaimana keberadaan perbuatan menfitnah pewaris sebagai salah satu faktor penghalang mewarisi dalam Kompilasi Hukum Islam, ditinjau dari metodologi hukum Islam (ushul fiqh.
Kajian tesis ini dibatasi kepada pasal 173 ayat [2] tentang menfitnah dengan mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan sehingga diancam hukuman lima tahun penjara atau hukuman yang lebih berat, sebagai suatu pengembangan terhadap faktor penghalang mewarisi dalam Kompilasi Hukum Islam. Adapun percobaan pembunuhan dan menganiaya berat pewaris sebagai faktor penghalang kewarisan hanya dibahas sebagai pengantar untuk sampai ke masalah utama tesis ini.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. Mengetahui pendapat para ahli fikih tentang faktor-faktor penghalang kewarisan.
b. Mengetahui berdasarkan aspek apa tindakan menfitnah menjadi penghalang mewarisi dalam Kompilasi Hukum Islam.
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk:
a. Menambah keyakinan akan keabadian syari’at Islam di satu pihak, serta sifat adaptabilitas dan elastisitasnya di pihak lain, diiringi himbauan, agar umat Islam lebih aktif mengkaji, mengembangkan serta mengamalkannya.
b. Memperkaya khazanah intelektual hukum Islam sekaligus upaya sosialisasi terhadap Kompilasi Hukum Islam agar berlaku secara efektif di tengah-tengah masyarakat.
c. Membuka wacana berpikir penulis khususnya, dan para pemerhati hukum Islam pada umumnya, untuk melihat lebih luas tentang perkembangan pemikiran dalam hukum kewarisan, khususnya tentang fitnah sebagai salah satu bentuk pengembangan faktor penghalang mewarisi dalam Kompilasi Hukum Islam.
D. Definisi Operasional
Terdapat beberapa kata kunci dalam pembahasan ini, di antaranya adalah fitnah, pengembangan, faktor penghalang mewarisi dan Kompilasi Hukum Islam.
Fitnah adalah perkataan bohong atau tanpa dasar kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang).[14]
Pengembangan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah perluasan. Adapun faktor penghalang mewarisi adalah hal-hal yang menyebabkan seseorang terhalang menjadi ahli waris. Dalam pengertian ini tersirat bahwa pada dasarnya seseorang itu adalah ahli waris, akan tetapi karena ada hal-hal lain yang telah dilakukannya, maka dia terhalang menjadi ahli waris, atau hak kewarisannya menjadi hilang. Penghalang mewarisi dalam istilah fikih disebut juga dengan mawani' al-irts; yaitu bentuk murakkab idhafiy, yang terdiri dari kata mawani', jamak dari mani'. Secara
etimologi artinya hurm, kuff[15] (terlarang, tertahan), al-hail[16] (penghalang). Dan secara terminologi artinya: sesuatu ketentuan hukum yang menghalangi seseorang terhadap sesuatu hak karena adanya sebab-sebab tertentu.[17] Adapun kata irts adalah bentuk mashdar yang artinya kewarisan. Penyandaran kata mawani' kepada al-irts artinya adalah penghalang-penghalang kewarisan. Istilah ini digunakan sebagai judul karena secara umum ditemukan dalam kitab-kitab fikih, sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam digunakan istilah penghalang kewarisan.
Selanjutnya Kata “kompilasi” berasal dari bahasa latin “compilare” yang berarti menghimpun menjadi satu kesatuan[18]. Hendy Campbell Black dalam Black Law Dictionary mendefinisikan kompilasi sebagai: penghimpunan hukum-hukum yang ada dalam bentuk hukum-hukum itu dibuat menjadi hukum dengan pembuangan bagian-bagian yang telah dibatalkan dan penggantian amandemen-amandemen dalam penyusunan yang bertujuan untuk memudahkan penggunaannya.[19] Yang dimaksud dengan Kompilasi Hukum Islam dalam judul tesis ini adalah himpunan dan kumpulan fikih dan sebagian mengakomodir hukum yang hidup dalam masyarakat dengan melihat titik temunya secara universal dengan konsep-konsep fikih dan merupakan bagian hukum nasional yang dicita-citakan menuju kodifikasi hukum dalam bentuk undang-undang [20].
