Kamu mungkin bisa menunda waktu, tapi waktu tidak akan bisa menunggu...Waktu yang hilang tidak akan pernah kembali.

Monday, February 14, 2011

Penyakit Bunuh Diri

  • Sesungguhnya hidup begitu menggairahkan, menantang, dan penuh dengan warna indah untuk dinikmati. Sayang, ada yang menganggap sebaliknya dan bertanya: untuk apa hidup lebih lama?Sepanjang perjalanan hidup, otak telah diisi dengan jutaan pengalaman-dari yang terbaik dan positif hingga yang pahit dan menyedihkan. Semuanya membentuk otak kita menjadi software dasar yang memprogram pandangan akan hidup ini.Namun otak bisa saja menyimpang dari keinginan si pemilik. Seperti organ tubuh yang lain, otak seolah memiliki kehidupan sendiri dan kadang melawan semua rencana pemiliknya. Meski diisi dengan banyak hal indah, otak bisa nyeleneh dan memilih warna kehidupan buram, menurunkan energi kehidupan, memandang betapa dirinya tidak berharga, dan akhirnya memilih kematian sebagai jalan keluar. Inilah penyimpangan kerja otak yang berujung pada penyimpangan pola pikir dan perilaku. Bila penyimpangan kerja otak ini mengancam kehidupan, kedokteran mendiagnosisnya sebagai penyakit.Dalam dunia psikiatri, dikenal ratusan jenis penyimpangan kerja otak kita, yang ditampilkan dalam berbagai sikap yang aneh, pandangan yang tidak masuk akal, dan luapan emosi yang sulit dijelaskan. Ketidakseimbangan neurokimia otak dipercaya berperan kuat dalam munculnya berbagai gangguan psikiatri. Pemahaman terhadap kerja otak dan upaya menolong mereka yang mengalami berbagai penyimpangan perilaku dan emosi telah menjadi bagian yang penting di dunia kedokteran.Statistik menunjukkan 90 persen pelaku bunuh diri (BD) mempunyai masalah psikiatri, terutama depresi, skizofrenia, bentuk psikosis lainnya, serta perilaku impulsif. Gangguan psikiatri inilah yang mendasari pelaku untuk melompat dari ketinggian mal, minum cairan pembasmi serangga, atau gantung diri. Jumlah kejadian BD terus meningkat. Di Jakarta saja dalam bulan Januari 2011 telah dilaporkan setidaknya 10 kasus.Pandangan bahwa pelaku BD memiliki kepribadian yang lemah, bahkan dihubungkan dengan iman yang lemah, adalah pandangan yang keliru dan bisa berbahaya. Selain sangat tidak empatik terhadap pelaku, pandangan ini akan menghambat upaya mencari pertolongan. Mereka yang mulai merasakan penurunan semangat dan berbagai gejala awal depresi menjadi enggan untuk berkonsultasi karena akan dicap sebagai orang yang lemah mental dan lemah iman. Akhirnya, ini membuat mereka tetap menyimpan masalah, membiarkannya berkembang, hingga datanglah saat akhir, meninggalkan kehidupan selamanya.Pada jenisnya yang impulsif, proses BD bisa datang tiba tiba dan sulit dideteksi. Pelaku jenis impulsif ini tidaklah banyak. Jauh lebih banyak pelaku dengan depresi yang datang perlahan, dari perasaan muram, hidup tidak berharga, hingga muncul keinginan untuk mati. Sebelum sampai pada putusan akhir, biasanya pelaku telah menunjukkan berbagai isyarat yang seharusnya mudah dilihat. Seharusnya banyak kasus bunuh diri yang bisa dicegah-kalau orang di sekeliling pelaku bisa menangkap isyarat dengan empatik.Menganggap bahwa depresi serta keinginan untuk mati ini penyakit akan sangat mendorong sikap empatik masyarakat dan akan melapangkan jalan bagi penderita untuk mencari pertolongan. Masyarakat, kerabat, dan teman dekat dapat terlibat dalam mencegah tindakan BD dengan bersikap empatik terhadap siapa pun yang memiliki sikap melankolis serta memiliki ide bunuh diri, dan segera membawanya ke tempat pertolongan.Model kesehatan masyarakat dengan pendekatan multidisiplin sangat diperlukan untuk menekan peningkatan angka bunuh diri. Contohnya pendidikan life skills untuk para remaja. Berbekal keterampilan life skills, yaitu cara praktis mengatasi masalah dalam kehidupan, remaja akan mampu melalui gejolak kehidupan saat ini dan waktu mendatang.Layanan konseling profesional yang banyak mendengar dan sedikit memberikan nasihat adalah intervensi penting, selain pemberian obat untuk membantu menyeimbangkan kembali neurokimia otak yang terganggu. Sejalan dengan pandangan bahwa BD adalah penyakit, telah menjadi tugas Kementerian Kesehatan untuk mencegah BD dengan memberikan fasilitas pelayanan yang mudah terjangkau dan dekat dengan masyarakat. Artinya, petugas pada layanan primer harus memiliki keterampilan dan kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan jiwa dasar, seperti kemampuan konseling, sehingga mampu mendeteksi dan memberikan pertolongan pertama bagi mereka yang memiliki masalah kesehatan jiwa.Penyediaan hotline service juga salah satu cara mendekatkan pelayanan kesehatan jiwa. Melalui hotline, mereka yang mengalami krisis kehidupan dapat ditolong sementara waktu sebelum datang ke pelayanan kesehatan yang memadai. Kementerian Kesehatan telah merintis hotline dengan nomor populer 500454. Moto "Kami mendengar dan menjaga asa Anda" sangat pas dengan tujuannya, yaitu memberikan telinga kepada mereka yang butuh, dan bukan memberikan nasihat atau jalan keluar yang mujarab. Efektivitas pelayanan ini tentu harus dievaluasi dari waktu ke waktu.

    sumber dari tempo interaktif oleh Irmansyah # Dokter ahli jiwa
    link tempo.http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2011/02/14/KL/mbm.20110214.KL135905.id.html

No comments:

Post a Comment