Berdasarkan uraian di atas, secara keseluruhan yang dimaksud dengan judul di atas adalah analisa hukum Islam terhadap fitnah sebagai faktor penghalang mewarisi dalam Kompilasi Hukum Islam.
E. Tinjauan Pustaka
Sebagai formulasi fiqh Indonesia, Kompilasi Hukum Islam secara umum banyak mendapat perhatian para pakar dan peneliti hukum Islam. Namun khusus tentang penghalang kewarisan yang termuat dalam pasal 173 Kompilasi Hukum Islam kurang mendapat perhatian, terutama dalam tinjauan metodologis. Hal ini terbukti dengan masih sedikitnya literatur yang membahas persoalan tersebut. Di antara yang membahas masalah kewarisan dalam Kompilasi Hukum Islam adalah Yahya Harahap dalam tulisannya Materi Kompilasi Hukum Islam, dalam Dadan Muttaqin, dkk [ed.], Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: UII Press,1999). Beliau secara selintas memaparkan dinamika perkembangan hukum kewarisan dalam Kompilasi Hukum Islam dengan bentuk modifikasi terbatas dari aturan fikih klasik. Tulisan beliau tidak secara khusus membahas tentang penghalang kewarisan. Walaupun demikian tulisan beliau menjadi data awal bagi penelitian ini.
Busthanul Arifin dengan tulisannya yang berjudul, Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia, Akar Sejarah, Hambatan dan Prosfeknya, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996). Menurut beliau hukum kewarisan dalam Kompilasi Hukum Islam di antaranya berbentuk penyerapan materi hukum perdata Belanda (B.W) yang tumbuh dan berkembang dari asas moral dan etika kristen[21]. Beberapa informasi penting dalam buku ini dijadikan kerangka teoritis untuk penelusuran lebih lanjut dalam penelitian ini.
Ahmad Rofiq, dengan bukunya yang berjudul Hukum Islam di Indonesia, membahas dasar-dasar syar’i Kompilasi Hukum Islam. Oleh sebab itu buku ini hanya membahas secara sepintas ketentuan kewarisan dalam Kompilasi Hukum Islam. Tulisan ini juga banyak dirujuk sebagai landasan teoritis.
Fauzan menulis dalam sebuah tesis yang berjudul, Penghalang Kewarisan (Analisis terhadap Percobaan Pembunuhan dan Penganiayaan Berat dalam Kompilasi Hukum Islam), Padang: IAIN IB PDG, 2003. Tesis ini terfokus pada faktor percobaan pembunuhan dan penganiayaan berat dalam Kompilasi Hukum Islam dan belum menyentuh persoalan faktor menfitnah sebagai salah satu bentuk penghalang mewarisi.
Disebabkan penelitian ini berhubungan dengan faktor penghalang mewarisi dalam perspektif fikih dan Kompilasi Hukum Islam, maka pembahasan ini akan menelusuri beberapa literatur klasik, baik tafsir, hadis, maupun fiqh. Buku-buku tersebut tentu saja dirujuk sebagai landasan teoritis. Di antara kitab tafsir adalah: Kitab Ahkam al-Quran karya al-Jashash, Kitab Tafsir Ibn Katsir karya Ibn Katsir, Kitab Tafsir Jami’ al-Bayan karya al-Thabari, Ahkam al-Quran karya Ibn al-‘Arabi, al-Manar karya Rasyid Ridha, dan lain-lain. Di antara kitab hadis adalah kitab-kitab hadis mu’tabar yang memiliki syarah. Kitab-kitab fiqh akan dirujuk sebanyak mungkin baik dari kalangan Sunni maupun Syiah, baik dalam bahasa Arab maupun Indonesia; seperti Fiqhul Mawaris, Hukum-hukum Warisan Syari'at Islam, karya T.M Hasbi ash-Shiddieqy, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), Abdullah Siddik, Hukum Waris Islam, (Jakarta: Widjaya, 1984), Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta: Bina Akasara, 1987), dan lain-lain.
Referensi sekitar Kompilasi Hukum Islam juga data penting yang banyak dirujuk karena memberikan pemetaan secara jelas tentang keberaannya Kompilasi Hukum Islam sejak dari historis sampai kepada substansinya. Seluruh literatur yang berhubungan dengan informasi tentang Kompilasi Hukum Islam akan dijadikan sebagai rujukan, terutama yang relevan dengan permasalan pokok. Di antaranya Asas-asas Kewarisan dalam Kompilasi Hukum Islam tulisan Muhammad Daud Ali, dalam Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997). Wasit Aulawi, Kompilasi Hukum Islam dalam Sistim Hukum Nasional., Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, 1991/1992., dan lain-lain.
Dapat ditegaskan bahwa semua literatur tersebut hanya sebagai landasan teoritis, dan tidak secara khusus membahas persoalan pengembangan faktor-faktor halangan mewarisi dalam Kompilasi Hukum Islam.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam bentuk studi kepustakaan (library research). Kajian ini merupakan penelusuran terhadap faktor-faktor penghalang mewarisi dalam konsep fikih dan Kompilasi Hukum Islam.
1. Metode Pengumpulan Data
Mengingat pembahasan ini berkaitan dengan pengembangan faktor penghalang mewarisi dalam Kompilasi Hukum Islam, maka penulis pertama kali mengumpulkan data dari teks-teks (al-nushush) yang membicarakan tentang faktor penghalang mewarisi, kemudian menelusuri pendapat para ulama sekitar faktor penghalang mewarisi dalam hukum Islam serta beberapa bentuk pengembangannya dalam wacana fikih. Langkah selanjutnya mengumpulkan beberapa pasal Kompilasi Hukum Islam yang berkaitan dengan masalah pokok.
Di saping itu, data dalam penelitian ini diperoleh juga dari berbagai referensi yang ada relevansinya dengan permasalahan pokok, seperti artikel, jurnal dan majalah hukum, terutama hukum Islam, dan lain-lain
2. Pengolahan/Analisis Data
Teknik pengolahan data dilakukan dengan menggunakan ijtihad integratif antara ijtihad intiqa’i dan ijtihad insya’i yaitu memilih pendapat para pakar terdahulu yang lebih relevan dan kuat, kemudian dari pendapat tersebut ditambah unsur-unsur ijtihad baru.[22]
Teknik analisa data dengan menggunakan metode berpikir deduktif, induktif dan komparatif. Data yang bersifat konseptual dianalisis secara deduktif dan data yang bersifat parsial dianalisis secara induktif. Dalam hal ini penulis menitik beratkan analisis data dari sisi kebahasan dan dari sisi mashlahat. Oleh sebab itu penulis menggunakan metode penalaran bayani dan metode penalaran istishlahi dalam metodologi hukum Islam, sedang metode penalaran ta'lili atau istihsani tidak dapat diterapkan dalam masalah ini. [23]
Sedangkan data parsial yang bertentangan dianalisis secara komparatif dengan cara mencari titik persamaan dengan menganalisis argumen-argumen dari pendapat yang berbeda. Selanjutnya dari analisis tersebut dicermati secara mendalam dan untuk menentukan sikap dalam mengambil kesimpulan akhir.
Penggunaan metode komperatif dalam penulisan ini adalah untuk membandingkan pengembangan yang telah dilakukan oleh para ulama tentang faktor penghalang mewarisi dengan upaya yang sama yang telah dilakukan oleh perumus Kompilasi Hukum Islam.
3. Penyimpulan Data
Selanjutnya, data yang telah diolah dengan menggunakan metode berpikir induktif, deduktif dan komparatif disarikan menjadi suatu kesimpulan akhir.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk memperoleh gambaran yang utuh dan terpadu mengenai kajian ini, penulis menyusun sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab I merupakan bagian penting yang menjadi acuan dasar pembahasan tesis ini, yang memuat: pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, definisi operasional, tinjauan kepustakaan, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab II merupakan landasan teoritis tentang hukum kewarisan dalam Kompilasi Hukum Islam. Pembahasan ini menjadi sangat penting untuk memberikan gambaran umum tentang pembentukan hukum kewarisan dalam Kompilasi Hukum Islam. Pembahasan pada bab ini meliputi: Asas-asas Hukum Kewarisan dalam Kompilasi Hukum Islam, bentuk-bentuk pembaharuan hukum kewarisan dalam Kompilasi Hukum Islam, dan sumber penyusunan hukum kewarisan dalam Kompilasi Hukum Islam.
Bab III membahas tentang membahas masalah faktor penghalang kewarisan dalam konsepsi fikih dan menurut Kompilasi Hukum Islam. Pembahasan tentang hal ini sangat penting untuk melihat sejauhmana para ulama merumuskan tentang faktor-faktor penghalang mewarisi dan bagaimana bentuk pengembangannya dalam Kompilasi Hukum Islam. Bab ini memuat tentang pengertian faktor-faktor penghalang mewarisi (mawani' al-irts), pendapat ulama fikih tentang faktor-faktor penghalang mewarisi dan faktor-faktor penghalang mewarisi dalam Kompilasi Hukum Islam.
Bab IV merupakan bagian inti dari seluruh pembahasan tesis ini yang merupakan bagian analisis terhadap keberadaan fitnah sebagai salah satu bentuk pengembangan faktor penghalang mewarisi dalam Kompilasi Hukum Islam. Bahasan bab ini merupakan tinjauan secara metodologis yang difokuskan kepada dua bentuk analisis yakni: analisis secara deduktif melalui teori qiyas (analogi) dan analisis secara induktif melalui teori istishlah (mashlahah).
Bab V merupakan bagian kesimpulan dan saran; dalam bab ini penulis akan menyelesaikan pembahasan dengan kesimpulan dari seluruh hasil bahasan tesis ini serta mengemukakan saran-saran yang dianggap penting untuk perkembangan pengkajian, transformasi serta sosialisasi hukum Islam.
[1]Di antara pakar hukum di Indoneisa ada yang beranggapan bahwa Kompilasi Hukum Islam bukan berbentuk kodifikasi karena bukan hukum tertulis dan tidak berbentuk undang-undang atau produk undang-undang. Akan tetapi apabila dilihat dari sumber penyusunan materinya, terutama Buku I dan III, yang sebagian besar berbentuk undang-undang; seperti Undang-undang No. 22 Tahun 1946 jo. Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954, Undang-undang Nomor 1Tahun 1974 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977; mengakrabkan Kompilasi Hukum Islam menjadi hukum tertulis. Buku II tentang kewarisan cendrung mendukung pendapat bahwa Kompilasi Hukum Islam bukan berbentuk kodifikasi, akan tapi dalam kenyataannya ia juga disusun dengan mengambil kaidah hukum dari yurisprudensi Indonesia sepanjang mengenai kewarisan Islam. Pembahasan lebih lanjut dalam hal ini lihat: Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h. 63-64.
[2]Mohammad Daud Ali, Asas-asas Kewarisan dalam Kompilasi Hukum Islam, dalam Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), h. 119. Hukum kewarisan dalam fikih dikenal juga dengan Hukum Faraid, jamak dari kata farida, erat sekali hubungannya dengan kata fard yang berarti kewajiban yang harus dilaksanakan. Dalam Kompilasi Hukum Islam, hukum kewarisan terdapat dalam Buku II pasal 171 sampai dengan 214.
[3]Tim Dirbinpera, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Yayasan al-Hikmah, 2000), pasal 173 ayat [1] dan [2].
[4]Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), h. 277.
[5]Peter Salim, Yeni Salim, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Modern English Press, 1971), h. 422.
[6]Tim Perumus, al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Quran Departemen Agama RI, 1985), h. 46.
[7]Ibid., h. 52. Riwayat yang paling kuat tentang asbab al-nuzul ayat 217 surat al-Baqarah ini adalah berkenaan dengan peristiwa pembunuhan Amr ibn al-Hadhrami di bulan haram (bulan Rajab) yang dilakukan oleh kelompok Muhajirin, namun mereka tidak mengetahui kalau saat itu telah masuk bulan Rajab. Lalu orang musyrik menyebarkan fitnah bahwa orang Islam telah menyelenggarakan perang di bulan haram, lalu turun ayat ini. Sedangkan ayat 191 surat al-Baqarah, juga memiliki asbab al-nuzul yang sama dengan ayat 217 di atas. Baca lebih lanjut halaman 123-125 tesis ini.
[8]Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), jilid. VIII, h. 254. Menurut Wahbah al-Zuhaily, para ulama sepakat terhadap tiga hal ini sebagai penyebab terhalangnya seseorang menjadi ahli waris, adapun sebab-sebab lainnya tidak disepakati, seperti: perbedaan wilayah Islam (dar al-Islam) dengan wilayah non Islam (dar al-harb) atau ikhtilaf al-darain, lian, zina, keraguan apakah orang yang diwarisi telah meninggal atau belum, dan lain-lain. Pembahasan tentang hal ini secara lebih luas akan dipaparkan dalam bab III tesis ini.
[9]Amir Syarifuddin, Pembaharuan Pemikiran Hukum Islam, (Padang: Angkasa,
[10]Yahya Harahap, Informasi Materi Kompilasi Hukum Islam, dalam Dadan Muttaqin, dkk [ed.], Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: UII Press,1999), h. 107.
[11]Abu Ishaq al-Syirazi, mendefinisikan ijtihad dengan:
استفراغ الوسع و بذل المجهود في طلب الحكم الشرعى
“Menghabiskan kekuatan kemampuan dan mencurahkan daya upaya untuk memperoleh [menemukan] hukum syar’i [Islam].”
Lihat: Abu Ishaq al-Syirazi, al-Luma’ fi Ushul al-Fiqh, (Kairo: Muhammad Ali Shabih, 19900, h. 75.
[12]M. Daud Ali, op.cit., h. 111.
[13] Busthanul Arifin, Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia, Akar Sejarah, Hambatan dan Prosfeknya, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), cet.I, h. 36.
[14]Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), h. 277.
[15]Louis Ma'luf al-Yusu'i, al-Munjid fi al-Lughah wa al-A'lam, (Beirut: Dar al-Masyriq, 1986), h. 776.
[16]Wahbah al-Zuhaily, op.cit., h. 254.
[17] Ibid.
[20]Kompilasi Hukum Islam diberlakukan di Indonesia berdasarkan kepada Instrumen hukum “Instruksi Presiden” Nomor 1 Tahun 1991, kemudian diantisipasi secara organik dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 154 Tahun 1991. Setidaknya ada tiga hal yang dapat dicatat dari keberadaannya: (1) perintah menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam tidak lain dari kewajiban masyarakat Islam memfungsionalisasikan eksplanasi ajaran Islam sepanjang yang mengenai normatif sebagai hukum yang hidup, (2) rumusan hukum dalam Kompilasi Hukum Islam berupaya mengakhiri persepsi ganda dari keberlakuan hukum Islam yang ditunjuk dari pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, segi hukum formal di dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagai hukum yang diberlakukan secara sempurna, dan (3) menunjuk secara tegas wilayah berlakunya pada instansi pemerintah dan masyarakat yang memerlukan. Lihat: Abdul Gani Abdullah, Kehadiran Kompilasi Hukum Islam dalam Hukum Indonesia, Pendekatan Teoritis, dalam Ditbinbapera Islam, Berbagai Pandangan Terhadap Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Al-Hikmah, 1993), Cet. I, h.72.
[21]Busthanul Arifin, Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia, Akar Sejarah, Hambatan dan Prosfeknya, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h. 36.
[22]Yusuf Qardhawi, al-Ijtihad al-Mu’ashir Baina al-Indibath wa Infirat (ijtihad kontemporer), (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 47.
[23] Pengelompokan yang mirip dengan ini dikemukakan oleh al-Dawalibi, dalam bukunya al-Madkhal ila ‘Ilm Ushul al-Fiqh, (Beirut: Dar al-Kitab al-Jadid, 1965), cet.v, h. 389-422. Beliau membaginya kepada: (1) al-Ijtihad al-bayani, 2) al-Ijtihad al-qiyasi, dan (3) al-ijtihad al-istishlahi. Tetapi Al-Yasa Abu Bakar membaginya kepada: (1) penalaran bayani, (2) penalaran ta’lili, dan (3) penalaran istishlahi. Pengelompokkan ini menurut beliau menghindari ketidaktegasan kriteria yang dikemukakan oleh al-Dawalibi, di mana istihsan dari satu sisi dapat masuk ke dalam kategori qiyasi, namun dari sisi lain mungkin juga dimasukkan ke dalam kategori istishlahi. Lihat: al-Yasa Abu Bakar, Ahli Waris Sepertalian Darah, Kajian Penalaran Hazairin dengan Penalaran Mazhab Fiqh, (Jakarta: INIS, 1998), h. 7-9.
No comments:
Post a Comment